36 • We, Break Up?

190 34 18
                                    

~ Aku berjanji untuk menjadi langit yang akan selalu merindukan mentari ~

•••

"Nggak ada alasannya Daffa, Cinta mau putus aja!" Cinta mencoba mendorong dada Daffa, agar pelukan mereka terlepas.

Namun, tidak semudah itu. Sebaliknya, Daffa semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Cinta.

Tatapan orang-orang yang menatap mereka aneh atau karena iri, semuanya Daffa abaikan. Benar-benar seperti definisi, dunia serasa milik berdua.

"Nggak," tolak Daffa tidak bersedia. "Ada sesuatu, kan?!" tebak Daffa peka.

"Nggak ada, Daffa. Please, aku mohon ...."

Masih kekeh, Daffa membenamkan kepalanya pada bahu Cinta, mengirup aroma khas Blooming Bouquet yang memanjakan hidung.

"Gue tahu, lo juga nggak mau putus, kan?" Pelukan mereka terlepas cukup lama. Daffa meraih tangan Cinta, berharap gadis itu bisa berkata jujur. "Jadi, apa alasannya? Kalau lo katakan, mungkin gue bisa mempertimbangkan itu."

Cinta mendongak, mengusap kasar pada cairan bening yang tidak bisa berakting. "Cinta nggak mau Daffa benci dan akhirnya ninggalin Cinta."

Daffa mengusap punggung tangan Cinta lembut, lalu mengecupnya dalam. "Gue nggak benci lo, dan nggak akan ninggalin lo."

"Nggak mungkin! Cinta mohon, Daffa harus mau putus sama Cinta."

"Gue nggak mau putus!" Daffa mengusap wajah gusar, pada akhirnya mereka kembali ke perdebatan yang sama. "Gue janji nggak akan benci apalagi ninggalin lo! Gue sayang sama lo, Cinta."

Hati Cinta benar-benar sakit. Tidak menyangka, bahwa melepaskan Daffa ternyata lebih sulit dari pada, saat ia mengejar cinta pria yang sudah berstatus sebagai pacarnya itu.

Kedua tangan Cinta mengepal erat, membulatkan tekad. Atau, sebaiknya ... Daffa harus tahu, sebelum Amelda yang buka suara.

Mungkin, akan lebih baik jika Cinta yang memberitahukan hal itu pada Daffa.

"Cinta sakit," jujur Cinta, membuka rahasia terbesarnya pada Daffa. "Lemah jantung."

Pandangan Daffa tiba-tiba berubah, Cinta tidak mengerti apa arti dari tatapan Daffa itu.

Dari kesimpulan Cinta, Daffa pasti kecewa dan sebentar lagi, Cinta akan ditinggalkan.

"Gue tahu," akui Daffa santai. Ia memegang bahu Cinta, memastikan gadis itu untuk kembali fokus.

"D-a-f-f-a t-a-h-u?" tanya Cinta terbata-bata.

"Hm." Daffa mengangguk, membenarlan.

"Sejak kapan?"

"Nggak lama setelah gue nemuin obat lo, di rumah gue."

Ah! Benar, Cinta tidak menduga itu. Melihat sikap Daffa yang biasa-biasa saja semakin membuat Cinta curiga.

"Tapi, kenapa Daffa tetap mau sama Cinta?" tanya Cinta ingin tahu, binar mata penuh haru itu merasa bangga pada sang kekasih.

Sentuhan hangat Daffa berikan di pucuk kepala Cinta, karena sang pacar telah berhasil membuatnya merasa ketakutan akan kehilangan seseorang lagi.

Daffa tidak siap dengan perpisahan, entah itu putus atau apalah namanya. Begitulah, Daffa sadar bahwa ia sangat mencintai gadis cantik yang berdiri hadapannya.

"Karena, aku sayang dan cinta sama kamu," bisik Daffa penuh penekanan, memberi penegasan mewakili perasaannya.

"Sudah Cinta bilang, kan, Daffa!" desis Cinta kesal sendiri. Bukannya baper, ia malah menegur Daffa. "Kalau Daffa ngomong sama Cinta itu, pakai aku-aku, atau gue-gue. Daffa jangan labil, dong!"

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Where stories live. Discover now