09 • Jauh Dekat

218 44 24
                                    

~ Tidak berhak menyalahkan orang lain. Karena, salahku yang jatuh cinta ~

•••

Tangan Cinta mengepal erat, ia menguatkan diri. Pria pemilik lidah kejam itu, meninggalkan Cinta seorang diri di dalam kelas.

Menatap pada kekosongan ruangan, mata Cinta berkaca-kaca. Tidak ada seseorang pun yang memperdulikannya.

Bahkan, Daffa yang dulu pernah menawarkan bantuan padanya. Telah berubah. Pria itu tidak lagi membawa kehangatan dalam hidup Cinta, yang Cinta tahu ... bahwa cahaya itu semakin jauh untuk bisa ia digapai.

Beberapa tetes bulir air mata berhasil lolos dari pelupuk mata. Cinta terisak dalam keheningan ruang kelas, menutup mulut dan menahan agar suara tangisnya tidak terdengar.

"Cinta nggak boleh nangis ...." Gadis cantik itu menguatkan diri. Mulutnya terkatup rapat, berusaha keras agar bulir-bulir itu berhenti berjatuhan. "Daffa nggak suka cewek cengeng."

Setelah melepas semua kesedihannya, air mata Cinta benar-benar kering seperti musim kemarau.

Kringggg~

Suara bel itu, membuat Cinta bergegas menuju mejanya. Belajar dari pengalaman, Cinta tidak akan meninggalkan ponsel dan dompetnya lagi di dalam kelas.

Saat beberapa orang bergegas menuju kelas mereka masing-masing. Cinta sebaliknya. Sebelum diusir, is lebih memilih untuk pergi. Hukuman yang diberikan Bu Jamilah padanya belum selesai. Jadi, selama dua jam pelajaran matematika ke depan. Cinta hanya akan berada di luar kelas.

Berada di luar kelas dan tidak masuk saat jam pelajaran berlangsung memang menyenangkan. Cinta setuju dengan itu.

Tetapi, ia hanya berkeliaran mondar-mandir tidak punya tujuan. Jika saja, Cinta penyuka buku. Maka perpustakaan adalah tempat yang pas untuknya. Sayangnya, Cinta tidak begitu.

Bagaimana dengan kantin? Cinta baru saja dari sana, sebanyak dua kali untul membeli cemilan. Tempat itu, sama sekali tidak membuatnya betah.

"Coba aja ada Daffa di sini, pasti Cinta nggak sebosan ini," gumam gadis cantik itu. Tiba di lokasi pilihannya, Cinta memilih untuk duduk di kursi taman sekolah, sambil menghirup udara segar. Menunggu dengan sabar, dua jam yang lambat itu berakhir.

***

Arsya yang baru keluar dari ruang OSIS, mengerjapkan mata, ia mengenali siluet gadis cantik yang terlihat tidak asing itu.

Dalam langkah ringan dan pelan, Arsya berusaha menghampiri gadis yang ia yakini adalah Cinta.

Melihat Cinta fokus memandang langit, Arsya jadi tidak mau menganggu konsentrasi gadis itu.

Dalam langkah minim suara, Arsya berdiri di belakang Cinta dengan senyuman usil. Tangan Arsya bergerak untuk meraba bahu Cinta.

"Dorr!" teriak Arsya, ia menepuk pelan pundak Cinta jahil.

Membuat Cinta berteriak kaget. "Eh, apa tuh!" latah gadis cantik itu. Ia menoleh ke belakang dan menemukan wajah tidak berdosa pelaku yang nampak usil. "Arsya, ngagetin banget, ishh!"

"He he he, sorry." Arsya menyahut, tidak lama ia mengambil posisi duduk di ujung kursi membuat bahunya dan bahu Cinta bersentuhan sangat rapat. "Lo ngapain di luar kelas?"

Cinta menggeser posisi duduknya menjauh, memberi ruang agar Daffa punya lebih banyak space untuk duduk dan tidak berdempetan.

"Cinta dikeluarin di jam pelajaran Bu Jamilah." Cinta menjawab tenang. Gadis itu menoleh ke arah Arsya, terlihat bangga. Sambil menunjukan satu jari telunjuknta. "Selama satu bulan, hukuman! Jadi, Cinta nggak boleh masuk pembelajaran Beliau."

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Where stories live. Discover now