𝖏 : lembar 26 ✿

370 56 10
                                    

"Tersenyum kemenangan karena berhasil menjebak kita, maksud abang?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Tersenyum kemenangan karena berhasil menjebak kita, maksud abang?"

Arkana tidak mengelak akan pertanyaan yang baru saha Angkasa lontarkan barusan padanya. Arkana juga tidak tau, senyum Mashika begitu misterius. Arkana juga mengingatkan pada dirinya, bahwa Mashika adalah salah satu dari arwah yang membuat dirinya dan keenam saudaranya mengalami masalah yang menyangkut nyawa.

Arkana ingin menghampiri arwah itu, tapi, bagaimana caranya ia keluar? Bahkan sampai sekarang pun, jalan keluar belum ditemukan.

Seakan tau apa yang Arkana niatkan, Mashika yang berada jauh didepan sana, menulis dengan gaib pada jendela depan mereka menggunakan cairan merah kental yang tak lain adalah darah. Disana, tertulis sebuah perintah yang kegiatannya sedari-tadi dihindari oleh mereka.

Memang dari awal mereka kompak menolak untuk ke atas setelah Arkana bilang, ada dia yang lebih kuat diatas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Memang dari awal mereka kompak menolak untuk ke atas setelah Arkana bilang, ada dia yang lebih kuat diatas. Walau menolak, Arkana tetap memaksa para adiknya untuk ke atas, karena ia berharap di atas ada jalan untuk keluar dari bangunan menyeramkan ini.

"Kenapa kita harus mematuhinya? Bisa jadi dia menjebak kita lagi." Arsa mendengus lalu menengok pada Arkana disampingnya. "Apa kita akan melakukannya?"

"Mashika."

"Abang! Ngapain malah dipanggil, bego!" Kata Arjuna sedikit berteriak.

"Tamatlah riwayatku jika hantu itu kembali muncul didepanku," Lirih Angkasa, lalu bergerak menyempil di tengah-tengah Arkana, dan Arsa.

Mashika benar-benar menghilang setelah sedetik Arkana menyebut namanya. Ia menghilang dari pandangan mereka. Hal itu, membuat mereka kembali menggidik ngeri.

Tiba-tiba, bahu Angkasa ditoel oleh jari dan membuat pemilik bahu itu histeris memejamkan mata, enggan menoleh kebelakang dan mengeratkan genggaman tangannya pada lengan Arkana, dan Arsa.

"TADI YANG DIBELAKANGKU ASTA, 'KAN? JANGAN TOEL-TOEL!"

"Riwayatmu tidak tamat, tau! Karena aku tidak muncul didepanmu, namun dibelakangmu. Hehehe."

"Hah? Apa, sih! Asta kenapa? Itu suaranya Asta, 'kan? Terus, kenapa mendadak hening gini semua?" Sungguh, sekarang juga Angkasa ingin menangis ketakutan. Angkasa masih enggan membuka matanya, takut akan hal-hal menyeramkan yang tak ingin ia lihat.

"Kasa kalau tidak kuat nangis saja. Aku tau kamu ingin menangis. Apalagi jika kamu tau, yang tadi berbicara memang suara Asta, tapi Asta kesurupan." Lirih Langit dengan memelankan suaranya pada dua kata paling akhir.

Angkasa sontak membuka matanya bersamaan dengan melepas genggamannya dan menoleh kebelakang, tepat menghadap Anggasta.

Namun sedetiknya, Angkasa berbalik lagi. "Oh, Tuhan. Aku kira tidak seram. Tapi tatapan Asta yang kosong itu, lebih menyeramkan dari wujud asli hantu itu."

Arkana pun berdecak dibuatnya. Dengan malas ia membalikkan kembali tubuh Angkasa agar berbalik menatap Anggasta. "Jangan lebay. Kembaranmu saja daritadi menatap Asta terus."

"Asta lucu, bang."

"Goblog. Masih aja bucin Asta di keadaan genting begini."

"Oke, kita balik ke topik. Aku memanggil mu agar kamu ga kesusahan nulis-nulis segala gitu. Tapi kenapa kamu malah merasuki adikku?"

Mashika yang berada didalam tubuh Asta menggerakkan bahunya, melakukan gerakan menggidikkan bahu. "Aku tidak bisa masuk kemari tanpa perantara. Kamu tau? Dia yang berada di atas mengenali aura milikku. Aku takut jika nantinya akan memperparah keadaan.''

"Hantu penjebak sepertimu bisa takut dengan hantu lain juga ternyata." Arjuna menambahi.

"Kalian masih mengingat kejadian itu rupanya .." Cicit Mashika yang tentu mengundang emosi mereka.

"Bagaimana aku tidak ingat? Nyawa ku hampir terbawa gara-gara kamu."

"Itu bukan aku, sungguh. Aku─ aku berani bersumpah demi roh ku yang masih tersesat disini!" Tegas Mashika.

Arjuna mengernyit tak percaya. Bukan hanya Arjuna, namun sama dengan saudaranya yang lain, terkecuali Arkana dan Raka?

Tak kunjung mendapat sebuah respon kepercayaan, Mashika menatap Arkana memelas, "Aku tau kamu mengetahui bahwa itu bukan aku."

Dan anggukan kepala dari Arkana cukup membungkam dan membuat kaget para adiknya.

"Raka, kamu kok nggak kaget? Kaget dong! Malah senyum-senyum!?" Tegur Arjuna.

"Aku 'kan menahan tawa untuk tidak mengetawakan kebodohan kakak-kakakku."

"Langit orang sabar. Langit orang ganteng." Kata Langit seraya tangannya menepuk-tepuk bahu sang adik─ Arjuna, yang agak terkena mental.

"Bisa kita fokus? Aku tidak bisa membiarkan rohku berlama-lama berada dalam tubuh Anggasta." Kata Mashika menginterupsi.

Setelah memastikan keadaan sunyi kembali, Mashika pun membuka suara,

"Diatas, ada dia yang sedang marah. Dia arwah yang berada di sekitarmu selama ini, Arkana." Mashika pun menatap Arkana. "Dia cukup hebat menyembunyikan dendamnya, hingga biodatanya tak kunjung terungkap."

Mendengar soal biodata, salah satu keturunan Adinata itu sedikit sensitif dan tersentak akibat topik yang agak menyindirnya.

"Ini memang sudah waktunya dia membawa kalian ke tempatnya, dan hendak mengambil jiwa kalian."

"Mengapa? Mengapa dia membutuhkan jiwa kita?" Tanya Angkasa.

Mashika menggeleng pelan, "Bukan hanya jiwa kalian. Jiwa ku, dan beberapa korban sebelumnya juga telah menjadi mangsanya. Dia mengincar jiwa-jiwa kesedihan."

"Aku anaknya hepi femeli dan tidak pernah jadi sad boy. Kenapa aku juga?"

Arjuna pun dengan malas menoyor kepala Arsa. "Jangan ngelawak dulu kamu, tolol."

Arsa membatin dalam diam. Sabar, Arsa. Dia Arjuna. Arjuna nggak boleh dikasarin, harus dilembutin.

"Jauh dalam jati diri asli kalian, kalian tidak lengkap. Salah satu dari kalian menghilang, dan diri kalian membutuhkan salah satu saudara itu."

´Nahkan, anjing. Beneran dibahas. Eh? Yatuhan, maaf toxic.' Batin si dia yang tidak terungkap jati dirinya.

"Lalu maksudmu, kenapa kita harus ke atas? Apa tidak ada jalan keluar selain menghadapinya?"

Mashika menggeleng kembali. "Tidak. Ini sudah seperti alamnya. Jika kalian ingin keluar, maka kalian harus menghancurkan alamnya."

"Kita butuh Thanos."

"Angkasa goblok."

frumpoussun Ⓒ︎ kaila : 070522

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

frumpoussun Ⓒ︎ kaila : 070522

[2] adinata ; enhypen ✓Where stories live. Discover now