𝖍 : lembar 15 ✿

466 74 26
                                    

Arjuna dan Anggasta menuruni mobil dan berlari masuk ke dalam pekarangan rumah kampung mereka seraya mempertahankan tautan tangan mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Arjuna dan Anggasta menuruni mobil dan berlari masuk ke dalam pekarangan rumah kampung mereka seraya mempertahankan tautan tangan mereka. Kedua bocah laki-laki itu tampak lucu ketika berlari dengan rambut yang tuing-tuing, ditambah lagi mereka berdua bergandengan tangan. Jika orang baru melihat mereka, mereka tampak seperti anak kembar walau aslinya beda setahun.

Keluarga besar dari bagian ayah Adinata baru pulang setelah mengadakan acara piknik minggu. Meninggalkan tiga orang yang tak lain ; Arkana, Arsa dan Rayden, karena ketiganya tak kunjung bangun. Sehingga, sang kakek memutuskan untuk meninggalkan ketiganya dirumah yang dikelilingi pohon-pohon besar yang mempunyai aura gelap.

"ABANGG!!" Teriakan kedua bocah tengil itu melegar ke penjuru ruangan rumah. Untungnya rumah kediaman sang kakek dan nenek terpencil. Tetangga pun mereka tidak punya.

"Juna ke kamar bang Arsa sama bang Rayden. Aku ke kamar bang Kana, oke?" Anggasta membagi tugasnya pada adik kecil beda satu tahunnya, dan dijawab anggukan semangat dari Arjuna.

Keduanya pun berpencar pergi, melangkah ke arah langkah kaki membawa mereka.

"A .. bang?" Pintu kamar yang ditempati Arkana terbuka menciptakan celah kecil. Tak biasanya kakak tertuanya membiarkan pintu terbuka seperti itu?

Pintu tua yang entah sejak tahun berapa itu dibuka oleh Anggasta, menimbulkan suara decitan. Didalamnya, tampaklah Arkana yang tertidur? Di pojok tempat tidur dengan keadaan posisi terduduk, sambil memeluk guling erat seakan menjadikan guling tersebut sebagai tamengnya.

"Abang!" Anggasta meninggikan nada suaranya, namun Arkana tak kunjung bergerak sedikit pun. Aneh juga, biasanya Arkana gampang bangun jika timbul suara-suara sekalipun suara kecil di sekitarnya.

Mulai bosan karena tidak dihiraukan Arkana, Anggasta berlari ke kamar mandi dan mengisi satu ember dengan air penuh. Diseretnya ember berisi air itu ke dekat tempat tidur oleh Anggasta. "Abang kalo gak bangun, aku siram ya?" Anggasta mulai mengancam.

"......"

"IHHH ABANGGG, BANGUN!!"

Bahkan hingga Arkana terjatuh menjadi posisi terlentang karena pukulan guling oleh Anggasta, Arkana tak kunjung bangun.

"Eh? Abang pingsan?!" Anggasta baru menyadari satu hal penting. Dan kini yang harus ia lakukan adalah,

"BUNDAAAA!" Suara melengking itu tersorak bebas bersatu dengan angin-angin yang menumpang lewat hingga sampai di telinga bunda Adinata. Bunda Adinata yang bahkan baru menginjakkan kakinya di depan pintu gerbang pun mendengar jelas teriakan putra kelimanya, dan langsung berlari panik mencari pusat teriakan itu bersumber.

Tiba-tiba sekedip mata Anggasta, kamar Arkana udah rame dipenuhi satu keluarga besar. "Perasaan aku cuman manggil bunda?" Anggasta menggumam.

"KENAPA? ADA APA? INI ARKANA KENAPA?" Bunda panik banget. Pipi Arkana bahkan udah ketampar-tampar, mungkin kalo di zoom bakal terlihat jiplakan lima jari milik bunda Adinata.

[2] adinata ; enhypen ✓Where stories live. Discover now