[013]

1.3K 243 122
                                    


DON'T DIE!

copyright, 26 Agustus 2022

.
.
.

GELAP.

Semua yang dilihat Cale kini gelap.

Tak ada satu pun hal yang bisa ia lihat.

Semuanya gelap.

Benar-benar gelap dan hal itu cukup membuatnya takut.

Tidak.

Bukan takut karena ia buta tapi, dirinya takut dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada.

Suara rusuh dan gaduh yang disebabkan oleh Kim Dokja masih tertangkap oleh inderanya namun, untuk melihatnya ia sudah tidak bisa.

Rasa sakit dan pening yang memenuhi kepalanya terasa seperti ingin memecah setiap rongga sarafnya, melebur satu dengan darah yang tak henti-hentinya menetes dari hidungnya. Dering pesan sistem yang memunculkan notifikasi terdengar bising, mengganggu fokusnya yang terpecah belah.

Ia menggigit bibir, masih dengan kepala mendongak untuk menahan laju darah yang membuatnya secara perlahan mulai merasakan sakit kala pesan-pesan sistem yang bermunculan itu berdenging di telinganya.

“Berisik!” desis Cale yang kini memejamkan mata seraya meraba-raba sekitarnya.

Ia sedang tidak bisa melihat dan sekarang pesan-pesan sistem yang entah dari siapa itu benar-benar membuatnya kesal. Kemudian beberapa saat setelah ia mendesis suara yang mengganggu itu pun berhenti.

[Beberapa Rasi Bintang menatapmu khawatir dan bertanya apakah Anda baik-baik saja.]

Mengabaikan pesan sistem terakhir itu, Cale hanya berfokus pada pemulihannya sendiri yang mana itu akan memakan waktu karena atribut Kekuatan Kuno Vitality of Heart yang dimilikinya baru saja diaktifkan tidak akan berguna ketika ia sendiri sudah mengalami kerusakan jauh sebelum ia mendapatkan kekuatan itu. Jadi, cara terbaik yang bisa ia lakukan sekarang untuk mengembalikan penglihatannya adalah dengan tidak melihat apa-apa dan membiarkan dirinya kembali mengantuk.

Meski begitu, untuk sementara waktu ia akan tetap buta karena matanya tidak bisa pulih dengan cepat. Itulah mengapa, ia memilih untuk tetap menutup mata dari pada membiarkannya terbuka tetapi, ia sendiri tahu bahwa ia tidak akan melihat apa pun atau siapa pun yang ada di sekitarnya.

Sementara itu, Yoo Sangah yang lengah memperhatikan si rambut merah tak menyadari kesulitan yang tengah dirasakannya. Perempuan itu kini hanya menatap ke arah Kim Dokja yang sedang memasukkan tangannya ke sebuah jaring milik seorang anak laki-laki yang sempat diperhatikannya sebelum akhirnya kembali berbalik ke arah orang-orang setelah memberikan seekor belalang ke anak itu sambil membawa jaringnya.

“Semuanya, tolong berhenti. Kalian semua tidak akan bertahan hidup jika kalian membunuh Nenek itu.”

Suara Dokja terdengar sangat jelas karena kesunyian sementara yang melingkupi gerbong setalah ledakan tadi. Orang-orang itu, satu persatu menatapnya.

“Misalkan saja kalian berhasil membunuh Nenek itu, lalu apa selanjutnya?”

Wajah terkejut mereka terlihat bagus, pikir Dokja. Lalu, ia pun mulai memberitahu sedikit lebih banyak yang apa yang ia tahu tentang ‘maksud’ dari Skenario pertama.

“Kematian Nenek itu akan diakui untuk apa yang disebut dokkaebi sebagai ‘pembunuhan pertama’ dan itu dapat mengulur waktu yang ada. Lalu, bagaimana selanjutnya?”

“Ah...”

“Jika apa yang dikatakan dokkaebi itu benar, kalian semua masing-masing harus membunuh setidaknya satu untuk diri kalian sendiri. Jadi, siapa yang akan kalian bunuh setelah Nenek itu? Apakah kalian akan membunuh orang yang ada di samping kalian?”

DON'T DIE!Where stories live. Discover now