𝖊 : lembar 31 ✿

681 57 9
                                    

Orang berpakaian serba hitam itu tersenyum puas ketika ia berhasil mengenai sasarannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Orang berpakaian serba hitam itu tersenyum puas ketika ia berhasil mengenai sasarannya. Dia berhasil membuat bocah-bocah didepannya mematung dan menangis histeris. Tapi ada rasa kecewa karena pada awalnya, ia menyasarkan bocah yang paling bawel. Namun, bocah itu diselamatkan oleh saudaranya yang lain.

"RAKA!"

Teriak dan tangis histeris keturunan Adinata berbalapan memenuhi ruangan. Semuanya mengerubuni adik mereka, adik paling kecil mereka. Adik yang seharusnya mereka utamakan keselamatannya, kini malah terancam. Adik kesayangan mereka penuh darah.

Si pelaku hanya tersenyum menyeringai melihat peristiwa dramatis yang sedang berlangsung dihadapannya. Tanpa mereka tau, orang yang tadi sedang memilih sasarannya lagi.

Sebilah pisau pun dikeluarkannya oleh dalam saku, dan di ayun-ayunkan sebagai pemanasan.

Anggasta adalah sasaran berikutnya.

Tapi anehnya, setelah kapak itu tertancap pada ubun-ubun Raka, dan mengeluarkan banyak darah, Raka sama sekali tidak terbaring lemas. Raka masih berdiri tegap dengan pandangan kosong menatap orang yang melemparkan kapak itu padanya.

Hanya Raka yang melihat orang itu kembali menentukan sasaran, dan Raka tidak akan membiarkan orang itu melakukan sesuatu buruk yang dapat mencelakai saudaranya yang lain.

Dengan gampangnya, dan tanpa raut kesakitan, Raka mencabut kapak yang tertancap pada kepalanya. Hal itu pun tak lepas dari pengamatan saudaranya yang lain. Sontak, tangisan para saudaranya terhenti.

Raka berjalan dengan angkuh, dan mata menyalang marah pada orang berpakaian hitam itu. Bukan hanya para saudaranya saja yang merasa takut sekaligus tercengang, si pelaku yang menyebabkan Raka pun sama takutnya.

Orang itu mundur sedikit demi sedikit ketika Raka semakin dekat dengannya. Orang itu tau bahaya sedang mengincarnya, dan pelaku berbahaya itu ada didepannya. Bocah yang tadinya ia kira akan mati ditempat, malah kembali menyerangnya.

Hampir saja kapak itu kembali melayang menyerang si pemiliknya balik, suara orang baru menginterupsinya,

"TUNGGU!"

Arkana terkejut, lagi. "Bayu? Bagaimana-"

"Maafkan kakakku, kumohon!"

"Kak Bayu?" Raka memiringkan kepalanya dengan ekspresi datar dan sedikit ada unsur menantang di wajahnya. "Orang ini," Raka menunjuk orang berpakaian hitam itu dengan kapak pada genggamannya, "Orang ini adalah kakakmu?"

Bayu, teman dekat Arkana itu sedang terisak seraya mengangguk membenarkan pertanyaan Raka.

Setelah mendapatkan jawaban dari Bayu, Raka malah langsung menancapkan kapak pada dahi milik kakak Bayu. Raka telah membalasnya.

Bayu menopang tubuh sang kakak yang telah tumbang, tak tertinggal dengan tangisannya menangisi sang kakak.

"Dia bukan kakakmu. Dia hanya raga dari kakakmu. Jiwanya telah pergi. Jiwanya telah musnah!" Ujar Raka tegas.

Tak ada yang mengira. Raka menjadi orang yang berbeda. Raka yang berada didepan mereka, bukan Raka yang mereka kenal. Raka didepan mereka berani membunuh orang.

"Raka?"

"Aku sudah mati!" Raka berbalik dan mengatakan itu dengan penuh amarah.

Mereka terdiam.

"Raka, ini bukan waktunya untuk bercanda!" Timpal Arkana tak kalah teriak.

"Aku nggak bercanda, abang!"

"Raka yang selama ini bersama kalian itu, sebenarnya cuman arwah. Yang Mashika maksud tentang salah satu jiwa yang hilang itu juga Raka. Raka udah mati dari dulu, abang! Tapi, Raka mati bukan karena kehendak Raka sendiri,"

"Raka mati karena perjanjian kakek sama arwah lain."

"Raka-"

"Raka masih ingin hidup. Raka masih mau bersama kalian disini. Raka nggak mau harus beralasan kalau Raka nginap di rumah nenek, yang aslinya padahal Raka harus ngumpulin energi biar bisa muncul didepan kalian."

"Sejak umur tiga tahun Raka udah ngga bisa napakin kaki di tanah. Arwah Raka tertahan karena harus nemenin kalian disini."

Berakhir dengan Raka yang terduduk meringkuk dilantai membiarkan telapak kakinya tenggelam dalam darah miliknya sendiri. Saudaranya perlahan mendekat, tak terkecuali Bayu yang melepaskan kakaknya terkapar tak bernyawa.

"Maaf." Hanya satu kata yang Arkana bisa ucapkan pada adiknya. Hatinya begitu sakit. Dirinya juga kecewa pada keluarganya sendiri. Keluarga yang selama ini dipandang keluarga harmonis, nyatanya membunuh anaknya sendiri.

Raka mendongak menatap lamat wajah para saudaranya disertai senyuman. Raka menangis. Arkana tak dapat menahan dirinya untuk tak memeluk adiknya, segeralah Arkana menarik dan mendekap Raka dalam pelukannya. Namun Arkana tak dapat merasakan hangat tubuhnya Raka.

"Abang, aku lagi mode capek. Energi ku terkuras. Aku lagi transparan. Peluk akunya nanti aja, ya?"

"Raka kamu jahat! Kenapa kamu nggak ngasi tau kita dari dulu? Kenapa kamu nutup ini rapat-rapat? Aku marah sama kamu, Raka!" Kesal Anggasta membuat Raka menengok.

"Aku takut kalian bakal kabur. Kalau kalian kabur, aku semakin gabut berkeliaran di dunia kehidupan. Tapi sekarang aku tenang, kalian masih terima aku."

frumpoussun Ⓒ︎ 240622

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

frumpoussun Ⓒ︎ 240622

[2] adinata ; enhypen ✓Where stories live. Discover now