[009]

1.4K 221 126
                                    


DON'T DIE!

copyright, 21 Agustus 2022

.
.
.

ITU adalah sore hari seperti biasanya Kim Dokja pulang selepas seharian bekerja. Duduk di salah satu kursi kereta bawah tanah yang akan membawanya menuju perhentian stasiun yang tak jauh dari apartemen kecilnya yang sederhana.

Di sebelahnya ada seorang perempuan yang dikenalnya, Yoo Sangah dari Departemen Personalia yang memiliki desas-desus bahwa perempuan ini senang menggoda agar bisa diantar pulang kerja setiap hari. Namun, setelah melakukan percakapan sebentar dengannya ia tahu bahwa rumor itu tidaklah benar.

“Seseorang mencuri sepedaku,” kata Yoo Sangah dengan wajah gelap.

Sepeda? Kim Dokja bertanya dalam hati sebelum akhirnya mengutarakannya. “Kau pulang pergi dengan sepeda?”

“Ya! Saya memiliki banyak lembur akhir-akhir ini dan tampaknya kurang berolahraga. Ini sedikit menganggu tapi, layak dilakukan.”

“Ah, aku mengerti.”

Yoo Sangah tersenyum dan Kim Dokja seketika mengerti bagaimana perasaan para pria ketika melihat Yoo Sangah setelah melihatnya dari dekat namun, itu sama sekali bukan urusannya.

Walau tak dapat dipungkiri bahwa ia juga mengagumi penampilan Yoo Sangah yang ya, tergolong cantik untuk seorang perempuan Korea. Rambut cokelatnya yang sepertinya bukan dicat serta cara bicaranya yang indah membuat siapa saja pasti akan tertarik padanya. Jika dunia ini adalah novel, mungkin Yoo Sangah akan menjadi salah satu protagonisnya karena penampilannya menarik.

Kembali ke ponselnya setelah bercakap-cakap dengan Yoo Sangah yang bertanya mengenai novel apa yang ia baca dan berakhir mengobrol tentang belajar bahasa, ia menggulir layar touchscreen-nya untuk membaca novelnya lagi namun, ada yang aneh. Novel [Three Ways to Survive in a Ruined World] atau yang biasa disingkat dengan [Ways of Survival] tidak muncul di laman pencarian. Padahal seingatnya kemarin masih ada dan bahkan ia pun sempat berbincang-bincang dengan penulisnya, tls123.

Novel fantasi yang memiliki lebih dari 3000 bab itu sudah dibacanya sejak usia muda. Terhitung telah 10 tahun ia membacanya tanpa jenuh. Mengikuti setiap pembaruan yang ada dan sesekali mencoba untuk merekomendasikannya pada mereka yang suka membaca walau ya, mereka tidak begitu menghiraukannya mengingat jumlah bab yang ada.

Sempat terpikirkan olehnya kenapa novel yang sangat bagus ini—menurutnya—tidak begitu populer. Walaupun kemarin sang penulis mengatakan bahwa novelnya telah memenangkan sebuah kompetisi namun, ia tidak pernah membayangkan bahwa novel terpencil ini dapat diikutsertakan dalam kompetisi dan memenangkannya.

Tapi, ya... tetap saja Kim Dokja merasa senang dan dengan penuh ketulusan ia mengucapkan selamat pada tls123 yang menyatakan bahwa dia akan memberinya hadiah. Entah hadiah apa namun, ia sedikit tidak sabar untuk menantinya.

Kembali pada pencarian novelnya, Kim Dokja menatap lamat layar touchscreen-nya yang tiba-tiba hang. Tidak berjalan dengan baik ketika ia menyentuhnya untuk membaca. Keningnya berkerut lalu tanpa sadar mengangkat kepalanya ketika suasana kereta bawah tanah yang ditumpanginya tiba-tiba sunyi.

Kim Dokja terdiam, seketika mengerti saat matanya tak sengaja berpapasan dengan manik cokelat kemerahan milik seorang yang berdiri sembari memeluk sebuah akuarium. Hanya beberapa detik namun, ia merasa seperti selamanya.

Tak dapat dipungkiri ia sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya bahkan di saat seseorang yang mengenakan pakaian tradisional yang bukan hanbok itu berjalan ke arah kursi kosong di seberangnya yang kebetulan hanya berjarak beberapa kursi dengan seorang anak yang sempat ia perhatikan tadi sedang membawa jaring serangga.

DON'T DIE!Where stories live. Discover now