35. Missing Him

931 213 29
                                    

Author POV

"Kerja?" beo Prilly cukup terkejut.

Ali mengangguk ragu. "Kalau setuju, aku bakal dikasih work training selama sebulan."

"Kenapa?"

"Aku butuh uang," jawabnya.

"Kuliah kamu?"

"Sebentar lagi libur, kan?"

"Libur kuliah aja masih kurang dari sebulan, Li. Libur kamu belum ada sebulan masa training-nya. Kecuali kamu cuma ikut sampe work training aja."

"Kerjanya malam. Soal itu tergantung hasilnya nanti. Kalo projek training-nya berhasil aku bakal lanjut, kalau gagal sebaliknya."

"Kapan istirahatnya, Li?" tanya Prilly. Tangannya meraih dagu Ali lagi karena fokus tunangannya itu tak pernah padanya. "Sini liat aku."

"Kamu juga bisa ngajar sambil kuliah. Bisa tetap joki tugas sampai sekarang," katanya.

Prilly menggeleng. Ali selalu begitu belakangan ini—menolak ukur dirinya sendiri dengan Prilly atau dengan orang lain. Padahal ini berbeda. Tidak semua individu bisa melakukan sesuatu yang dilakukan oleh individu lainnya.

"Aku part time dan nggak setiap hari," sanggah Prilly.

"Aku juga part time." Ali tidak mau kalah. Meskipun Prilly bisa melihat kegelisahan di mata Ali yang sayup-sayup setelah mengatakan itu. Takut, ragu, khawatir, semuanya ada di sana. Ali menunduk, seraya khawatir dengan keinginannya sendiri. Takut karena selama ini tingkahnya selalu aneh-aneh menurut orang lain.

"Kita masih ngobrol-ngobrol aja kemaren, belum setuju," ucapnya kemudian.

Prilly menghela napas, meraih sesuatu dari tangan Ali—plastik es batu yang digunakan untuk mengobati memar disudut bibirnya. Perempuan itu mengambil alih, menempelkan benda dingin itu perlahan dan hati-hati.

"Semua balik lagi ke kamu. Do it, kalau kamu pengennya kayak gitu. Aku support kamu kayak kamu yang selalu support aku," ucap Prilly.

***

A few weeks later....

Libur semester ini, serasa bukan libur bagi Prilly karena kegiatannya terus berjalan hingga menjelang semester selanjutnya. Hari ini masih hari Jum'at sebelum Senin besok kembali masuk ke perkuliahan semester selanjutnya. Semester 5. Tinggal setengah jalan lagi ia di sini. Namun H-3 sebelum perkuliahan kembali dimulai, Prilly masih di kampus, masih sibuk—kali ini mengurusi kegiatan yang dirapatkan waktu itu di perpustakaan bersama anak himpunan yang lain.

"Pril, hari ini jadi kan nemenin gue ketemu sponsor buat acara?" tanya Rana.

"Iya, jadi. Proposalnya kan masih di gue."

"Ya barangkali lo lupa gara-gara gak libur-libur."

"Kita sama nggak libur-libur," koreksi Prilly.

"Parahan lo gak sih? Gue jadi pengen tau tanggapan Tante Lisa," celetuk Rana.

"Bunda sama Ayah fine aja kok. Gue banyak cerita sama mereka, jadi mereka ngerti," jawab Prilly.

"Enak banget. Gue anak stritch parents tapi nekat ikut banyak kegiatan, mau nangis hampir stress," keluhnya.

Prilly terkekeh. "Tapi lo hebat bisa bertahan sampe sekarang. Lo pasti butuh lebih banyak effort buat ngatasi semuanya."

Ah, disaat-saat begini Prilly selalu mengapresiasi sekecil apapun yang dilakukan Rana. Itu seperti self reward kecil-kecilan yang semakin menyemangatinya disela gempuran-gempuran kesibukan yang ada.

Powerpoint in Love 2 (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora