Bahagia dalam kesialan

97 14 5
                                    

Remaja laki-laki itu sudah siap dengan seragam yang ia kenakan. Dia berdiri di depan cermin, namun fokusnya jatuh pada buku yang terbuka di tangan kirinya. Tangan kanan menyisir rambutnya perlahan. Aksinya itu berlangsung lama, karena terlalu serius memperhatikan buku.

Dzaky, remaja yang kini menyadari bahwa dia menghabiskan waktu terlalu banyak. Dia melempar sisir ke nakas dengan kasar dan menaruh bukunya di atas tumpukan buku lain yang tersusun rapi.

Dzaky menyambar tas sandang berwarna hitam yang tergeletak di tempat tidur. Menempatkan talinya di bahu dan menggeser tas  ke belakang punggungnya. Perlahan dia menuruni anak tangga, lalu melewati ruang tamu dan sampai di pintu utama. Setelah memakai sepatu, dia keluar dari rumah. Sebelum dia meninggalkan halaman, suara ibunya memanggil terdengar dari dalam.

"Dzaky," teriak Ibu Dzaky. "Kamu meninggalkan bekalmu"

"Titipkan ke Zara," sahut Dzaky sebelum beranjak pergi.

Dzaky keluar dari halaman rumah, lalu membelok ke rumah sebelah. Dia membuka pagar yang tidak terkunci, kemudian menghampiri wanita seumuran ibunya yang sedang menyapu halaman.

"Tante." Dzaky menyapa, kemudian berjalan ke arah sepeda yang terparkir di sana. Dia mendorongnya ke tengah halaman, dan kembali memperhatikan orang yang dia panggil tante tadi.

"Gak usah buru-buru bangunin Zara," ucap Dzaky dengan santai.

"Kenapa?" tanya wanita itu.

"Ada acara di sekolah," Dzaky menjawab dengan nada yang santai.  Membuat wanita itu mempercayai apa yang Dzaky katakan.

"Terus kenapa kamu pergi pagi banget?" Wanita itu menghentikan kegiatannya dan kini menatap Dzaky dengan penuh perhatian.

"Guruku menyuruh datang cepat," Dzaky berkata tanpa mengedipkan mata. Wanita itu tidak meragukan apa yang dikatakan Dzaky.

"Kamu harus lebih mengawasi Zara di sekolah. Bilang ke Tante kalau dia membuat masalah?" Wanita itu mengubah topik pembicaraan, dan mulai mengeluh tentang keponakannya.

Dzaky mengangguk dan tersenyum. "Iya," gumamnya.

"Pergilah sekarang! Nanti kamu dimarahi gurumu," suruhnya pada Dzaky.

Dzaky mendorong sepeda keluar dari halaman, lalu menaikinya. Sebelum mulai mengayuh sepeda, dia melirik jendela di balkon kamar atas. Matanya menyala, sudut mulutnya sedikit melengkung.  Dia kemudian membawa sepeda itu menjauh dari perumahan. Tubuh tinggi dan penampilan rapi membuatnya terlihat lebih sederhana saat mengendarai sepeda.

***

Penampakan kamar terlihat berantakan. Zara dengan kaos kaki yang telah terpasang di salah satu kakinya mondar-mandir kebingungan mencari kaos kaki sebelahnya. Dia memeriksa di dalam lemari,di bawah tempat tidur, namun tidak menemukannya. Setelah lama mencari, barulah dia menemukannya di laci meja belajar. Dia tidak lagi sempat memikirkan bagaimana kaos kakinya bisa sampai di dalam laci. Dengan cepat dia menyambar tas yang terletak di tempat tidur, lalu meninggalkan kamar.

Zara menuruni anak tangga satu persatu dengan lincah. Rambutnya yang dikuncir kuda bergerak ke kiri dan kanan. Dia keluar dari rumah, dan langsung memutar ke halaman samping. Berdiri dalam kebingungan sambil mengedarkan pandangannya ke segala arah. Lalu terlihat mengerutkan kening dengan sedikit kesal setelah tidak menemukan sepedanya di manapun. Zara nampak menggertakkan gigi dengan wajah yang meringis.

"Kenapa melamun?" Tantenya sudah berdiri di depan pintu.

Zara terkejut mendengar suara tiba tiba Tantenya. Dia lalu mendekat dan berkata, "Aku akan pergi." Setelah itu, dia berjalan pergi.

"Kenapa terburu-buru, hari ini kan ada acara di sekolahmu?" Tanya wanita itu heran.

Zara berbalik, menatap tantenya dengan kesal selama beberapa saat. Dia menahan kekesalannya, lalu berkata dengan serius dan jelas, "Mengapa Tante selalu mempercayai Dzaky, sedangkan aku..." Gadis itu terdiam sebentar, lalu melanjutkan dengan frustasi, "Sudahlah, Zara akan pergi sekarang."

Zara berlari setelah pamit pada tantenya. Namun saat dia melewati rumah di samping, ibu Dzaky muncul dan memanggilnya.

"Zara."

Zara mundur beberapa langkah dan berhenti tepat di depan rumah itu, Sementara Ibu Dzaky berjalan menghampiri.

"Ada apa?" Zara bertanya dengan wajah cemberut.

"Tante minta tolong bawakan ini untuk Dzaky." Ibu Dzaky memberi tas kecil berisi bekal pada Zara. Sedangkan Zara mau tak mau menerimanya dengan bibir berkerut karena kesal.

"Aku akan pergi," ucap Zara, lalu kembali berlari.

"Hati-hati saat menyeberang," teriak Ibu Dzaky.

Zara berlari dengan nafas yang diburu, menerobos pejalan kaki yang berjalan di sepanjang jalan. Hingga sampai di depan sekolah dia berhenti, lalu membungkuk dengan kedua tangannya bertumpu di lutut seperti seorang kiper. Dia mengatur pernapasan, lalu menghembuskan napas panjang.

Zara memasuki sekolah sambil memperhatikan sekitar dengan sedikit cemas. Lapangan telah sepi dan pak satpam tidak ada di posnya. Hanya ada beberapa murid dari kelas lain yang melaksanakan pelajaran olahraga di lapangan. Proses belajar mengajar telah di mulai sejak lima belas menit yang lalu.

Zara segera bergegas ke kelas, di dalam hati dia berharap semoga gurunya belum memasuki kelas.

Begitu sampai di depan kelas, dia mengintip ke dalam. Lalu mengetuk pintu. Semua murid sontak melihat ke arahnya, guru yang sedang serius menjelaskan juga menatapnya.

Zara masih di luar, menunggu perintah gurunya, namun guru itu tidak mengatakan apa-apa. Dia  menatap tajam ke arah Zara selama beberapa detik, sebelum berjalan menghampiri tanpa mengatakan apapun. Dia memegang gagang pintu, menatap langsung pada Zara. Lalu membantingnya keras hingga tertutup. Suara keras dari pintu membuat Zara yang masih di luar kaget. Dia memegang dadanya, jantungnya berdetak cepat. Dia berdecak sebal dan berbalik menghadap lapangan.

Di sekitar lapangan adalah kelas yang berjejer rapi dan bertingkat. Zara mendongak ke atas memperhatikan kelas di tingkat kedua, dia merasa ada orang yang memperhatikannya sejak tadi. Dan betul saja, tatapannya jatuh pada murid laki-laki yang berdiri di luar kelas, yang juga menatapnya.

Dzaky telah memperhatikan Zara sejak tadi, dan kini gadis itu juga melihatnya. Tatapan mereka bertemu di udara selama beberapa detik. Dzaky menyeringai dengan sedikit lengkungan di sudut matanya. Dia menatap gadis itu dengan rasa puas. Sedangkan Zara hanya bisa menggertakkan giginya.

Zara merasa jengkel, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Dia menarik pandangannya dari Dzaky, lalu pergi meninggalkan kelas. Dia memperhatikan tas kecil di tangannya sambil tersenyum. Kakinya melangkah cepat ke kantin, dia tidak memperdulikan gurunya ataupun Dzaky.

"Harusnya gue bahagia gak masuk kelas, gue juga punya makanan gratis," gumamnya dalam hati.

Sesampainya Zara di kantin, dia langsung mengambil tempat duduk di sudut. Dia membuka bekal Dzaky dengan suasana hati yang sedikit membaik. Seketika senyum di wajahnya mengembang saat melihat isinya. Nasi goreng dengan telur mata sapi, ditambah daun bawang di atasnya. Zara senang hingga melupakan kesialannya hari ini. Dia dengan cepat menyantap bekal Dzaky. Dan menetap di kantin selama beberapa menit, sebelum dua orang temannya tiba-tiba datang.

"Ra," beberapa orang memanggil Zara dari jauh.

Zara memandang ke arah sumber suara itu dan memperhatikan kedua temannya berlari menghampirinya. Kedua temannya langsung duduk setelah mereka mencapai Zara.

"kenapa?" tanya zara malas.

"Kenapa?" ulang Nadin kesal, kedua alisnya terjalin.

Love In FriendshipWhere stories live. Discover now