A Supplementary Story : 3

5 1 0
                                    

cr

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

cr. to pinterest

A Supplementary Story : 3
Sebuah Tanggung Jawab

     Angin pagi menerpa, membuyarkan lamunan singkatku. Hari ini aku memasak untuk Minhee dan Ayah Ibu yang menginap. Mereka tengah menikmati makan pagi sedang aku ke dapur sebentar untuk memasak air hangat. Semalam Ayah dan Ibu datang ditengah hujan deras. Kemarin perkiraan cuaca benar, untung saja tidak kehujanan. Hanya terjebak macet karena pohon tumbang, jadinya Ayah memutar balik menuju rumah kami untuk istirahat malam tadi.

Setelah memasak air dan membuat teh hangat, aku kembali ke meja makan menyajikan teh untuk Ibu.

"Kapan terakhir ke desa? Aih sudah lama sekali tidak bertamasya bersama, kau kenapa sibuk sekali, Minhee?" Tanya Ibu renyah sambil mengaduk teh masih menunggu teh sedikit menghangat

"Bulan lalu, lupa kapan tepatnya, ahaha.. Akhir bulan mungkin kita bisa berkunjung ke rumah saudara-saudara" Jawab Minhee tersenyum khilaf, karena aku sedang mengunyah kimbab aku hanya mengangguk saja

"Bagaimana keadaan disana? Paman dan Bibi Jeon sehat? Aku suka sekali mengobrol santai dengan Bibi Jeon, dia tidak pernah ketinggalan zaman" Ibu terlalu bersemangat pagi ini, aku tersenyum lebar menanggapi

"Sehat, mereka tengah mengurusi perkebunan sawi yang sebentar lagi panen, Bibi Jeon selalu menitip salam kepada Ibu jika kami berkabar melalui telepon, hihihi" Kini aku yang menjawab

"Syukurlah kalau sehat, manisan buah di desa sangat enak aku belum pernah menemukan yang seenak itu" Ayah menimpali, Minhee tertawa melirik Ayah sinis

"Apa-apaan itu, gigi ayah kan sudah tua. pasti ngilu" Minhee tertawa meledek

"Kau juga sama, pria tua" Aku balas mengatai Minhee yang sering mengeluh giginya ngilu dan sakit pinggang

Kami semua tenggelam dalam tertawa, setelah itu Ayah terbatuk dan tawa pun mereda

"Nenek bagaimana kabarnya? Sudah lama tidak berkunjung ke Daegu. Musim dingin masih lama, tapi aku ingin segera libur panjang" Tanyaku dengan senyum cerah, Nenek dari Ayah selalu mengajakku mengobol seperti cucu sendiri. Nenek sudah tua, namun selalu bertanya banyak hal. Pikun.

"Hahaha.. Seperti biasa, menanyakan kapan kau punya anak"

Aku menelan bulat-bulat makanan dalam mulut. Tidak tersedak namun rasanya pahit. Tersenyum getir, entah harus menjawab apa

Seketika suasana menjadi canggung. Ayah berdiri dari duduknya menuju wastafel meletakkan piring kotor

"Sepertinya Nenek rindu menggendong bayi" Sahut Minhee menyadari perubahan wajahku dan menggeser gelas air minum kehadapanku

"Yaampun.. Anak-anakku, bagi Ibu tidak masalah. Tapi terkadang Ibu sedih mendengar pertanyaan dari kerabat dekat yang selalu menanyakan kehamilanmu, Jumin. Beberapa dari mereka menyebarkan berita tidak benar, kau pasti sedih jika mendengarnya langsung" Tutur Ibu dengan raut wajah sedih

✔️Kang Minhee - Suami dari Masa Depan (2)Where stories live. Discover now