YD XXXIV

6.6K 981 20
                                    

"Yahh udah bobo yaa"dengan nada sedikit kecewa Clara kembali menutup pintu kamar Jake, lalu menghampiri sang empu yang tengah duduk di ruang TV.

"Tidur kan?"tanya Jake basa-basi dibalas anggukan oleh Clara.

"Kalau gitu gue balik yaa, kapan-kapan aja mainnya"Clara yang ingin beranjak pergi urung karena pergelangan tangannya ditahan.

"Gue... Bisa kita bicara sebentar?"

Keduanya terdiam beberapa saat, Clara terus menatap wajah sendu Jake yang terlihat penuh harap agar ia mengiyakan.

"Ayo, ada yang mau gue omongin juga"

.

.

.

Kini kedua insan itu duduk di balkon apartemen, menikmati semilir angin senja, membiarkannya menerpa kulit wajah.

"Berat ya Jake?"Clara membuka suara, menatap Jake dari samping hingga lelaki itu menghadap sempurna padanya.

"Apanya?"

"Ngerawat Joana-

-sendiri"akhir kata Clara memelan.

Jake tidak langsung menjawab, ia menggigit bibir bawahnya. "Bohong kalau gue bilang enggak"ucapnya menjeda. "Tapi mau gimanapun Joana itu titipan Tuhan, dan gue gak pantes untuk ngeluh"lanjutnya membuat Clara seakan tertampar.

"Ra.."
"Maaf untuk semuanya. Dari awal ketemu gue, lo gak pernah bahagia"lelaki itu membasahi bibirnya. "Gue gak pantes bilang nyesel, tapi seandainya kita ketemu dengan cara baik-baik, pasti lo gak akan sesakit ini"

"Malam itu, seharusnya gue gak maksa waktu lo nolak, dan buka mata waktu lo nangis, gue-"

"Jake.."Clara menggeleng, tangannya terulur menyentuh punggung tangan Jake.

"Semua udah berlalu.. kan? Kata seharusnya cuma buat kita tambah sakit karena terus berandai alur yang lebih baik dari semua ini"

"Apapun yang udah terjadi sama gue, itu rencana Tuhan——penulis skenario terbaik"gadis itu mengulas senyum. "Gue udah maafin lo, dan gue janji bakal ngelupain semuanya"

"Maaf karena gue baru nyadari semuanya sekarang, gue-"kalimat itu terhenti spontan, Clara merasakan nafasnya seperti tercekat.

"G-gue terlalu takut buat nerima semuanya, lo tau gue hidup sendiri, omongan orang udah jadi makanan gue sehari-hari. Ditambah adanya Joana waktu itu, gue kalut, marah, takut karena gue bener-bener gak punya siapa-siapa buat sekedar cerita"

"Jujur, dulu setiap liat lo gue takut juga benci, tapi ntah kenapa setiap deket rasanya... nyaman"lirih Clara. "Fisik gue selalu ngerespon lo dengan baik, tapi sebenernya gue gelisah"gadis itu mengangkat wajahnya, menatap raut sendu lelaki-

"Kok nangis?"tanyanya tak enak mengusap air mata Jake.

"Pasti sakit kan Ra?"suara serak Jake mengudara bersamaan air matanya yang kembali lolos.

Clara tak menyangkal, ia mengangguk sebagai jawaban.

"Lo cengeng juga ya ternyata"kekeh Clara mencoba mencairkan suasana membuat Jake ikut terkekeh mengusap air matanya.

"Ngomong-ngomong, soal Alexa-"

"Gue udah tau semuanya"Clara memotong perkataan Jake. "Alexa sendiri yang cerita"lanjutnya membuat lelaki itu terjengit kaget.

"K-kenapa bisa?"

"Rahasia~"ucap Clara dengan senyum jenaka tapi sepersekian detik senyumnya hilang berganti dengan tatapan datar. Sekelebat pengakuan Alexa waktu itu melintas di kepalanya membuat dirinya kembali kesal.

"Lo. Brengsek"

.

.

.

Bonus

"SANJAYA! BAYAR UANG KAS!"

Teriakan menggelegar itu membuat Jay yang ingin pergi ke kantin kembali duduk di kursinya.

"Tolong ya pak ANJAY uang kas lo udah nunggak dua bulan"gadis berkuncir 2 dengan nametag Yejira itu mendekati meja Jay.

"Besok ya pit, gue gak bawa uang"elak Jay. Oho tentu dia berbohong.

"Sipat sipit sipat sipit, sadar mata anjing"kesal Yejira ancang-ancang ingin memukul kepala Jay dengan buku tebal andalannya.

"Bayar!"desak gadis itu lagi membuat Jay tertawa, sungguh, membuat bendahara kelasnya kesal ntah mengapa mood-nya menjadi naik.

"Dua minggu dulu ya?"godanya merogoh saku celana.

"Gadak! Enak aja lo! Uang kas dua bulan gak dibayar-bayar, malu sama sepatuu"cibir Yejira melirik sepatu bermerk milik Jay.

"Cuma ada ini"Jay menyodorkan uang 2.000 rupiah.

"APA-APAAN!"wajah gadis itu kembali garang. "INI SATU MINGGU AJA GAK KETUTUP, JANGAN NGELAWAK LO!"hebohnya, kini 2 insan itu menjadi pusat perhatian di kelas.

"Lo tau Ji? Rumor Jay tajir itu sebenernya hoax, aslinya dia jual cangcimen di lampu merah bundaran"celetuk Minhee yang matanya tak lepas dari ponsel.

"Pantes kemaren pas berenti di lampu merah ada yang teriak cangcimen tapi suaranya gak asing, ternyata lo Jay? Ck ck ck"sahut Jisung setelahnya mereka berdua tertawa. Ya, Minhee dan Jisung.

"Bajingan"umpat Jay. Lelaki itu tak terima, apalagi kini ekhem Ryujin melihat ke arahnya seolah percaya dengan perkataan kedua temannya barusan.

"Noh gue bayar"dengan sedikit kesal ia mengeluarkan 2 lembar uang berwarna merah membuat Yejira tersenyum.

"Gini kek dari tadi, harus banget diroasting dulu baru keluar gambar pak Soekarno"ucap gadis itu menuliskan sesuatu di bukunya, selanjutnya ia pergi mencari mangsa baru.

Jay memutar tubuhnya agar bisa menghadap Minhee dan Jisung di kursi belakang. "Anjing lo berdua"


























Tbc...

YOUNG DADDY || JAKE SIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang