P.E.T || 24

28.3K 2.5K 35
                                    

"Memang nya apa yang membuat perempuan menjadi emosional? Ku rasa kau mengetahui jawabannya"




Gadis dengan netra biru gelap itu terdiam beberapa saat, tangan nya terus bergerak mengusap bulu halus milik Wu.

Masih sedikit bingung dengan telepon tadi, tapi memilih segera melupakan itu saja.

Ekor kucing itu sedikit berayun, menatap tuannya yang tampak sedikit melamun.

Kucing itu menggeram pelan, kembali menjilat tangan tuan nya. "Tuan, anda tidak perlu memikirkan misi anda."

Sebelah alis Arve terangkat, sangat jarang sistem nya berbicara seperti ini. Biasanya akan selalu mendesak nya agar mengerjakan tugas yang diberikan.

Tapi, gadis itu hanya mengangguk pelan.

Sebenarnya Wu ingin tuannya agar melakukan misi yang ada. Tapi entah mengapa dia memiliki perasaan yang buruk tentang ini, walaupun hadiah misi ini sangat fantastis, tapi Wu memilih untuk tidak mengambil resiko yang terlalu berbahaya.

Kucing itu merasa misi ini malah akan membuat tuan nya terjebak, hingga sulit untuk kembali ke dunia nya kembali.

Lagipula, Wu tau bahwa antagonis di dunia ini begitu tergila-gila dengan 'Arve'

Dia, tampak seperti memiliki kekuasaan nya sendiri di dunia ini. Itu membuat Wu sedikit waspada, dia tidak ingin tuannya kenapa-kenapa.

Arve juga sedikit menyadari kelakuan aneh sistemnya, tapi lebih memilih diam.

Ia akan memikirkan ini semua nanti, sekarang perut nya terasa kram.

Menghela nafas panjang, gadis itu merebahkan dirinya di kasur dengan nyaman, mata nya sedikit sayu.

Wu yang tau emosi tuan nya sedang tidur stabil itu menjilat pipi Arve, bermaksud untuk menghibur gadis itu.

Perlahan netra biru gelap itu menutup, nafas yang tenang dan teratur terdengar di kamar yang sunyi itu.

Sistem yang berwujud kucing itu juga menempatkan dirinya tepat di samping Arve, dan meringkukan dirinya seperti bola.

Beberapa saat kemudian, pintu kamar terbuka.

Sagara, cowok itu melihat Arve yang sedang tidur.

Dia melangkah mendekat ke kasur, menatap wajah tidur gadis itu yang damai. Tatapan nya sedikit rumit.

Tangan nya terulur, menyentuh pelan pipi lembut gadis yang sedang tidur itu. "Adik, ya...?"

Mata cowok itu sedikit menyipit. Terkadang, dia menjadi lupa alasan dia berada di sini, ini benar-benar membuat nya merasa aneh.

Cara gadis di depannya memanggil nya Kakak walaupun dengan nada yang sedikit menyebalkan membuat hati nya seolah tergelitik sesuatu.

"Yah... Aku akan menyelesaikan yang lain dulu, ini bisa menunggu." Sagara berbisik pada dirinya sendiri, dia menunduk perlahan dan mencium dahinya lembut.

"sweet dreams."

🍁🍁🍁

Malam, pukul 19:14. Arve turun dari kamar nya ke lantai dasar dengan sedikit mengantuk.

Terlihat jelas habis bangun tidur.

Sagara mengalihkan pandangan dari ponselnya mendengar suara langkah kaki. "Perhatikan langkah mu, nanti jatuh."

Arve hanya bergumam pelan, dia lantas duduk di sofa samping Cowok itu, menguap pelan.

"Aku lapar."

Sagara memutar mata nya, meletakkan beberapa potong sandwich di depan Arve. "Hanya ada itu, makan saja semuanya."

Gadis itu tanpa banyak bicara langsung menggigit sepotong sandwich itu. Suasana sunyi untuk beberapa waktu sebelum Sagara memecah keheningan.

"Lo ngga sekolah?"

Arve menggeleng, "tidak mau, aku malas harus meladeni pengganggu"

Alis cowok itu sedikit terangkat. "Pengganggu? Lo dibully?"

Ia menggeleng. "Mustahil, aku lelah harus meladeni seorang Pria sampah dan kasar. Oh, jangan lupakan gadis menyebalkan itu."

"Who?"

"Steve."

Sagara diam, seperti nya cowok itu tau siapa yang dimaksud oleh adik tirinya ini.

"Apa dia selalu mengganggu mu?" Arve mengangguk pelan.

Tatapan Sagara sedikit redup, "Dia hanya pengganti, kenapa begitu arogan? Padahal sudah diberi kesempatan."

"Huh?" Mata gadis itu berkedip beberapa kali, menatapnya.

Sagara tersenyum tipis, menggeleng pelan, tangan nya mengusap rambut Arve perlahan.

"Aku hanya asal bicara."

...

Spam Next ➩

Perfect Extras TransmigrationWhere stories live. Discover now