P.E.T || 19

35.8K 3K 25
                                    

~Happy Reading~

.

.

.

Sagara menormalkan wajahnya, ia melihat ke luar jendela yang menampiknya langit yang cerah. Cuacanya sedang bagus di hari pembunuhan ini ya.

Cowok itu beralih menatap Arve yang masih menonton berita, sangat membosankan.

Kalau di pikir-pikir sekarang tanggal merah kan? Ah... Bagaimana kalau ia mengajak nya-

Sagara menggeleng kepalanya kuat, 'akh tidak tidak untuk apa gue ngajak dia?'

Arve melirik singkat Sagara yang seperti nya sedang berkutat dengan pikirannya sendiri.

Ia beranjak bangun dari sofa bermaksud ingin kembali ke kamarnya, akan sangat membosankan bila tetap berada di sini.

"Lo mau ikut pergi jalan - jalan?" ups- seperti Sagara tidak bisa mengontrol mulut sendiri tadi.

Baru selangkah Arve menginjak tangga tapi berhenti mendengar ajakan Sagara yang tiba-tiba.

Gadis dengan netra hitam nya menatap datar. "Siang, aku akan ikut dengan mu."

Setelah mengatakan itu Arve melenggang pergi dari sana, hanya terdengar suara langkah kaki yang menggema di rumah besar yang sunyi.

"Ha?" Seketika otak cowo itu nge blank, padahal dirinya hanya keceplosan tapi tidak menyangka Arve akan menerimanya.

🍁🍁🍁

"Wah tuan, tumben sekali anda menerima permintaan seseorang? Biasanya akan menerimanya jika memiliki keuntungan." ucap Wu terus terang.

Arve berdiri di depan cermin full body, gadis itu menatap dirinya sendiri dengan datar.

"Hm... Mungkin karena merasa jenuh saja? Lagipula kalau di pikir-pikir aku sudah lama tidak jalan-jalan." Mengangkat bahu acuh.

Memang sih, kalau di pikir-pikir lagi. Seperti nya Arve tidak pernah pergi ke mana pun selain sekolah. Ah... Tidak heran gadis itu merasa sedikit jenuh mungkin?

Sistem dengan wujud kucing itu menyipitkan mata nya tak percaya ucapan Arve.

Tuan nya ini mendadak menjadi aneh, biasanya juga walaupun ia dikurung beberapa tahun juga tidak akan merasa jenuh.

Wu kadang merasa tuan nya ini seperti burung dalam sangkar emas, begitu cantik dan mempesona. Hanya saja, dari mana sifat dingin dan licik nya itu berasal?

Gadis dengan netra hitam nya itu mengepalkan tangannya dengan erat, kemudian beralih menatap sistem nya yang berada di meja komputernya.

"Hei Wu... Jika kau bosan hidup aku akan dengan senang hati mengantarkan mu ke dunia lain" ujar Arve dengan senyum yang terpampang jelas di wajahnya.

Glek.

Oh Wu, sepertinya kucing itu melupakan kalau tuan nya ini bisa mendengar isi hatinya.

🍁🍁🍁

Siang hari nya sesuai dengan apa yang Arve ucapkan, kini ia sedang berada di Caffe bersama kakak tercinta ~

Arve dengan nikmat menyeruput Caffe late nya, netra nya menyapu setiap bagian Caffe.

"Ah aku baru tahu ada tempat seperti ini di dekat rumah." Sagara yang tadinya sedang memainkan ponsel nya itu beralih menatap Arve sebentar.

"Itu karena lo yang selalu di rumah, bahkan hampir tidak pernah keluar." jawab Sagara acuh, "ucapan mu ada benar nya juga, kurasa lain kali kau harus sering mengajak ku keluar." Arve menyahuti ucapan Sagara dengan tenang.

Ha?

Sagara langsung menatap Arve yang kini menyantap Red Velvet nya dengan tenang dan senyum tipis yang bertengger di bibir nya.

Angin berhembus pelan membuat beberapa helai rambut Arve terbang, dan hal itu membuat Sagara berdecak pelan.

"Terserah lo aja deh."

Sagara mengalihkan pandangan nya ke arah lain, cowok itu menopang dagunya. Tatapannya terfokus pada dua orang yang berada tak jauh dari Caffe yang mereka tempati.

"Berhenti mengacak-acak rambut gue sialan." umpat cewek kesal pada cowok yang tertawa di samping nya.

Cowok yang berada di samping nya tertawa sampai memegangi perut nya karena sakit.

"Hahaha aduh, lucu banget muka lo kayak kuntilanak." ejek cowok itu dengan keadaan masih setengah tertawa.

Bugh.

Cewek itu memukul keras cowo itu, "Abang sialan! gue bunuh lo lama lama!" marah cewe yang selaku adik dari cowok yang mengacak-acak rambutnya tadi.

"Haha iya iya, itupun kalau lo bisa."

Sagara menatap datar pertengkaran antara kakak beradik itu, sorot mata nya sedikit menunjukkan ke irian di dalamnya.

Arve yang mengetahui arah tatapan Sagara pun sedikit mendengus.

'Ah dia iri, kalau di pikir-pikir keluarga Carvendio mengalami tepat saat nyonya Carvendio hamil kan ya? Ku rasa dia iri karena tidak bisa menghabiskan waktu dengan adik yang masih berada dalam kandungan itu.' Arve meletakkan garpu nya.

Kriet.

Decitan kursi sedikit terdengar saat di geser oleh nya, ia berjalan ke samping Sagara berada.

Arve mendekatkan bibir nya pada telinga cowok itu, "tidak perlu merasa iri, kau jauh lebih baik dari pada mereka. Untuk apa merasa iri?"

Mendengar bisikan itu entah mengapa membuat Sagara menggertakkan gigi nya marah. "Lo ga akan ngerti rasanya, jangan bersikap seakan lo tau semuanya."

Senyum miring tercetak jelas di wajah Arve, "aku tau, sangat tau Kakak~ anggaplah aku sebagai adik mu, simpel bukan?"

Arve meletakkan tangan nya pada bahu Sagara dan mendekat kan wajahnya pada wajah Sagara.

"Aku akan jadi adik yang baik untukmu, aku jamin kau tidak akan menyesalinya." smrik.

'Kita dapat memanfaatkan satu sama lain, kau tidak akan rugi loh.. '

Hanya saja, Sagara tidak dapat memahami arti di balik perkataan Arve.

Dan Arve tidak menyadari ada sepasang mata yang menatapnya dengan cemburu.

Perfect Extras TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang