Masa Kuliah (Part 1)

6 1 0
                                    

cr

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

cr. to Never trust too much


Part 1

Kisah di masa lalu..


Kang Minhee’s p.o.v

   Ketika itu, Jumin mentraktir kami semua ayam goreng karena sudah berhasil menyelesaikan tugas dari dosen. Ya, aku dan Jumin satu kelompok saat itu.

“Siapa kau? Sepertinya kau bukan kelompok ini?” Jumin membuka suara
Sambil memegang sepotong ayam aku menatap seluruh anggota kelompok, mengharapkan mereka menolongku dari situasi ini.

“Ehm” Jimin berdehem

“Jadi dia itu memang kelompok kita, Jumin. Tapi beberapa pekan yang lalu dia sakit cacar jadi tidak bisa bergabung untuk sementara. Ingat kan, kelompok ini dibentuk untuk sampai semester selanjutnya. Jadi tidak masalah kan?” Jelas Hyeongjun damai.

“Oh begitu, tapi aku tidak menyukainya” Jumin membuang muka dan memakan ayam.

“Ya ampun, dia ini kenapa sih?” Jimin tertawa.

"Biarkan saja dia, Minhee. Dia memang begitu" Bisik Hyeongjun melihat perubahan wajahku.

“Siapa namamu? Minhee? Oh yang namanya juga minta dicantumkan di cover proposal kita? Pantas saja selama ini aku hitung kok hanya 5 orang, siapa pula Minhee-Minhee itu” Cerocos Jumin

“Sudahlah sudah, makan nih makan” Karin menyodorkan sekotak ayam pedas dihadapan Jumin.

Aku yang merasa tidak enak itu meninggalkan ruang tengah rumah Hyeongjun tempat kita nongkrong.

“Eh Minhee! Mau kemana?”
Hyeongjun mengejarku yang keluar rumah karena kesal.

“Aku mengundurkan diri dari kelompok ini, jika kehadiranku membuat kalian tidak nyaman” Ucapku yang duduk membelakangi pintu masuk tidak menatap teman lelaki-ku yang mau-maunya menghampiriku.

“Aku akan bergabung dengan kelompok Yedam saja” Ujarku

“Kau tersinggung dengan kata-kata Jumin tadi?” Hyeongjun merangkulku, dia memang yang paling bersahabat denganku.

“Hei man, santai saja. Dia gadis yang baik kok. Mungkin karena belum kenal saja” Euijoo menyusul, menepuk bahuku.

“Dia bilang tidak menyukaiku” Kataku masih sedih, ah, aku cengeng juga ya ternyata.

“Ayo masuk, bicaralah baik-baik padanya. Kau harus yakinkan dia kalau kau bisa diandalkan” Euijoo menasehati, aku menggeleng.

Apa karena aku bersekolah di SMA khusus laki-laki jadi aku tidak bisa menerima kehadiran perempuan yang seperti itu?
Masih tak beranjak aku menunduk dan berperang dengan fikiranku sendiri.

“Minhee, ayo. Kau laki-laki kan? Cepat berdiri” Kini Hyeongjun bertindak menarik paksa lenganku.

“Woi, Kang Minhee! Jangan seperti anak perempuan! Aku minta maaf” Jumin muncul dan berdiri di sebelah Euijoo.

Aku diam saja tak menghiraukan Jumin yang bahkan sedang mengulurkan tangannya itu.


__”


     Itu tadi pertemuan pertamaku dengan Baek Jumin. Aku tidak terlalu faham kenapa sifatnya bisa seperti itu.
Apakah ada yang salah dengan masa pembentukan karakternya saat kecil dahulu?

Tapi Euijoo benar, dia gadis yang baik. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.

Suatu hari aku melihat ia melepas jaketnya untuk diberikan pada gadis yang bajunya basah karena terkena tumpahan jus.

Dia juga cukup aktif di kelompok kami, sore hari aku ingat saat itu hari kamis dan hujan lebat. Ia menerobos hujan untuk mengantarkan buku referensi kerumahku. Padahal aku bisa saja yang mengambil kerumahnya atau besok saja saat tak hujan.

Jumin mengetuk pintu rumahku dengan tidak sabar dan tersenyum aneh saat aku membuka pintunya.

Langsung saja ia mengeluarkan kantung kresek berisi tas waterproof dari dalam jaketnya padaku.

Aku terkejut sekaligus kagum.
Dia mau berkorban untuk kelompok.
Dan ia menolak ketika aku menyuruhnya masuk untuk berteduh dan setidaknya aku mau menawarkan baju pinjaman untuknya?

Dengan alasan ia akan bermain hujan-hujanan karena belum mandi seharian itu akhirnya ia berlari pergi dari pekarangan rumahku.

Meskipun begitu aku tetap merasa bersalah membiarkannya sampai hujan-hujanan mengantar buku referensi. Seharusnya aku perlu sedikit memaksanya kala itu.

Suati hari kami sedang bersantai menonton film dirumah Jumin, kemudian Hyeongjun tak sengaja menghancurkan vas bunga yang berada di atas meja.

Kemudian aku nyeletuk
“Hei, apa kedua orangtua Jumin tidak akan marah?”
Seluruh mata di ruangan itu menatapku tajam, kecuali Jumin yang hanya fokus menulis.

Jimin mencubit lenganku.
Aku tidak mengerti dengan tatapan itu dan meringis kesakitan karena tiba-tiba dicubit.

“Aku tidak punya orang tua, jadi tenang saja, tak akan ada yang marah” Betapa kagetnya aku saat itu.

Aku tak bisa berkata apa-apa lagi sampai urusan kami selesai dan kami pulang.
Aku yang sedang berbaring diatas kasur saat itu tak bisa memejamkan mataku.
‘Dia bisa sekuat itu hidup tanpa kedua orangtua


__”


     Hari dimana aku tidak sengaja meninggalkan laptop Jumin di ruang kelas. Membuat aku dan gadis pemilik laptop terpaksa kembali ke gedung kampus untuk mengambil laptop.

Setelah memohon pada bapak keamanan kampus dan minta tolong bukakan gerbang yang sulitnya minta ampun itu. Juga sekalian meminjam kunci pintu kelas. Ternyata kunci pintu kelas dipegang oleh ketua kelas tak lain dan tak bukan adalah Yedam yang rumahnya jauh diujung sana.

Tapi kami tidak menyerah. Jumin berjalan cepat mendahuluiku, aku berfikir mengingat-ingat bentuk pintu kelas kami bagaimana, apakah kami harus mendobraknya atau mencungkilnya?
Akhirnya kami berdua sampai ke kelas.

Sebelum itu Jumin melompat-lompat untuk melihat ke arah jendela, memastikan apakah laptopnya masih ada atau sudah diamankan seseorang.

“Masih ada, ayo cepat ambil” Jumin tersenyum lebar, aku bernafas lega.

“Bagaimana?” Tanyaku tak menemukan ide bagaimana bisa masuk.

Tiba-tiba Jumin berjongkok di bawah jendela yang agak tinggi.

“Naik punggungku cepat, masuk lewat jendela yang terbuka itu dan ambil laptopnya” Aku terdiam. Bisa-bisanya muncul ide semacam ini. Aku takut punggungnya patah jika aku yang naik.

“Tidak. Biar kau saja yang kesana” Aku ikut berjongkok di depannya.

“Tidak mau! Aku pakai rok, kau bisa mengintipku nanti!” Jawab Jumin tidak santai.

Langsung saja mataku tertuju pada rok panjang sebetisnya.
Benar juga dia. Tapi aku tidak akan mengintip kok.

“Hahh..” Aku mengusap wajah. Mencari pencerahan.

“Mau pakai celanaku?” Tiba-tiba ide konyol itu muncul

'Plak!'
Malah kena hadiah tampol

“Lalu kau tidak pakai celana begitu? Amit-amit” Jumin bergidik ngeri. Aku tertawa.

“Aku bawa celana didalam tas”  Ucapku membuat Jumin tertawa malu.

“Hahaha. Bilang sejak awal, kau membuatku berfikiran kotor kan”
Aku hanya balas tertawa melihat wajah malunya.

“Nih cepat pakai” Aku mengeluarkan celana training dari dalam tas.

Awalnya aku hendak ke gedung olahraga tadi makanya bawa baju ganti. Sampai akhirnya Jumin bertanya ‘dimana laptopku?’ yang seketika itu aku panik dan melupakan segala agenda soreku.

“Silakan hadap belakang tuan Minhee. Aku akan memakai celana” Suruh Jumin, aku segera menurut demi menjaga kepercayaannya padaku.

Kau bisa membayangkannya kan para pengguna rok? Bagaimana cara memakai celana di dalam rok tanpa melepas rok itu?

“Sudah selesai” Kabar Jumin
Aku hanya tertawa kecil melihat berapa banyak bagian bawah celana yang harus digulung pada gadis itu.

Aku kembali berjongkok dan menunggu Jumin naik ke punggungku untuk masuk kelas lewat jendela.

Aku melihat Jumin melepas sepatunya saat menaiki punggungku. Dan aku kembali tidak habis fikir.

Apa ia tak ingin mengotori kemejaku?
Setelah ia sampai kedalam kelas dengan selamat dan aku mengintip lewat jendela.
Ia segera mengambil tas berisi laptop dan memberikannya padaku lebih dulu lalu aku masukkan kedalam ransel yang aku sandarkan pada dinding.

“Minhee! High five!” Ia mengajakku High five dengan penghalang kaca jendela.

Kemudian ia tertawa lalu menyusun meja untuk ia naiki agar bisa keluar.
Dari sisi luar kelas aku kembali berjongkok agar ia tak perlu melompat dari jendela.

“Yey! Berhasil!” Ia bersorak senang.

Aku tersenyum.

Dia tidak marah sama sekali saat aku mengatakan jika laptopnya tertinggal di kelas.


__”


     Suatu sore aku tertidur di ruang komputer.

Sendirian.

Dan sudah sepi.

Kemudian seseorang membangunkanku.
Baek Jumin namanya.

“Hei. Jangan tidur disini, mampus kau nanti dikunci sendirian” Ucapnya saat membangunkanku, membuatku langsung membuka mata dan bersyukur karena tidak ditinggal sendirian dan dikunci diruangan penuh komputer ini.

“Jumin?” Aku memanggil namanya

“Hm? Bangunlah, sebentar lagi aku menyelesaikan tulisanku” Sahutnya sambil menulis.

Aku mengusap wajah dan meneguk air mineral dalam botolku.

“Selesai” Ia menutup pulpennya lalu meletakkan kepalanya diatas meja sambil merenggangkan otot tangannya.
Aku terheran mengapa ia malah bukannya siap-siap pulang.

“Kau tidak pulang?” Tanyaku penasaran

“Kuncinya ada di aku” Jawabnya mengacungkan sebuah kunci yang aku yakini adalah kunci ruangan ini
Aku tersenyum dan bersandar kembali pada kursi.

“Kalau begitu ayo pulang” Ajakku

“Sebentar, disini enak, dingin” Jawab Jumin santai

Ya begitulah, kami hanya mendengarkan deru nafas masing-masing.

Beda denganku yang sedikit gugup.
Rasanya aneh.

“Aku lapar.” Gadis itu berdiri dari duduknya dan berkemas, langsung saja aku memasukkan barangku kedalam ransel.

“Ayo pulang” Ia menungguku jalan duluan karena ia akan keluar ruangan ini setelah aku dan mengunci pintunya.

Tidak tahu bagaimana ceritanya kami bisa pulang bersama, dalam satu bis yang sama dan berjalan beriringan sampai ia mengajakku makan malam bersama.

“Pilih makanan yang kau mau, aku yang bayar. Tapi jangan yang mahal ya, bisa-bisa aku terancam tak jajan sebulan” Jumin menyerahkan buku menu padaku yang masih terbingung dengan semuanya

“Ini saja” Aku menunjuk menu kesukaanku, sup ayam.

Beberapa menit berlalu. Kami makan malam dengan damai dan hanya bicara sedikit.

Kemudian pulang, karena arah rumahku dan apartemen Jumin sama. Kami berjalan sampai perempatan lalu berpisah disana.
Ia tersenyum melambaikan tangan padaku.

Aku balas tersenyum berdiri melihatnya sampai menghilang di belokan.



Selanjutnya aku sadar.



Perlahan, benih merah jambu tumbuh dalam hati polosku.


__”


✔️Kang Minhee - Suami dari Masa Depan (2)Where stories live. Discover now