(18) Emosi Minhee

9 1 0
                                    

cr

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

cr. to owner

18) Emosi Minhee


Jumin’s p.o.v

     Kamis pagi, bayiku sudah berumur 6 bulan sekarang, ia tumbuh dengan baik dan sehat.

Hari-hariku diisi dengan melakukan senam di pagi hari, tidur siang dan memasak makanan enak yang tentu saja sehat.

Pagi ini saatnya menyiapkan sarapan untuk Minhee yang sudah cerewet karena harus berangkat lebih awal ke kantornya untuk menghadiri rapat dadakan.

“Jangan lupa kotak pensil” Aku mengingatkan pria itu yang masih sibuk mondar-mandir mencari kunci mobil.

Masih pukul 6, ia harus berangkat jika pada jam dinding menunjukkan angka 7.

“Kau lihat kertas sobekan sketch book  yang ada gambar kubus nya tidak?” Tanya Minhee sambil berjalan melewatiku

“Tidak tahu, mungkin tersapu”
Jawabku santai, seketika pria itu berhenti jalan dan menatapku.

“Jangan bilang kau buang?” Tanyanya menatapku tajam.

“Kalau terbuang kenapa?” Tanyaku balik, penasaran.

“Ya Tuhan!” Ia mengusap wajahnya kasar.

“Aku tak akan mendapatkan catatan penting itu lagi dari Senior Hwang!” Minhee tampak emosi.

“Ya sudah aku minta maafㅡ”
“ㅡmaaf kau bilang?! Maaf tidak bisa mengembalikan apa-apa” memotong pembicaraanku ia menaikkan nada bicaranya.

Aku menatapnya sebentar, kenapa jadi begini sih?

“Kau taruh kertas penting itu sembarangan? Mana aku tahu kalau itu bukan sampah” Balasku tak ingin balas menaikkan intonasi.

“Aku tidak menaruhnya sembarangan, aku menaruh diatas meja. Kau lihat sini, aku taruh disini!” Ucapnya menunjuk meja ruang tengah yang biasa penuh oleh kertas dan laptop miliknya.

“Aku menemukannya dilantai” Jawabku masih berusaha tenang.

“Setidaknya tanya dulu kalau mau membuang kertas yang kau sama sekali tidak tahu sepenting apa itu?!” Ia masih marah-marah

“Tidak tahu, aku tidak tahu” Malas. Aku memalingkan wajahku tak mau membalasnya dengan argumen apapun yang jelas tak akan diterimanya.

“Ck! Menyusahkan saja sih!” masih dengan nada tinggi, ia kembali berjalan ke sembarang arah, kemudian mendadak menemukan kunci mobilnya dan segera membawa barang-barang pentingnya keluar rumah.

Meninggalkanku.


__”


Minhee’s p.o.v

     Pagi ini menyebalkan. Kertas project mingguan dari senior Hwang hilang, entahlah aku pusing sekali. Dengan tanpa dosanya Jumin membuang kertas itu ke tempat sampah saat sedang menyapu. Tentu saja aku sangat kesal.
Bertemu senior Hwang adalah saat paling langka dalam hidupku, karena beliau sangat sibuk dan memang ditugaskan di luar kota, bukan di kota ini, jadi kemungkinan bertemu lagi dengannya sangat kecil.

“Argh!” Aku memukul stir mobil, melampiaskan amarah yang sejak tadi kutahan.

Jumin menyebalkan.


__”


     Selama bekerja pikiranku kemana-mana, hingga jam makan siang tiba aku masih tak bisa tenang. Kertas bertuliskan catatan penting dari Senior Hwang itu pelakunya.

Bahkan Vanilla latte yang kupesan beberapa menit lalu sudah mulai dingin. Tak bersemangat aku menyuapkan makan siang menatap lurus ke arah meja yang kosong.

“Hei!” Seseorang dengan seenaknya menepuk bahuku kencang, hampir saja nasi dalam mulutku keluar. Aku segera menelan makananku, malas menoleh ke seseorang yang sudah duduk di sebelahku, kalau bukan Sunghoon mungkin Jeongin.

“Ibuku bilang kalau makan sambil melamun nanti anaknya susah makan loh”  Perlahan kepalaku menoleh ke samping.

“Senior Hwang!?” Aku terkejut menemukan siapa disampingku. Kemudian aku beranjak dari duduk dan menundukkan badanku padanya sebagai bentuk penghormatan.

“Lanjutkan dulu makanmu, aku hanya mau memberikan ini” Ucap Senior Hwang begitu aku kembali duduk meletakkan sebuah map.

“Mengapa Senior tiba-tiba kemari?” Tanyaku masih tak percaya kedatangan Senior berwajah datar itu yang sangat mengejutkanku.

Senior Hwang masih fokus pada ponselnya, melirik sekilas sebuah map diatas meja yang tadi ditaruhnya, mengisyaratkan tujuannya kemari adalah memberikan map itu.

Aku mengernyit heran, ‘ah paling-paling surat undangan pertemuan yang diinfokan minggu kemarin’ batinku tak minat melanjutkan makanku.

“Sudah ya aku harus mengikuti seminar di gedung sebelah” Senior Hwang buru-buru pergi dan menepuk bahuku 3 kali. Aku mengangguk dan mempersilkan dia pergi.

Setelah makananku habis, aku membuang sampah di tempat sampah pojok ruangan lalu kembali ke ruanganku untuk melanjutkan pekerjaan karena 2 menit lagi jam istirahat habis.

Sebelum duduk aku inisiatif membuka map tersebut dan jantungku hampir jatuh ke perut melihat isinya.


|Saya
|Senior Hwang, terimakasih banyak!


Segera mengirimkan pesan singkat itu pada Senior Hwang yang telah menyelamatkan dari amarah berkelanjutanku pada Jumin.

Selembar kertas dengan tulisan yang rapi bertuliskan rencana yang telah disusun Senior Hwang dan timnya untuk melangsungkan project mingguan yang sangat-sangat penting dan versi lengkap dengan gambar kubus yang rapi itu ada dihadapanku sekarang. Senior Hwang memberikan tulisan aslinya, kalau yang sudah hilang entah tersapu atau terbuang itu adalah tulisan cakar ayamku yang dihasilkan dari mencatat hasil presentasi Senior Hwang pekan lalu.

Sebenarnya aku merasa bersalah saat memarahinya tadi pagi. Karena terlanjur kesal, dan tak tahu harus berbuat apa selain memarahi Jumin yang sebenarnya memang tak tahu apa-apa soal kertas itu.

Tanpa babibu aku menyimpan map itu kedalam tas lalu melanjutkan pekerjaan dengan wajah yang tidak di tekuk lagi.
Sampai tiba-tiba Dongyun nyeletuk.

“Kau kenapa Minhee? Anakmu sudah lahir?”

__”


     Langit sudah mulai gelap. Aku segera pulang dan hendak membelikan sesuatu untuk Jumin. Semoga dia sudah memaafkanku.

Berhentilah mobil ini di depan toko bunga. Setelah memilih bunga tulip dengan warna yang paling cantik, aku membayarnya dan meletakkan bunga itu di kursi yang biasa ditempati Jumin, yaitu kursi samping kemudi.

Kau tahu tak berhenti aku tersenyum melirik ke sebelah kursiku seperti anak muda yang malu-malu melirik kekasihnya sampai wajahnya memerah.

Sebelum belok kanan di pertigaan, aku melihat sosok yang tak asing sedang berdiri mengaduk-aduk tempat sampah.

“Jumin!” Lirihku terkejut setengah mati

Sepersekian detik kemudian aku turun dari mobil dan berlari menghampirinya.

“Sedang apa disini?” Tanyaku penuh tanda tanya, Jumin yang terkejut itu segera berdiri tegak dan menatapku.

“Mencari kertas berhargamu itu” Jawabnya sedikit ketus.

Ya Tuhan, jahat sekali aku’
Aku meneguk ludah kasar. Balas menatap Jumin dan langsung  menariknya dalam pelukan.

“Maafkan aku” Ucapku benar-benar menyesal.

“Sudah sana kau pulang saja, aku harus menemukan kertas itu” Ia sedikit mendorong tubuhku supaya melepaskannya.

“Sejak kapan kau disini? Apa yang kau lakukan?” Aku masih tidak habis fikir dengan apa yang dilakukan Jumin.

Ia diam saja, masih mendorong kedua bahuku agar melepas pelukanku yang semakin mengerat.

“Ayo pulang”

“Aku tak mau pulang, kau akan memarahiku lagi kan? Kertas itu harus ketemu”

“Tidak. Tidak usah. Aku sudah mendapatkan yang baru” Jawabku tanpa melepas pelukan, masih menunggunya balas memelukku.

Kedua tangannya yang bergerak tidak nyaman berubah jadi menggenggam bagian punggung kemejaku.

“Oh begitu. Baguslah” Jawabnya dengan logat datar, ia sedikit melepaskan nafas lega.

Aku tersenyum.
“Ayo pulang” Aku menarik lengannya menuju mobil yang mesinnya masih menyala itu dan segera membawanya pulang.

Sebelum itu ia sempat tersenyum salah tingkah ketika melihat ada apa di tempat yang akan ia duduki.

Sambil menunduk ia mengambil sebuket bunga itu dan menciumnya, memeluknya.

Sampai rumah dan mandi serta beres-beres aku duduk di atas kasur bersiap tidur.

“Jumin” Panggilku. Ia tak menyahut

“Jumin” Aku menyebutkan namanya lagi.

“Hm” ia menggumam masih sibuk membaca buku tebal sambil sesekali menyuapkan potongan buah kedalam mulutnya.

“Aku minta maaf soal tadi pagi”
Kubuang gengsi itu jauh-jauh, perasaan istriku jauh lebih penting.

“Iya, sudah diamlah aku sedang membaca” Jawabnya tetap pada sifat aslinya.

Grep’ Aku mendekat dan memeluknya, rasanya ingin terus berada di posisi ini sampai pagi atau selamanya.

Sama seperti tadi di depan tempat sampah umum bedanya kali ini Jumin tak memberontak.

Dalam satu pekan, Jumin bersikap manis bisa dihitung dengan jari, sisanya ia sangat cuek dan tidak membalas perlakuan yang menurutku manis padanya.

Ia hanya memutar bola mata ketika suatu hari aku pusing-pusing memikirkan kata-kata rayuan saat ia sedang mengambek.

Ia mengataiku bau kayu ketika pagi-pagi aku memeluknya membuntutinya yang sedang menyapu lantai.

Ia meniup kedua mataku ketika aku hendak menciumnya.

Tapi yang seperti itu memiliki cara sendiri dalam menyampaikan afeksinya, seperti pekan lalu ketika Jumin memberiku hadiah berupa foto hasil ultrasonografi bayi kami.

Kepalaku bersandar lembut pada perut besarnya.

“Jumin”
“Diamlah, aku malas menyahutimu, pasti tidak penting” Ucapnya tanpa menatapku.

Buku apa sih yang sedang dibacanya itu?’ Aku melihat judul buku di hadapan Jumin

National geographic lagi?’

“Jumin”

Cup

“Sudah kubilang diam”

Tiba-tiba ia mengecupku singkat, membuatku yang belum siap menjadi malu sendiri.

Aku langsung berbaring dan menutupi seluruh tubuh dengan selimut.

Sial, baru saja kubilang dia jarang bersikap manis’

__”

✔️Kang Minhee - Suami dari Masa Depan (2)Where stories live. Discover now