(6) Bersama Minhee

8 1 0
                                    

cr

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

cr. to anemours

6) Bersama Minhee


     Jumin asyik sendiri dengan gulungan benang berwarna coklat muda itu yang kini sedang dirajutnya menjadi sebuah syal.

Akhir tahun sama dengan musim dingin, ia akan membuat benda penghangat itu sebagai hasil karya pertamanya yang akan ia simpan sendiri, daripada membeli di toko, lebih baik membuat dengan tangan.
Sore menyapa. Matahari yang sedikit menyilaukan itu membuat Baek Jumin menyipitkan matanya kala menatap kurus ke depan.

Bukit kecil-kecil yang berada dihadapannya dipenuhi rumput halus sebagai karpet alami.
Kini ia duduk berselonjor setelah seharian berjalan-jalan mencari toko benang dan akhirnya menemukannya setelah ia memutuskan untuk menyerah.

Hei, kau beli benang itu dimana?” Tanya Jumin pada seorang gadis SMA yang melewatinya sambil membawa kantung plastik transparan berisi beberapa gulung benang rajut.

Di situ” Jawab anak SMA itu menunjuk toko tempat Jumin mengistirahatkan kakinya sejenak. Jumin menoleh kebelakang setengah tak percaya.

Wah terimakasih! aku mencari toko benang kemana-mana namun tidak ketemu juga! Semoga harimu menyenangkan!” Ucap Jumin sekaligus mendoakan kebaikan pada anak SMA yang hanya tersenyum canggung lalu pergi.

Apa yang ia lakukan sebelum bisa duduk tenang diatas hamparan rumput itu membuatnya tertawa geli.

Ia tak bisa berhenti tersenyum membayangkan syal cantik yang akan bertengger di lehernya beberapa pekan lagi.

“Sedang mengkhayalkanku ya” Suara yang menyapa gendang telinga itu cukup membuat Jumin tersentak.

“Ya Tuhan. Jangan mengagetkan begitu” Jumin nampak kesal dan ia memukuli Minhee yang hanya tertawa jahil.

“Sedang apa? Membuat sweater?” Tanya seorang yang datang itu duduk anteng disebelah Jumin.

“Syal” Jawab Jumin singkat.

“Untukku?” Perempuan yang masih tetap fokus pada benangnya itu menggeleng.

“Buatku lah” Jumin tertawa.

“Yah. Kukira buatku” Jawab Minhee memalingkan wajahnya.

“Kamu ngapain kesini?” Tanya Jumin penasaran namun dengan logat pura-pura tak suka.

“Tadi temanku mengabari kalau perempuan yang sering berjalan-jalan denganku sedang di padang rumput sendirian. Dia Minkyu yang rumahnya dekat sini” Jawab Minhee panjang lebar, Jumin tertawa gemas karena jawaban Minhee yang terlalu jujur.

“Haha. Bukan itu jawaban yang aku harapkan”

“Lalu apa?”

“Kau selalu menjawab tidak serius jika aku tanya sesuatu. Contohnya saat aku bertanya di masa depan ‘kenapa kau beli buah ceri banyak sekali?’ lalu kau menjawab dengan menyebalkan ‘karena akhir-akhir ini kau tidak mau kucium, jadi aku cium ceri saja’ Hahaha. Padahal saat itu kau mau membuat kue tart untuk ulang tahun Ibumu tahu” Cerita Jumin yang tiba-tiba merasa kepanasan karena malu.

“Hahaha, konyol sekali” Minhee tertawa singkat.

Lalu mereka berdua terdiam cukup lama.

“Bibi, apa kau pernah bosan?” Tanya Minhee tanpa menatap wajah lawan bicaranya.

“Bosan? Bosan karena apa?” Jumin bertanya balik menanggapinya santai, tidak tahu kemana arah pembicaraan mereka.

“Bosan dengan hubungan kita” Sedikit terkejut namun Jumin langsung menemukan jawabannya
Jumin tersenyum, menghentikan gerakan tangannya sejenak. Ia menatap Minhee yang buru-buru mengalihkan pandangannya.

“Pernah”

Minhee terdiam seribu bahasa.

“Ke-kenapa bisa?” Tanyanya sedikit ragu.

“Entahlah. Aku belum pernah menanyakan hal itu pada orang lain. Tapi menurutku itu hal yang wajar. Kesetiaanmu akan diuji ketika kamu tiba-tiba merasa bosan dengan pasanganmu. Jika kau goyah, kau akan mencari orang lain diluar sana untuk kau ajak kencan, atau bahasa kasarnya kau akan selingkuh. Tapi jika kau orang yang baik kau tak akan melakukan itu, sebaliknya, kau akan memikirkan cara bagaimana agar membuat hubungan asmara kalian tidak membosankan, entah mengajak pergi tamasya keluar kota atau melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama” Minhee masih terdiam.

“Aku masih 18 tahun, dan mendapat nasihat berharga dari istriku” Ia angkat bicara.

Minhee menelan ludah dengan susah payah. Ia menatap lurus ke arah perbukitan dengan ilalang tinggi yang terayun sebab angin.

“Aku kesana dulu ya” Izin Minhee beranjak dari duduknya dan berlari kecil ke arah bukit.
Kembalilah Jumin melanjutkan rajutannya selama beberapa menit sampai Minhee kembali.

“Bibi! tolong aku! Kyaa!”
Minhee berlari ke arah Jumin dengan tubuhnya yang hampir dipenuhi ulat bulu.

Jumin tertawa terlebih dahulu. Ia berdiri dari duduknya.

“Tenang jangan banyak bergerak, nanti mereka berjalan ke kulitmu!” Ucap Jumin menahan bahu Minhee agar berdiam di tempat.

“Ahaha! kau darimana saja sih?” Jumin segera mengibaskan ulat bulu diatas tubuh Minhee dengan telapak tangannya.

“Huaa! Ibu!” Ingat, Minhee hanya anak SMA yang penakut.

Jumin tak bisa berhenti tertawa sampai semua ulat bulu di baju Minhee berjatuhan tak berdaya.

“Apa sudah tidak ada lagi ulatnya?” Tanya Minhee masih bergidik.

“Tidak. Sudah aman” Jawab Jumin menepukkan kedua tangannya membersihkan debu atau bahkan sisa bulu dari ulat-ulat tadi.

“Memangnya tidak gatal kau pegang begitu?” Tanya Minhee sudah sedikit tenang.

“Tidak jika kau memegangnya dengan telapak tangan” Jawab Jumin santai memamerkan telapak tangannya.

“Aku masuk ke semak-semak itu mengambil bunga, tiba-tiba ada ulat di lengan bajuku dan aku tersadar disekujur tubuhku ada ulat-ulat itu” Cerita Minhee duduk terlebih dahulu, wajahnya ditekuk.
Jumin tersenyum dan turut duduk lalu melanjutkan rajutannya.

“Kau pemberani ya?, terimakasih sudah membantuku” Minhee tersenyum hangat.

“Aku teringat di masa depan kau menolongku dari anak-anak SMA preman”
Jumin menerawang, ke masa depan.

“Wah seperti apa itu? Ceritakan dong!” Minhee nampak antusias.

Jumin meletakkan jarum dan benangnya diatas kedua kakinya yang selonjor dan tersenyum menatap Minhee.


Flashback...

     Jumin berjalan santai hendak ke supermarket, ia kelupaan beli sesuatu yaitu minyak sayur. Jadilah ia berjalan sendirian di gelap malam untuk itu.
Namun karena tak fokus ia menabrak seorang laki-laki berseragam SMA. Anak SMA itu tak hanya sendiri, tapi berlima.
Jumin menunduk minta maaf dan segera melanjutkan langkahnya.

Anak SMA jaman sekarang memang lebih besar dan mengerikan, ternyata mereka tak membiarkan Jumin begitu saja. Salah satu dari mereka mencegat Jumin dan mengganggunya, mendorong sampai menarik rambutnya.

"Mau kemana, hah?" Anak lelaki itu mengangkat dagunya

Buru-buru Jumin meninju anak itu dan berlari masuk gang.
Panik. Jumin segera menelpon Minhee untuk minta tolong. Namun ponsel Minhee tidak aktif membuat wanita itu hampir menangis antara takut dan kesal.
Ia terus menelpon Minhee berkali-kali.

“Hei mau kabur kemana? Bagus sekali ya kau lari ke jalan buntu. Hahaha” Bocah SMA nakal itu kembali mendekati Jumin dan merebut ponsel wanita itu ketika panggilan telepon telah tersambung. Langsung saja Jumin berteriak minta tolong sebelum salah satu dari mereka membekap mulut Jumin.

“Kami pinjam dulu ya ponselnya”
“Nuna, kau sekolah dimana?”
“Ayo kita bawa perempuan ini ke tempat tongkrongan. Barangkali Hyung menyukainya”

Jumin berusaha memberontak saat mereka mulai menyeret Jumin.

“Woi! Mau kemana kalian!?” Sebuah suara dan pemilik suara itu muncul tiba-tiba, entah apa yang terjadi jika Minhee tak datang saat itu juga.

Bahkan Jumin tidak yakin apakah suaminya itu bisa berkelahi atau tidak. Yang Jelas ia cukup bersyukur karena Minhee datang tidak terlambat.

Minhee segera mengambil kursi dari kedai pinggir jalan dan menggebuki mereka.
Jumin yang telah berhasil meloloskan diri itu segera berlari mencari pertolongan.
Perkelahian tak berlangsung lama, Jumin kembali datang membawa petugas keamanan yang awalnya sedang bersantai hendak memakan ayam goreng itu mendadak dijemput Jumin untuk mengatasi anak-anak SMA preman.
Aman.
Syukurlah semua aman, meskipun Minhee harus mengganti kursi dari kedai makanan yang hancur dibuatnya.
Dan anak-anak SMA itu sudah diseret oleh petugas keamanan yang meninggalkan ayam gorengnya.

Jumin berlari ke pelukan Minhee yang masih ngos-ngosan setelah berkelahi dengan anak SMA tadi.

“Kau baik-baik saja? Apa mereka menyentuhmu?” Tanya Minhee menangkupkan kedua tangannya di pipi Jumin yang masih ketakutan.

“Aku baik-baik saja, hanya tasku yang dicuri mereka” Jawab Jumin dengan suara serak karena berteriak terlalu banyak.

“Ya Tuhan, Syukurlah kau tidak kenapa-kenapa” Minhee kembali mendekap tubuh Jumin yang hampir saja kenapa-kenapa.

“Ayo temani beli minyak sayur”

Flashback end...


“Wah keren sekali!” Minhee tersenyum lebar, bangga.

“Terimakasih sudah menjagaku” Jumin menoleh pada Minhee yang masih tersenyum bangga menatap matahari sore.

“Tentu saja, aku kan pria baik”

__”

to be continued

__"

aduh

✔️Kang Minhee - Suami dari Masa Depan (2)Where stories live. Discover now