Bu Li

4 3 4
                                    

Askal mengambil daftar menu, lalu sedikit menyamping pada Nadin. Wajahnya terlihat percaya diri.

"Nadin, Lo mau pesan apa?"

Nadin menoleh dengan wajah bingung dan terlihat kikuk. Dia melihat daftar menu dengan canggung. Tubuhnya agak jauh dari Askal, kepalanya mendekat.

Nadin, Zara, dan Bintang memperhatikan keduanya dalam diam.

Zara menatap mereka dengan sinis. Dia mengerutkan bibirnya kesal, melihat antusiasme Askal yang berlebihan.

Pada akhirnya mereka memesan makanan sesuai keinginan Nadin. Nadin menjadi menjadi pusat perhatian Askal. Namun Nadin sepertinya terkejut dengan pendekatan yang dilakukan Askal.

Askal sangat perhatian. Dengan cekatan memberi minuman saat Nadin terbatuk sedikit saja. Dia juga menyediakan tisu untuk Nadin. Sementara tiga lainnya menonton dengan cemberut.

Mereka pulang setelah kenyang. Mereka berpisah di depan cafe. Rumah mereka berada di jalur yang berbeda.

Askal tersenyum pada Nadin, lalu berdehem. "Nadin, gue anterin pulang, ya!"

Semua orang menoleh padanya. Nadin diam dan cukup bingung.

Zara ingin mencaci Askal saat itu juga, tapi mulutnya hanya terbuka tanpa ada kata yang keluar. Bodoh, Nadin bakalan takut ngeliat Lo yang tiba-tiba.

"Gue pulang bareng Elsa," ucap Nadin kesulitan.

"Oh," gumam Askal sambil mengangguk-angguk.

"Ra, kita pulang duluan, ya!" Nadin berbicara dengan tergesa-gesa. Dia merangkul Elsa, kemudian pergi. Askal melihat kepergian pujaan hatinya dengan sedih.

"Askal, makasih traktirannya." Elsa ditarik pergi oleh Nadin, tapi masih sempat berbicara dari kejauhan.

"Lain kali traktir lagi, ya!" teriak Elsa.

"Zara, bye!"

Askal kembali pada wajah aslinya. Dia yang sebelumnya menjelma menjadi pria yang tenang dan murah senyum, kini menggertakkan giginya. Dia mengacak-acak rambutnya, terlihat frustasi. Dia berdecak sebal, sambil menggummamkan kata yang tidak jelas.

"Tenang, Askal. Ini baru permulaan." Askal berbicara sendiri, menyemangati dirinya sendiri.

"Langkah pertama yang bagus."

Dia mengepalkan kedua tangannya, dan mengangkatnya. "Semangat mengejar cinta."

Askal tiba-tiba menoleh pada Zara. "Gue pulang dulu." Dia menepuk bahu Zara, lalu pergi.

Zara melihat kepergian Askal tanpa bisa mengatakan apapun. Dia menoleh pada Bintang yang sepertinya bingung.

"Dia ngomong apa, sih?" Tanya Bintang.

Zara menggelengkan kepalanya. "Gak usah dipikirin."

"Orang gila," keluh Bintang dengan wajah cemberut.

"Siapa?" Tanya Zara agak keras.

"Hm," gumam Bintang kebingungan. "Askal," jawabnya cepat.

"Lo tahu jalan pulang, kan?" Zara menatap Bintang dengan agak garang.

Bintang mengangguk, tersenyum dengan bangga.

"Sana pulang!"

Bintang mengangguk lagi. Dia perlahan berjalan mundur, terus melihat Zara.

"Hati-hati di jalan," ucap Zara agak keras.

Bintang mengangguk lagi dan tersenyum.

"Hah," Zara refleks bergumam. Dia menutup mulutnya yang terbuka tiba-tiba.

Kepala Bintang terbentur pada tiang listrik di pinggir jalan, sesaat dia hendak berbalik. Kepalanya dan tiang besi beradu, menimbulkan bunyi ting yang nyaring.

Bintang meringis sambil mengelus kepalanya. Dia berusaha tersenyum, sambil melambaikan tangannya pada Zara. Dia kemudian berbalik dengan hati-hati, dan mulai menghilang.

Zara berjalan sendiri ke rumahnya. Hanya butuh waktu 15 menit jika berjalan kaki ke rumahnya. Di halte dekat persimpangan menuju rumahnya, dia melihat guru wali kelasnya duduk.

Zara berjalan pelan di depannya. Sedikit ragu untuk menyapa.

"Selamat sore Bu Li," sapa Zara dengan ramah.

"Sore." Bu Li melihat Zara dengan wajah datar

"Bu Li, mau kemana?" Tanya Zara lagi. Dia tahu Bu Li tidak menyukainya, tapi mungkin basa-basinya dapat mengurangi rasa tidak suka Bu Li. Siapa tahu, dicoba saja.

"Kenapa kamu banyak tanya? Tentu saja saya pulang." Wajah Bu Li mulai cemberut.

Zara tersenyum melihat reaksi Bu Li. Dia heran kenapa Bu Li sangat tidak menyukainya.

"Kenapa kamu senyum-senyum?" Bu Li bertanya dengan sengit.

Zara semakin tersenyum. Matanya sedikit menyipit dengan gigi putih yang kelihatan. "Bu Li jadi tambah cantik kalau marah."

Bu Li mengeryit tanpa mengatakan apapun. Wajahnya yang putih sedikit memerah. Bu Li masih muda dan cantik. Zara berkata benar soal gurunya itu.

"Kamu kenapa baru pulang sekarang?" Bu Li dengan cepat mengalihkan pembicaraan.

Zara sedikit terkejut dengan pertanyaan Bu Li. Bu Li menanyakan kenapa dia pulang telat. Biasanya Bu Li hanya tahu memarahi dan menyalahkannya. Jadi, sebagai guru wali kelas, Bu Li masih peduli padanya.

"Tadi Askal traktir makan di cafe dekat sekolah."

Bu Li mengangguk mengerti. Lalu hanya diam dan bingung akan mengatakan apa lagi. Dia pura-pura sibuk melihat ke ujung jalan.

"Bu Li, saya pulang duluan, ya." Zara pamit sebelum dia meninggalkan Bu Li.

"Iya," jawab Bu Li dengan cuek.

Zara sedikit heran dengan sikap Bu Li kepadanya. Dia memikirkan kenapa Bu Li jadi benci padanya.

"Tunggu sebentar," panggil Bu Li saat Zara akan pergi.

Zara berbalik, menatap Bu Li dengan penasaran.

"Saya ingatkan kamu Zara, jangan pernah mengganggu Olivia di sekolah." Bu Li berbicara dengan tegas. Wajahnya berubah serius.

Zara yang berdiri tidak jauh dari Bu Li terlihat melamun. Wajahnya suram dengan alis terjalin.

"Kenapa?" Zara menggertakkan giginya.

Bu Li tidak mengatakan apapun, hanya menatap Zara dengan sinis.

"Kenapa Bu Li sangat membenci Zara?" Zara bertanya pelan.

"Bu Li pasti tahu kalau Zara tidak pernah mengganggu Olivia."

"Kamu memang tidak mengganggu Olivia, tapi kamu menyuruh teman-temanmu."

Zara diam, begitu tercengang mendengar gurunya. Tidak habis pikir mengapa dia begitu buruk di mata gurunya itu.

"Terserah Bu Li, kalau dari awal Bu Li sudah memihak Olivia dan mamahnya sampai kapanpun Zara pasti salah."

Zara berbalik pergi, meninggalkan Bu Li tanpa pamit. Dia merengut kesal dalam perjalanan pulang.

Saat sampai di depan rumah Dzaky, Zara mengintip dari luar pagar. Zara perlahan memasuki halaman. Sebelum sampai di teras rumah, dia sudah melihat Dzaky di kebun kecil samping rumahnya.

Dzaky menyiram bunga anggrek di pot yang berbaris rapi. Di tangan kirinya ada gunting rumput. Dzaky menoleh saat menyadari kedatangan Zara.

"Lo udah pulang," ucap Dzaky sambil terus menyirami tanamannya.

"Cepat ganti baju, terus makan!" Perintah Dzaky tanpa mengalihkan perhatiannya dari bunganya.

"Tante Vivi udah pulang?" Zara bertanya dengan antusias. Sebelumnya Dzaky mengatakan untuk ganti baju lalu makan. Berarti tantenya sudah pulang dan memasak di rumah.

"Makan di rumah gue." Dzaky menghentikan kegiatannya dan segera melihat Zara.

"Nanti aja ganti bajunya, gue makan dulu." Zara dengan cemberut memasuki rumah Dzaky. Meninggalkan Dzaky yang tidak bisa berkata apa-apa melihat tingkah Zara.

Love In FriendshipWhere stories live. Discover now