31 • The Umbrella

224 40 29
                                    

~ Bersamamu, membuatku lupa waktu. Bahkan, jika hujan aku tidak butuh lagi payung. Tapi, kamu yang aku cari ~

•••

Pertemuan keluarga adalah satu hal yang tidak pernah Daffa suka. Bisa dibilang, ia membencinya.

Namun, karena perintah Erwin, Daffa tetap harus berhadir, meskipun ia tidak ingin melakukannya.

Di ruang tamu, sebuah studio kecil berlatar ungu muda dengan hiasan balon dan ornamen pelangi terlihat menggemaskan.

"Ayo, Daffa ... kita foto bareng!" Kamila mengajak Daffa, mencoba menggandeng lengan putranya, dan langsung ditolak mentah-mentah.

"Nggak usah!" ketus Daffa.

Selesai sesi foto bersama empat anggota keluarga itu. Daffa menemui ayahnya. Mengambil posisi duduk di sebelah Erwin, pandangan Daffa mengamati sekitar.

Parayaan ulang tahun Starla, yang ke-delapan bulan dirayakan dengan sedikit tamu. Hanya beberapa kerabat dekat saja, yang diundang. Suasana rumah pun, terlihat ramai.

"Senang 'kan, kalau kita bisa kumpul begini ... bersama-sama."

"Maksud, Papa?"

"Daffa tinggal di sini aja, sama Papa."

"Nggak! Daffa tetap akan tinggal di sana. Papa sudah punya Tante Kamila dan Starla!" tolak Daffa kekeh.

Erwin tidak bisa lagi memaklumi sifat keras kepala sang putra yang sama seperti dirinya di masa muda. Tapi, sebagai kepala keluarga, ia tidak bisa membiarkan Daffa hidup sendirian lebih lama lagi. Erwin ingin Daffa bergabung dan menerima keluarga kecilnya.

"Daffa, dengerin Papa ...."

"Apa lagi, Pah? Papa mau menggantikan foto keluarga Daffa dan Mama ...." Daffa menunjuk dinding, pada foto keluarga besar yang masih terpampang nyata. Di mana, mendiang mamanya---Bulan dan Erwin terlihat penuh cinta, memangku jagoan kecil mereka, Daffa. "Dengan foto yang barusan kita ambil, tadi?"

"Kamu belajar melawan seperti ini, dari mana?"

"Papa boleh melupakan Mama dan jatuh cinta sama orang lain. Tapi, Daffa tidak sama kayak Papa!"

Melihat sang putra tersulut emosi, Erwin hanya punya satu cara.

"Pindah ke sini. Karena, Papa akan jual rumah peninggalan Mama."

"Papaaa!"

Daffa melihat ke arah Erwin, ayahnya beranjak dari kursinya. Menghampiri beberapa orang untuk menyapa mereka.

Daffa mengepalkan tangan kuat. Apapun yang terjadi, Daffa tidak akan melepaskan satu-satunya harta peninggalan Bulan yang tersisa.

Menatap pada cuaca yang tidak baik. Jelas, menggambarkan suasana hati Daffa.

Langit hitam dan angin kencang mengamuk, meluapkan emosi dengan tumpahan bulir air yang mulai menggenang di tanah.

Daffa meraih kunci motor, tanpa berpamitan pada siapapun. Ia beranjak pergi, menerobos cuaca buruk itu.

Seperti suasana hatinya yang suram.

•••

Hujan lebat, membuat gadis pembenci hujan itu, hanya bisa rebahan dengan selimut yang membungkus tubuhnya sambil menonton beberapa serial kartun lucu.

Tawa Cinta pecah. Tayangan itu terhenti otomatis, saat notif panggilan muncul di layar utama ponselnya.

"Daffa?" tanya Cinta sambil mengucek mata.

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Where stories live. Discover now