Mengunjungi nenek

24 10 4
                                    

Mereka berdua menghampiri wanita itu. Sebelum mereka mengatakan apapun nenek Zara memandang mereka berdua dan menghentikan kegiatannya.

"Cucuku sudah datang." Kerutan di wajahnya begitu jelas saat dia berbicara.

"Kemarilah." Dia tersenyum melihat Zara.

"Kenapa kamu masih disini," dia berkata dengan suara nyaring, matanya melotot marah pada Dzaky.

Zara terkejut, lalu memandang Dzaky disampingnya. Dia bingung, mengapa neneknya memarahi Dzaky. Sama halnya dengan Zara, Dzaky juga bingung dan menatap Zara.

"Mungkin nenek gak ingat." Denis yang baru saja tiba di pintu segera angkat bicara.

"Ingatannya mulai memburuk belakangan ini." Denis berkata sambil menatap Dzaky dengan tatapan mencemooh. Dalam hati, dia seperti bergumam memang kau siapa, menganggap dirimu penting untuk diingat nenek.

Tahun lalu neneknya tertular penyakit Alzheimer. Daya ingatnya mulai melemah, kakinya juga tidak kuat lagi menahan berat badannya. Kadang-kadang, dia juga melupakan anggota keluarga lainnya. Dia bahkan pernah lupa terhadap anaknya sendiri.

"Nenek gak ingat Cucu laki-laki nenek?" Zara bertanya dengan lembut, dan mendekat. Tangannya dengan lembut di letakkan di bahu neneknya.

Wanita tua di kursi roda sepertinya tersadar, dia memperhatikan Dzaky dengan seksama. Kedua alisnya mengerut, memperjelas kerutan di wajahnya.

"Dzaky," nenek berseru dengan mata berbinar.

"Kemari, Nak."

Dzaky menghampiri nenek.

"Nenek minta maaf." Wajahnya terlihat bersalah. Dia mengusap kepala Dzaky dengan lembut.

Dzaky tersenyum, tidak mengatakan apa-apa. Zara yang berdiri di samping keduanya hanya memperhatikan dalam diam. Sementara Denis yang masih di pintu, terlihat tidak mempercayai apa yang di lihatnya.

"Nenek sangat merindukan kalian." Satu tangannya berada di bahu Dzaky, yang berlutut di depan nenek dan tangan lainnya menggenggam pergelangan Zara.

"Siapkan makanan yang banyak untuk cucu-cucuku!" Dia menoleh pada pembantu yang menemaninya di kamar sebelum Zara dan Dzaky tiba.

***

Zara mendorong kursi roda neneknya ke ruang makan, disampingnya Dzaky mengikuti dengan santai. Di ruang makan sudah ada ayahnya dan ibu tirinya. Denis juga sudah duduk di kursinya, memperhatikan hidangan di depannya yang begitu banyak.

"Oh, kalian akhirnya keluar dari kamar," ayah Zara berbicara saat melihat mereka bertiga.

"Duduklah, kami sudah menunggu dari tadi."

Setelah Zara menempatkan kursi roda neneknya di tempat kosong, dia segera duduk di kursi kosong tepat di depan neneknya. Dzaky duduk di sebelahnya. Mereka bertiga tidak menghiraukan yang lain.

"Dimana Oliv," ayah Zara bertanya kepada istrinya.

"Dia masih di atas," ibu tirinya menjawab tanpa banyak ekspresi. Tiba-tiba dia memandang Zara dan tersenyum.

"Zara, apa kamu bisa memanggilnya?"

Zara tidak menanggapi ibu tirinya, malah sibuk dengan piring di depannya. Dia telah memakan apa yang ada di piringnya. Dia juga menaruh beberapa sayuran ke piring neneknya.

"Kamu juga harus makan banyak, lihatlah, kamu sangat kurus." Neneknya balik memberi sayuran ke piringnya.

Wajah ibu tiri itu terlihat malu. Dia terlihat menahan kemarahan. Sedangkan suaminya menatapnya prihatin.

Love In FriendshipWhere stories live. Discover now