Kepergian Dzaky

18 9 3
                                    

Dzaky berjalan di sepanjang koridor, menuju kantor guru. Di tangannya ada beberapa lembar kertas. Dia nampak dalam suasana hati yang buruk, dia mengabaikan semua teman-temannya yang terlihat di sepanjang koridor. Dia sedang tidak mood untuk membalas sapaan teman-temannya.

Dia akan menyerahkan esai yang telah dikerjakannya semalam. Guru bahasa Indonesia menyuruhnya membuat satu esai dalam satu Minggu, dan harus diserahkan setiap hari Rabu.

Dzaky memasuki kantor, dan segera menuju meja Bu Indi, yang merupakan guru bahasa Indonesia. Di mejanya, Bu Indi terlihat sibuk menulis sesuatu. Dzaky menghampirinya dan segera menyerahkan esainya.

"Esai kamu semakin bagus." Bu Indi berkata setelah memeriksa esai Dzaky.

"Terimakasih Bu." Dia mengucapkan terimakasih, tapi tidak terlihat emosi apapun dari matanya yang gelap dan redup.

"Saya akan kembali ke kelas."

Bu Indi memperhatikan Dzaky yang terlihat tidak bersemangat. Sebelum Dzaky pergi, Bu Indi mengatakan, "Bulan depan kamu akan mengikuti perlombaan esai, kamu harus semangat dan terus belajar."

Dzaky hanya mengangguk sebagai balasan.

"Pergilah." Bu Indi sungguh tidak mengerti dengan anak-anak sekarang.

Dzaky segera meninggalkan kantor guru. Saat di luar, dia berhenti sebentar karena teringat sesuatu. Dia mengambil kertas yang sudah dilipat di sakunya. Itu adalah milik Denis. Dzaky membukanya dan membaca tulisan yang ada di kertas.

Makanlah sarapanmu dengan lahap
Aku tidak tahu apa yang kamu suka
Sebenarnya aku ingin membeli semua yang ada di toko
Tapi uangku hanya cukup membeli tiga.
Semoga kamu suka salah satunya

Aku benar-benar minta maaf
Kalau kau mau, aku bisa membantumu memisahkan ayah dan ibuku, jadi katakan saja padaku
Aku pasti melakukan yang kau inginkan

Dzaky merasa ingin muntah membaca surat Denis. Ekspresinya sangat tidak bisa dijelaskan. Dia ingin tertawa membacanya, tapi dia juga merasa jijik. Dasar bocah, pikirnya.

Dzaky berjalan menuju kantin. Dari kejauhan dia memperhatikan orang-orang di kantin. Setelah dia tidak menemukan Zara di sana, dia segera ke kelasnya .

Saat dia mencapai pintu kelas XI B, dia sudah bisa melihat Zara duduk di bangku barisan paling belakang. Zara meletakkan kepalanya di atas tangannya yang lurus ke depan, hingga mencapai kursi di depannya. Sementara tangan lainnya di letakkan di depan wajahnya.

Seperti sebelumnya, Bintang masih duduk di bangkunya walaupun ini adalah jam istirahat. Dia juga masih memperhatikan bukunya, sama seperti sebelumnya.

Dzaky memasuki kelas dengan perlahan. Sejak mencapai pintu, pandangannya hanya jatuh pada Zara yang tertidur di bangkunya. Tidak sekalipun dia tertarik memandang Bintang, yang sejak tadi melirik Dzaky dengan tatapan heran. Bintang memang murid baru, tapi dia sudah hapal dengan wajah-wajah seluruh teman sekelasnya. Jadi, dia merasa asing dengan wajah orang yang memasuki kelasnya dan menuju ke arahnya.

Dzaky melewati Bintang dan langsung duduk di sebelah Zara. Dia melihat Zara yang menutup mata dengan tenang selama beberapa saat. Di bawah mata Zara jelas terlihat lingkaran hitam. Dia benar-benar terlihat kelelahan.

Dzaky tidak mengganggunya, dia membuka tas Zara dan mengambil buku-bukunya. Dia membalik satu-persatu halaman setiap buku catatan Zara. Dia dengan serius menilai buku catatan itu, sesekali alisnya mengerut, lalu dia memandang Zara. Tulisannya rapih dan bersih dari coretan, itu tetap tidak berubah dari yang dulu.

Zara perlahan membuka matanya, dia mengucek matanya. Kenapa Dzaky tiba-tiba ada di sebelahnya. Dia berpikir bahwa dia sedang bermimpi, tapi, apa yang di depannya begitu nyata. Kepalanya masih bersandar di tangannya. Dia memperhatikan Dzaky selama beberapa saat, matanya berkedip menatap Dzaky.

Love In FriendshipWhere stories live. Discover now