ENAM PULUH SEMBILAN: PAGI YANG MENGGEMASKAN

Mulai dari awal
                                    

Alexander turun dari motornya sambil membuka helm. Ia melangkah menyebrangi pagar lalu menyipitkan mata seoalah ia dektetif.

Evalina paling tidak kuat jika diperhatikan seperti ini. Bikin salting aja deh. "Apa?" desis Evalina berusaha membuang muka karena tidak mau melihat mata indah itu.

Cowok itu menjulurkan tangannya sambil berucap. "Jangan bergerak."

Jemari cowok itu merapikan helaian rambut Evalina yang sedikit berantakan. Ini nih yang buat hati Evalina nyaris meletus. Sikap manis cowok itu yang suka tiba-tiba buat ia meleleh begitu saja.

Niat ingin melupakan dan mengubur perasan jadi sirna begitu saja. Daya tariknya begitu dahsyat luar biasa hingga ia tidak dapat menolaknya. "Gue baper loh lo gituin."

Alexander hanya memandangnya beberapa detik lalu meraih tangan perempuan itu untuk ikut naik ke atas motornya.

Evalina melirik tangannya, dadanya selalu berdesir tak karuan ketika dipegang begini dengan cowok itu. Evalina menghela napas agar tetap tenang.

"Alexander... gue mau ngelupain lo." lirih Evalina menarik tangannya dengan terpaksa.

Walaupun sebenarnya dipegang selama dua puluh empat jam pun sebenarnya ia tidak masalah. Namun, ia harus sadar Alexander sudah punya orang. "Kalau gue sama lo ketemu terus gimana caranya gue bisa jauhin lo."

"Dan lo juga harus ingat, lo itu sudah punya pacar. Dan pacar lo koma. Lo harusnya hargai perasaan pacar lo itu. Bukannya malah jemput cewek lain." semprot Evalina kepada Alexander.

Jujur ketika mengatakan itu sebenarnya hatinya hancur. Ia seperti tidak rela jika Alexander memiliki kekasih. Tapi yang ia bingungkan kenapa cowok itu tidak pernah memberitahunya jika sudah memiliki pacar. Oh iya, buat apa juga kasih tahu, kan, mereka juga hanya sebatas teman.

"Gue belum punya pacar kok." pengakuan itu keluar langsung dari bibir merah cowok itu.

Evalina membulatkan mata. Hah? Apakah ia salah dengar?

"Cewek yang di rumah sakit itu pacar lo, kan." Perempuan itu mengingatkan Alexander karena mungkin saja cowok itu mendapatkan penyakit pikun mendadak.

Cowok tinggi itu berdeham. "Hubungan gue sama dia lebih dari itu..."

"Apa? Lo sudah nikah sama dia." potong Evalina cepat.

Pingin rasanya Evalina berkata-kata kasar. Kalau sudah punya hubungan lebih dari pacar buat apa ia sekarang ke rumahnya! Mau bikin baper doang terus ninggalin. Punya hati enggak sih!

"Berarti gue enggak ada kesempatan sama sekali dong." Evalina langsung membekap mulutnya sendiri. Bisa-bisanya ia keceplosan dalam keadaan genting begini.

Alexander menepuk jidat Evalina pelan. "Gue belum selesai ngomong kenapa lo potong langsung."

"Dia itu sahabat gue sejak kecil." ungkap Alexander dengan matanya berbinar.

"Terus kok adik lo bilang dia pacar lo?" Selidiknya dengan mata menyipit.

"Adek gue itu sudah dekat sama sahabat gue. Dia berharap gue sama Malaika pacaran." jawabnya enteng.

Evalina mulai mengerti sekarang. Pantas aja adik Alexander seperti tidak menyukai kehadirannya. Ternyata ia sudah punya calon sendiri untuk abangnya.

Tapi Evalina masih belum yakin. Bisa aja kan cowok itu berkelit. "Ini lo nggak bohong, kan. Kenapa lo enggak bilang tadi malam."

"Buat apa gue bohong. Bikin dosa nambah aja." desisnya datar lalu naik ke atas motor. "Gue mau jelasin tadi malam tapi lo nangis seperti orang gila. Lo enggak bakal dengerin gue."

Tahu enggak sih jika habis hujan terbitlah pelangi. Itulah yang Evalina rasakan. Semalam hatinya benar-benar diterpa badai, gempa bumi, halilintar, angin ribut, puting beliung yang membuat perasaannya porak poranda dan sekarang terbit sebuah pelangi yang melengkung indah memberikan warnanya yang seketika mampu menerangi hatinya yang sudah persis mati lampu.

Sejak semalam entah mengapa Evalina susah mengulas senyum. Tetapi pagi ini, tanpa berusaha semaksimal mungkin senyumnya terbit begitu saja. Hatinya kembali mendapat secercah harapan. Dan ini tandanya ia masih memilki kesempatan.

"Berarti gue masih ada harapan dong." ujar Evalina sambil naik ke atas motor besar Alexander.

"Harapan apa?" Cowok itu menyipit melihat Evalina dari spion.

"Harapan jadi pacar lo lah." Perempuan itu memeluk erat tubuh Alexander dari belakang sambil tersenyum lebar.

Sumpah sih ini memang ia sudah kelewatan kesemsem atau kegatelan sampai-sampai enggak tahu malu memeluk erat Alexander dan tidak peduli cowok itu suka atau tidak dipeluk dengannya. Namun, seingatnya, cowok itu juga memeluknya tadi malam. Anggaplah ini sebagai pembalasannya. Hehehe.

Alexander seperti biasa langsung mengeluarkan karakter robot konsletnya. "Gue enggak mau jadi pacar lo."

Di belakang motor Evalina memberengut namun kemudian kembali menarik sudut bibirnya untuk tersenyum. Ia sudah hafal sifat cowok itu. Kalau tidak mau jadi pacar ya buat apa coba ia ada di dekatnya terus.

Mau kasih harapan doang?

Tapi kata hati Evalina tidak pernah salah, ia merasakan cowok itu sepertinya juga suka dengannya. Maaf ya kalau kepedean. Tapi, kan, ini cuma perasaan saja. Namun, semoga saja tidak salah.

"Kalau enggak mau jadi pacar... ya udah, jadi suami-istri aja kalau gitu. Hehehe." sembur Evalina membuat Alexander segera menutup kaca helmnya agar tidak ketahuan sedang tersenyum. Evalina sendiri sudah cekikikan di belakang tubuhnya.

Ah, pagi yang sangat menggemaskan!

***

BERAPA RATE UNTUK BAB INI?!

SENYUM-SENYUM SENDIRI, KAN.

KANGEN YAA SAMA SI CUEK WKWK

SUKA ENGGAK?

GIMANA PERASAAN KALIAN SAAT INI?

JAM BERAPA KAMU BACA RAJAWALI?

SPAM 😊 UNTUK NEXT CHAPTER?

SPAM RAJAWALI DI SINI!!!

SPAM 🔥 SEBANYAK-BANYAKNYA DI SINI!!!

PENASARAN SAMA BAB SELANJUTNYA?

SPAM NAMA EVALINA!

SPAM NAMA ALEXANDER!

UPDATE KAPAN LAGI?

HARI INI/BESOK?

SPAM 😊 SEKALI LAGI SEBANYAK-BANYAKNYA

5K KOMENTAR YUK BISA YUK! SPAM ❤️ DI SINI!

SATU KATA UNTUK CERITA RAJAWALI?

MANA SUARANYA. SPAM 🔥

YUK KOMENTAR SEBANYAK-BANYAKNYA DI SETIAP PARAGRAF YA!!!

TERIMA KASIH, AYANG.

TERTANDA, HENDRA PUTRA

RAJAWALITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang