[012]

1.4K 238 105
                                    


DON'T DIE!

copyright, 24 Agustus 2022

.
.
.

DOKJA tidak tahu. Keganjilan yang ia rasakan belum juga hilang. Dalam pikirnya, jika Lee Hyunsung yang merupakan karakter sampingan saja sudah muncul lalu, kenapa ‘dia’ tidak? Dari apa yang ia ketahui, seharusnya ia telah melihatnya sekarang.

“A-ada pembunuhan di belakang sana!”

Terdengar seseorang berteriak saat melihat adegan yang terjadi di gerbong 3907 melalui jendela lorong. Kulit pembunuhan itu berwarna putih.

“Kita harus mengusir mereka! Jangan biarkan mereka masuk!”

Orang-orang berusaha menahan pintu besi dengan erat agar tidak terbuka tetapi, itu tak perlu karena sejak awal tidak ada musuh di sana.

[Semua jenis akses ke kereta akan dibatasi hingga Skenario selesai.]

Seiring dengan munculnya pesan ini, orang-orang terlempar kembali ke pintu besi seolah mereka telah mengenai penghalang transparan.

“A-apa ini?”

Sekali lagi, suara dokkaebi terdengar. [Haha, ada beberapa tempat yang cukup menyenangkan sementara tempat lain belum memulainya. Oke, ini adalah layanan khusus. Aku akan menunjukkan pada kalian apa yang akan terjadi jika tidak ada pembunuhan dalam lima menit ke depan.]

Sementara orang terdiam sembari menatap layar raksasa yang muncul di ambang udara di dalam kereta bawah tanah, Cale yang tersadar dari lamunannya beberapa saat lalu dan sudah membunuh mengernyit. Merasa heran sekaligus bingung karena pembunuhannya tidak dihitung.

Apakah dokkaebi itu melewatkannya? Cale berpikir demikian namun, detik berikutnya mengangkat sebelah bahunya dengan tak acuh lalu menatap ke arah layar raksasa seperti yang dilakukan oleh semua orang.

Di sana, tepatnya di layar raksasa yang saat ini sedang menampilkan sebuah ruang kelas. Gadis-gadis berseragam biru tua yang ditampilkan sedang bergetar ketakutan.

“B-bukankah itu seragam SMA Daepong?” Seorang anak laki-laki di gerbong yang menyaksikan adegan layar itu bergumam sembari menggigiti kuku jarinya.

Bip-bip-bip!

Suara bip yang tak menyenangkan terus terdengar di layar yang membuat Cale atau Dokja sudah bisa menebak apa adegan yang akan terjadi selanjutnya namun, tak satu pun dari keduanya peduli—terutama Cale yang kini memalingkan pandang ke arah lain.

Tak masalah baginya untuk orang-orang mati tapi, jika melihatnya tepat di depan mata hal itu sama sekali sangat mengganggunya. Jadi, karena ia sendiri sudah terlalu biasa dengan pembunuhan dan kematian, rasanya sangat menyedihkan untuknya tiba-tiba merasa kasihan.

Dokja yang sejak tadi selalu memperhatikan gerak-gerik si rambut merah itu mengerti. Gadis muda seusianya yang mungkin tidak pernah mengenal apa itu kejahatan sudah pasti akan terganggu oleh sebuah pembunuhan. Sayang sekali, gadis yang terjaga bagaikan bunga mawar di taman bunga yang indah itu kini terjebak di tengah kereta, sendirian pula.

Haruskah aku membantunya? Pikir Dokja yang masih menimbang-nimbang.

Sementara di layar, gadis-gadis SMA mulai menjerit. Jeritannya menggema hingga ke penjuru gerbong.

[Waktu yang diberikan telah habis.]

[Penyesalan pembayaran akan dimulai.]

Begitu suara pengumuman berakhir, kepala gadis-gadis yang duduk di barisan depan mulai meledak.

DON'T DIE!Where stories live. Discover now