[2] adinata ; enhypen ✓

𝖍 : lembar 05 ✿

Terhitung enam jam lebih? Arkana mengurung dirinya di dalam kamar miliknya setelah kejadian sekolah usai. Keluarga Adinata panik dibuatnya. Pasalnya, putra sulung mereka tidak pernah uring-uringan layaknya laki-laki remaja yang sedang jatuh cinta.

Bunda Adinata mengetuk kamar bernuansa gelap milik putra sulungnya, perlahan. "Kana, sayang? Buka pintunya dulu .. nak. Kata Arsa, Kana belom makan siang ya?" Bunda Adinata beserta ayah Adinata baru kembali dari tempat hari tua mereka, dan langsung dihadapi oleh masalah dari putra sulungnya.

"Tadi aku uda bilang kayak gitu, bun. Tapi abang tetep gaada pergerakan." Adu Angkasa di angguki setuju oleh saudaranya.

Ayah Adinata mengelus rambut sang istri pelan, bermaksud menenangkan. "Kunci serep, udah ketemu?" Ucapnya menatap pada anak-anaknya. "Tadi aku nyuruh Raka buat ambil. Tapi Raka ga balik-balik dari basement." Jawab Anggasta, lagi lagi menambah masalah.

"Ya tuhan."

Di dalam selimut yang menggulung, Arkana disana. Matanya berair. Kejadian terakhir di sekolahnya masih terngiang di benaknya. Bagaimana sosok korban bunuh diri itu menatapnya, dengan darah merembes di sekujur tubuhnya. Paling parahnya lagi,

Sosok itu mengikutinya hingga sampai rumah.

Merasa selimutnya tersingkap, Arkana langsung kembali menarik selimutnya. Tak henti-hentinya Arkana merapalkan kalimat 'jangan ganggu aku' karena dirinya tak menghafal mantra pengusir setan.

Tubuhnya menegang bahkan bisa terlihat gemetar ketika hawa dingin menyelimuti kamarnya lagi.

"Abang?"