[011]

1.4K 237 109
                                    


DON'T DIE!

copyright, 23 Agustus 2022

.
.
.


CALE tetap tenang.

Menatap dengan santai reaksi berbeda orang-orang setelah dokkaebi menghilang. Beberapa di antara mereka mencoba untuk keluar dari kereta, sementara yang lain berusaha menelepon polisi.

Dalam kacamatanya, pemandangan di depan matanya saat ini tak ada yang menarik. Membiarkan mereka terlarut dalam kebodohan. Lagi pula, tanpa ia melakukan apa-apa, di sana—tepatnya, seorang laki-laki yang merupakan ‘tokoh utama’ dalam peralihan dunia ‘nyata’ ke dunia ‘novel’ ada di sini. Jadi, biarkan saja orang itu mengurus semuanya.

Jika dia berguna, aku akan memanfaatkannya. Cale tersenyum dalam hati, menatap ikan-ikan lucunya yang menggemaskan sebelum akhirnya memejamkan mata. Pura-pura tidur saat sebuah rencana mulai tersusun di benaknya.

Sementara itu, Dokja yang juga sama tenangnya dengan Cale mencoba untuk menenangkan Yoo Sangah.

“Polisi, polisi tidak menjawab! A-apa, apa yang harus aku lakukan...”

“Tenanglah, Yoo Sangah-ssi,” kata Dokja sembari menatap lurus mata Yoo Sangah yang bergerak tidak fokus. “Yoo Sangah-ssi, apakah kau pernah bermain game yang dibuat oleh Tim Pengembangan? Game di mana dunia dihancurkan dan hanya beberapa orang yang selamat.”

Game? Apa maksudmu?”

“Pikirkanlah. Saat ini kita sedang berada di dalam game.

Yoo Sangah diam-diam mengulum bibirnya, “game...

“Sederhana saja. Jangan ragu untuk melakukan apa yang aku katakan. Mengerti?”

“M-mengerti. Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan?”

“Tetaplah diam.”

Dokja menghela napas pelan, lega karena telah berhasil mengendalikan napasnya yang sempat memburu. Jujur saja, ia sendiri pun membutuhkan waktu untuk menerima semua yang terjadi saat ini.

Ya. Terang saja. Bagaimana mungkin ia bisa dengan mudah beradaptasi dengan dunia yang dulunya adalah novel? Sudah pasti, meskipun ia terkadang memikirkan dan membayangkan tentang novel yang dibacanya menjadi kenyataan namun, jika semua ini terjadi begitu saja tentu hal itu membuatnya kewalahan.

[Three Ways to Survive in a Ruined World].

Deskripsi yang hanya ada pada novel sekarang terjadi tepat di depan matanya.

Dokkaebi merentangkan antenanya.

Mayat-mayat berserakan seperti sampah di kereta.

Pekerja kantor yang berlumuran darah bergetar ketakutan.

Seorang wanita tua mengerang di kursinya.」

Dokja menyaksikan setiap adegan dengan seksama—seperti Neo di Matrix yang mencurigai kenyataan. Mengamati, mempertanyakan dan akhirnya diyakinkan. Ia harus mengakuinya—mau tak mau kalau semua yang dilihatnya sesuai dengan apa yang terjadi di novel. Ia tidak tahu alasannya kenapa dunia bisa berubah seperti ini tetapi, tidak ada lagi keraguan bahwa semuanya adalah nyata.

[Ways of Survival] sudah menjadi kenyataan.

Dan sekarang yang Dokja pikirkan adalah bagaimana caranya ia akan bertahan hidup?

Sementara Dokja tengah mengalami krisis internal, lain halnya dengan Cale yang saat ini sedang menghitung mundur. Membuka kembali lembaran ingatannya mengenai isi novel yang menceritakan tentang awal dari kehidupan Kim Dokja yang selalu mendatangkan masalah serta dengan mudahnya mengorbankan nyawa.

DON'T DIE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang