𝖏 : lembar 20 ✿

454 68 8
                                    

00

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

00.13, 20 April, Arsa Adinata resmi menginjak umur tiga belas tahun. Setelah tiupan angin keluar dari mulut Arsa hingga mematikan dua lilin berbentuk angka itu, Arsa sendiri merasakan hal yang aneh.

"Waw!, seperti terlahir kembali." Gumam Arsa bercanda, membuat kelima saudaranya terkekeh canggung oleh lontaran garing Arsa.

Senyuman bahagia terukir pada masing-masing wajah mereka. Tanpa Arkana yang ikut serta, Arkana menilik Arsa tanpa sedikitpun menolehkan pandangan matanya dari sang adik. Ada yang aneh. Suasana yang hanya bisa dirasakan oleh Arkana seorang.

Tanpa Arkana sadar, Arsa ikut menatap sang kakak, dan yang mana kini keduanya seakan berlomba untuk tidak terkedip.

Sepasang manik elang itu sedikit bergetar setelah tak sengaja melihat kesamping Arkana. Badan Arsa mendingin dan tak bisa digerakkan. Juga, mungkin jantungnya ikut tak berdetak beberapa detik. Dirinya termenung mematung begitu saja.

Hal itu. Hal menyeramkan itu. Pertama kali matanya lihat. Dan ingatkan juga, ini terjadi saat tengah malam. Ah, Arsa lupa hal itu.

Arkana menaikkan sebelah alisnya, kepalanya ikut memiring bingung. Kenapa wajah adiknya memucat? Apa Arsa kaget akan ketampanan wajah milik Arkana? Arkana pikir begitu.

"Hei? Kenapa?" Arkana melambaikan kelima jarinya guna membuyarkan lamunan Arsa. Pertanyaan ambigu yang barusan Arkana lontarkan juga mengundang rasa penasaran dari kelima adiknya yang tadinya sibuk colek-mencolek cream kue.

"Abang ..

.. kenapa ada dua?"

Arkana sontak menoleh ke arah kanannya, namun tidak menemukan apapun. Begitupun dengan kelima adiknya yang sedang terduduk di tepi kasur, dengan wajah yang kompak memiring bingung.

"Abang ngantuk, ya?" Celetuk Anggasta, dan dijawab gelengan lemas oleh Arsa.

"Dia tersenyum." Kata Arsa sambil masih mempertahankan mimik wajahnya yang mematung pucat.

Arkana takut. Takut akan ketakutan yang selama ini dirinya cegah, akan terjadi sekarang.

"Siapa yang tersenyum?" Arkana menepuk pelan, menenangkan Arsa sambil menanyakan dengan nadanya yang lembut. Mencoba meyakinkan sang adik, bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Tapi yang Arkana dapat malah Arsa yang menepis kasar tangan Arkana yang bertengger di bahu Arsa sebelumnya. Pandangan Arsa menajam, dan menjauh dari Arkana.

"Jangan coba-coba menyentuhku, penipu!" Kata Arsa galak.

Arkana tercengang. Apa maksudnya? Kenapa dirinya tidak bisa melihat kejadian yang sebenarnya?

"Abang ada dua?" Arkana menunjuk dirinya, lalu dijawab anggukan oleh Arsa. "Dimana yang satunya?" Tanyanya lagi.

"Bodoh. Kalian berdua mencoba menipuku? Kalian bersebelahan, loh. Ayo jujur, dimana abangku yang asli!" Sargas Arsa galak, bukannya menjawab pertanyaan yang lebih tua.

[2] adinata ; enhypen ✓Where stories live. Discover now