41. Cat and Mouse Playing

865 185 23
                                    

Author POV

Panas dan dingin memeluk Ali pukul sembilan pagi. Ia lagi duduk di halte menunggu kendaraan umum apa saja yang lewat-lalu akan naik karena ingin cepat sampai di apartemen. Tubuhnya letih sekali-lebih letih dari hari-hari yang sudah dilaluinya sedirian. Entahlah jiwanya rasa seperti kosong saking begitu letih. Mulai merasa demam namun dingin, nyeri, dan sakit kepala lagi. Kalau saja ada seseorang yang dikirimkan untuknya saat ini, ia ingin dipapah saja sampai ke kamar apartemennya.

Hari ini seperti puncak segala rasa lelah yang dirasakannya selama ini. Pikirannya kemana-mana, sampai rasanya ingin memasrahkan tubuhnya untuk terjungkal dari duduknya dan memejamkan mata saat itu juga.

Ia jadi ebih sering merindukan maminya sejak semalam sampai terbawa mimpi pada saat tidur singkatnya di sela-sela mengerjakan musik di studio. Rindu dikecupi kedua matanya, rindu diusap puncak kepalanya, rindu dipeluknya, rindu melihat senyumnya-Ali semakin sakit mengingat semuanya.

Sebuah mobil berhenti di depan halte, menjemput seorang wanita yang usianya mungkin lebih tua beberapa tahun dari Ali. Wanita itu membereskan tentengannya yang lumayan banyak, lalu menoleh pada Ali, seraya bertanya, "Masnya nggak apa-apa?" Ia menunjuk Ali khawatir. "Itu mukanya pucet banget. Mau saya pesanin taksi online?-atau mau bareng?"

Ali menghargai simpatinya dengan senyum kecil dan gelengan. "Makasih. Saya baik-baik aja."

Beberapa saat kemudian, tinggal Ali sendirian di halte itu. Masih belum ada kendaraan yang lewat lagi, hingga tidak hanya satu-tapi dua, dan tiga mobil mewah berhenti selang belasan menit setelahnya.

"Tuan Muda, mari ikut kami pulang," ujar kepala pengawal. Pintu mobil sudah tergeser untuknya sejak tadi.

"Lo siapa merintah gue pulang?" tanya Ali, meladeni dengan lelah yang menggantung-gantung di kedua pundaknya. Lalu tertawa begitu saja. Tawa yang kedengarannya baru. Tawa-tawa seperti orang gila. Atau tawa-tawa seperti manusia yang begitu kelelahan.

"Tuan Besar yang meminta Tuan Muda pulang."

"Gue nggak mau." Ali berdiri setelah mendatarkan lagi wajahnya dan akan pergi saat sebuah bus berhenti di ujung halte. Di depan mobil-mobil utusan orang-orang yang membuatnya semakin rungsing ini.

"Tolong, Tuan Muda."

Beberapa dari mereka menghalangi jalannya. Ada tim yang bertugas mengintimidasi bus yang masih berhenti agar cepat pergi-agar Ali tidak naik. Semua kendaraan umum yang lewat jadi berlalu begitu saja ulah mereka.

"Gue bilang nggak mau!" serunya.

"Maaf, Tuan Muda, kami sudah dapat izin memaksa jika Tuan Muda menolak."

"Kalian pikir bisa maksa gue?" Mereka merespon seperti batu. Seperti manekin, masih berdiri di hadapannya. Ralat, tidak hanya dihadapannya, tetapi di belakangnya. Di semua sisi-sisinya. Ia sudah seperti korban buli yang siap jadi santapan-santapan sang pembuli.

Saat Ali mencari celah untuk pergi tapi kedua lengannya dipegangi. "Mari ikut kami pulang."

Jadi jangan tanya dari mana bunyi pukulan dan hantaman yang membelah jalanan begitu saja. Dapat Ali simpulkan kalau mereka tuli. Jadi sepertinya papinya tidak seharusnya mempertahankan anak buah dengan kinerja buruk seperti ini.

Mereka berjatuhan. Lalu datang lagi yang lain dari sisi-sisi tubuhnya yang dikepung, memeganginya terus-terusan. Saat Ali lengah karena lemah, langsung diambil kesempatan oleh mereka memeganginya yang hampir hampir tersungkur karena memberikan pukulan yang terlalu kuat sehingga menyakiti dirinya sendiri.

"Lepas," lirihnya, bernapas sekali dan mulai tersengal. "Gue nggak mau pulang."

"Mari pulang, Tuan Muda," bujuk mereka, nadanya rendah. Menatap iba anak majikannya yang sudah lama tidak pulang itu, terlihat tidak berdaya. Terlihat lebih kurus dan tidak sehat.

Powerpoint in Love 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang