50 • Beside Me

165 26 7
                                    

~ Maaf. Meski tidak cukup, tapi hanya itu ~

•••

"Cinta, ayo kita kembali!" Natalia meraih tangan Cinta, untuk mendekat ke arahnya.

Natalia masuk ke dalam ruang rawat Daffa bersama dengan Kamila. Natalia bertemu dengan Kamila di luar, wanita itu bersama seorang pria dan dua perawat yang mendampingi sang dokter. Tiga orang berpakaian putih itu segera memeriksa kondisi Daffa.

"Daf," panggil Cinta terhenti.

"Maafin Daffa ya, mungkin dia sedang tidak stabil karena baru saja siuman." Kamila mengambil tindakan, saat dokter meminta mereka untuk keluar. "Jadi, kamu bisa pulang dulu. Nanti saya kabarin kamu, kondisi terkini Daffa."

"Ayo." Natalia memahami situasi. Ia sudah terbiasa dengan rumah sakit jadi pemandangan itu tidak asing lagi.

"Bu Natalia, saya minta maaf atas pemandangan buruk ini." Kamila merasa bersalah dengan tindakan kasar Daffa.

"Nggak apa-apa." Natalia mencoba maklum, meski sebenarnya berat.

•••

Sudah lima hari semenjak Daffa dikatakan siuman. Pria itu masih berada di rumah sakit, untuk pemeriksaan kornea yang mengakibatkan kebutaan.

"Daf," panggil seseorang.

"Rendy, kan?" tebak Daffa mengenali. Semenjak, tidak bisa melihat. Indra pendengar dan perasanya menjadi lebih peka.

"Iya, ini gue, Daf."

Dari sekian banyak teman atau kenalan yang ingin menjenguk Daffa, hanya Rendy yang lolos, selain keluarga besar Daffa.

"Lo serius nggak mau dijenguk siapa pun? Ujang udah beli tiket, dia mau balik ke Jakarta buat ketemu lo."

"Gue buta, Ren."

"Nggak nyambung, anjir."

Rendy menarik kursi di depan Daffa, memprihatinkan melihat kondisi sahabatnya itu. Daffa bahkan tidak bisa beraktivitas normal, ia perlu belajar banyak hal baru lagi. Demi itu semua, Daffa sudah mengambil cuti kuliah dan mulai belajar huruf Braille di sela waktu luangnya.

"Intinya gue nggak mau ketemu orang lain, selain lo."

"Idih! Spesial banget gue di hidup lo."

"Najis! Btw, Aldi sama Aron gimana?"

"Lo nggak usah khawatir, mereka udah dapat hukuman setimpal. Tante Natalia sampai bayar firma hukum sendiri, untuk membuat dua Bangsat itu dihukum semaksimal mungkin."

"Hmm, thanks infonya."

"Oke," kata Rendy. Ia menoleh ke arah pintu yang tertutup, miris melihat pemandangan yang ia lihat sebelum masuk tadi. "Daf!"

"Apa?" tanya Daffa cuek.

"Cinta ada di luar," kata Rendy memberitahukan.

"Lagi?"

"Iya, gue rasa dia pengen ketemu lo, deh!" Dengan yakin, Rendy mengatakan opini dari pengamatannya.

Melihat Cinta yang sering kali berjongkok di depan pintu kamar Daffa, membuat Rendy merasa tidak enak dengan gadis itu.

Entah, apa yang membuat Daffa tidak ingin bertemu sang kekasih? Intinya, Rendy merasa sangat kasihan pada Cinta.

"Tapi, gue nggak."

"Daff ---"

"Gue buta, Ren!" Lagi-lagi, kebiasaan Daffa untuk mengungkit hal yang sama berulang.

"Lo nyalahin Cinta atas kebutaan lo?" tanya Rendy tajam. Ingin mendengar langsung dari mulut Daffa, dari pada asumsi konyol di otaknya.

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Where stories live. Discover now