[008]

1.5K 241 83
                                    


DON'T DIE!

copyright, 20 Agustus 2022

.
.
.


SETELAH mati dan mengulang kembali waktu, Joonghyuk yang saat ini berbaring di tempat tidur dengan napas terengah-engah karena tercekik oleh tangan tak kasat mata hanya bisa menelan ludah yang terasa seperti duri sembari menatap langit-langit kamarnya.

Keringat dingin sebesar biji jagung menetes deras hingga membanjiri tubuhnya yang membeku kaku di kasurnya.

Bayang-bayangan wajah kesakitan Cale yang penuh air mata dengan lebam dan luka di beberapa bagian memenuhi pikirannya. Tatapan terluka dan kecewa yang diarahkan padanya terekam jelas dalam ingatan serta bagaimana lelahnya Cale yang tertidur dalam keabadian.

Darah yang baru ia sadari mengucur deras dari perutnya menyadarkannya bahwa bukan hanya hatinya saja yang dipenuhi luka tapi, juga tubuhnya yang lemah sehingga membuat penyesalan yang ia rasakan semakin menggerogoti jiwa.

Joonghyuk merasa, ia perlu memohon pengampunan pada Cale. Berlutut di kakinya bahkan kalau perlu bersujud untuk mendapatkan maafnya yang telah ia buat menderita.

Joonghyuk sadar, apa yang ia lakukan di regresi keduanya sangatlah keterlaluan. Sangat pengecut dan tidak bertanggungjawab.

Berdalih untuk melindungi Cale dari kematian, ia pun menjauh dan menghindari si rambut merah meski dirinya tahu bahwa itu hanya akan menyiksanya yang tak pernah bisa jika tanpa Cale.

Ia tahu namun, ia mencoba untuk menutup mata dari kenyataan dan malah berpaling ke Lee Seolhwa. Menjadikan perempuan itu pelampiasan agar kekosongan dan kesepian yang ia rasakan tanpa Cale di sisinya dapat terobati walaupun ya, tentu saja itu tak akan berarti apa-apa karena dirinya hanya akan merasa lengkap jika ada Cale bersamanya.

Seandainya saja ia tidak tergesa dan membuat keputusan sepihak dengan sembrono tanpa meminta pendapat terlebih dulu pada Cale, mungkin, regresi keduanya tak akan berakhir memilukan.

Kematian tragis Cale yang terbunuh karena luka yang ia sebabkan menghantarkan kesengsaraan yang membuatnya menggila.

Benar-benar gila.

Tak ada lagi kewarasan dalam hidupnya ketika menapaki jalan penuh duri.

Ia tersesat. Jatuh begitu dalam sampai-sampai membuatnya hilang kendali dalam mengontrol diri sehingga apa pun yang ada di depan matanya ia hancurkan.

Selama Skenario berlangsung, ia yang telah kehilangan tak lagi memikirkan apa pun selain cara untuk mati agar dirinya bisa regresi secepatnya untuk memperbaiki kesalahan dan memohon pengampunan.

Namun, seolah takdir berkata lain. Ia tetap hidup bahkan setelah semua orang yang mengikutinya mati tanpa terkecuali termasuk Lee Seolhwa dan anaknya.

Mereka mati.

Tanpa sedikit pun kata permisi.

Seolah-olah karma, ia kembali menjajaki jalan seorang diri dalam menyelesaikan Skenario demi Skenario hingga akhirnya mati terbunuh.

Dan sekarang, di sinilah ia. Di kamarnya. Di hari yang sama seperti ketika ia bangun setelah mati di regresi pertama.

Memejamkan mata sembari menutup wajahnya dengan lengan, helaan napas panjang yang terdengar berat itu mengalun ke udara. Mengembuskan uap depresi karena kegilaannya masih terasa bahkan setelah ia mati.

Benar.

Ini bukan kebohongan atau pun karangan.

Kekuatannya... serta kemampuannya yang ia dapatkan di regresi pertama dan kedua terbawa hingga ke regresi ketiganya. Berkembang semakin kuat sehingga ia yakin kalau di kehidupan kali ini, ia bisa mencegah kematian Cale.

DON'T DIE!Where stories live. Discover now