fifteen

8.3K 1K 44
                                    

Update Disclaimer!

[Ff ini bakal punya alur yang cukup kasar, jadi tolong kalau ada adegan yang kalian rasa nggak cocok sama kalian, just stop it and leave  it! Oke..]

I believe if all of my readers are the smart people.🤗

So, here we go and have a nice day!

Garis bawah dan adegan berubah, artinya? Bener, bakal ada flashback.

Vote dan komen jangan lupa!!

Enjoy it~

———

Jeno menarik napas pelan, perlahan menutup kembali pintu kamar itu karena melihat bagaimana histerisnya Renjun saat ini.

"Yasudah, tidak perlu masuk kamar, berhenti menangis, Renjunie.."

Jika kembali ke masa itu..

Renjun terus menggeleng, berusaha untuk melepaskan diri dari genggaman Jeno yang menyeretnya dengan cukup kasar.

Membuat dirinya harus menyeimbangi langkah si dominan dengan susah payah.

"Jeno! Aku bilang aku ingin pulang ke rumah orang tuaku!"

Seakan tuli, Jeno tak mengidahkan teriakan Renjun, tetap saja menarik lengan si mungil hingga masuk ke dalam kamarnya.

Renjun membulatkan mata, padahal dia sudah menolak dengan sekuat tenaga, apa Jeno tidak mau dengar?!

Setelah pintu kamar ditutup dengan rapat, juga kunci yang sudah memutar dengan pasti, Jeno berbalik untuk menatap sang kekasih.

"Kubilang, berhenti mengatakan hal itu, kau tidak akan ke mana-mana, Huang!"

"Tapi kenapa? Papa yang menyuruhku untuk pulang."

"Dan kau mau? Apa alasanya?"

Renjun menatap Jeno dengan binar tak percaya, "apa itu pertanyaan, Jeno? Karena mereka adalah orang tuaku."

"Mereka sudah membuangmu!"

"Aku tidak pernah dibuang!"

Perdebatan itu terjadi cukup kacau, keduanya saling berteriak di atas tenggorokan, masing-masing menunjukkan raut ingin didengar, namun menolak untuk saling mengerti.

Jeno menarik napas panjang, berusaha sekuat tenaga untuk meredamkan amarah yang perlahan mulai menuncah.

"Renjun, dengarkan aku--"

"Kau saja tidak mau mendengarku!"

Baik, padahal si dominan sudah susah payah untuk menahan semua itu, tapi sepertinya kepala Renjun memang tengah megeras layaknya batu.

Dengan satu gerakan cepat, Jeno remat rahang si Huang agar belah bibir itu tak lagi bergerak untuk membentaknya atau barangkali membantah kalimatnya.

Mata Renjun bergerak panik, berbeda dengan manik Jeno yang kini menyala merah penuh amarah.

"Beraninya mulut kecil itu membentakku."

Renjun tak lagi mampu berujar barang sekata, berusaha dengan pelan-pelan untuk lepas rematan Jeno.

Sekarang baru dia sadar, kalau sikapnya sejak tadi jelas membangunkan sikap Jeno yang paling Renjun takuti ini, harusnya Renjun berkata dengan lebih perlahan.

Kini jantungnya berdegup dengan cukup keras, takut kalau selanjutnya Jeno akan benar-benar meledakkan amarahnya.

Renjun, tidak pernah siap akan hal itu, Jeno yang marah adalah sesuatu yang kalau bisa dihindari saja sekaut tenaga.

Bothered Pain [NOREN ft. Jisung]✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now