twenty one

10.6K 947 157
                                    

Hewo👋 Miss me? I mean, miss this story?

Vote dan komen jangan lupa!!

Enjoy it~

———

"Hari ini, Jwie berangkat bersama Baba, ya?"

Baik Jisung maupun Renjun, keduanya sama-sama berhasil dibuat bingung, terkhusus si tunggal kecil Lee itu.

Pagi ini sikap Jeno benar-benar seperti habis terkena serpihan berkah dari malaikat penghuni langit, senyumnya mengembang bagai bunga di musim semi, oh, jangan lupakan juga aura yang keluar dari dalam dirinya.

Cerah luar biasa.

Sebenarnya bukan tanpa alasan Jeno berperilaku seperti itu.

Karena untuk sekarang, ada salah yang harus Jeno tebus, ada maaf yang harus dia dapatkan, juga ada kesempatan yang harus dia gunakan sebaik-baiknya untuk memperbaiki sebuah hubungan yang sudah terlanjur runyam.

Ada pula hati yang harus Jeno menangkan saat ini, bukan hanya satu, tapi dua; hati Renjun juga Jisung.

Jadi, yang bisa dia lakukan sekarang hanya satu, tebal muka, bersikap seolah dirinya bisa mendapat ruang diantara Ibu dan anak itu, bersikap seolah dirinya harus layak dan pantas dapat sebuah pengampunan dari dosa masa lalunya.

Tolong semangati Jeno, karena dia tidak yakin akan mendapatkan semua itu dalam waktu dekat, tapi dia yakin kalau dia bisa.

"Kenapa melihatku seperti itu?" Tanya Jeno ke arah Jisung.

Anak itu menatap Jeno dengan kunyahan kecil di mulutnya, alisnya menukik tak senang, panggilan Baba yang selalu Jeno sematkan dalam diri Pria itu, selalu berhasil menganggu Jisung.

Jeno bukan Babanya, iyakan?

Sedangkan Renjun, hanya memilih untuk berdeham pelan, tangannya sibuk memasukkan bekal Jisung ke dalam kotak berwarna biru milik anak itu; dalam hati rasanya ingin sekali merutuki Jeno yang sangat sulit dibilangi untuk menjaga tuturnya.

"Baba?"

Renjun menoleh ke arah sang anak, setiap kali membahas soal ini, hati si Huang selalu dirudung cemas, belum siap untuk beri penjelasan jika si kecil mulai bertanya ini itu nantinya.

"Iya, Baba, kenapa?"

Bukan Renjun, tapi Jeno-lah yang menjawab.

Pria Lee itu tersenyum manis ke arah sang anak, tangan kanannya sibuk memegang gagang cangkir kopi yang siap dia sesap isinya, mengabaikan satu orang yang sedang uring-uringan dalam diamnya.

"Paman, aku bukan anakmu."

"Anakku, kau itu anakku," tekan Jeno sebelum menyesap kopi paginya.

"Bukan, aku hanya anak Mama."

"Apa kau kira Mamamu itu bisa mengandung tanpa bantuan seseorang?"

Kedua alis Jisung mengerut bingung, "memangnya butuh?"

"Tentu saja, apa di sekolahmu belum diajarkan?"

Si kecil menggeleng pelan.

Jeno mengangguk, wajar karena Jisung masih duduk di kelas satu, pelajaran mengenai bagaimana bayi lahir ada di tingkat kelas lima sekolah dasar.

"Mau tau bagaimana caranya?"

"Lee Jeno, hentikan omong kosongmu."

Jeno dan Jisung kompak menoleh ke arah Renjun, wajah lelaki Huang itu tampak garang dibalut was-was, kesal juga karena Pria Lee ini kadang kala memang tidak bisa menjaga mulutnya.

Bothered Pain [NOREN ft. Jisung]✓ [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang