YD XXVII

8.2K 1.3K 184
                                    

"Katanya mau bertahan demi Joana?"tanya Jay pada Jake yang duduk dengan kepala tertunduk di teras rumahnya.

"Gue udah gak tahan sama Vanessa"jawab Jake pelan, sebenarnya ada sedikit rasa menyesal dalam dirinya karena ia terlalu gegabah tadi.

Jay mengangguk-anggukkan kepalanya. "Bagus sih, kenapa gak dari dulu coba"asal lelaki itu membuka kaleng sodanya.

"Tapi Jake-"Jake menoleh menatap Jay yang mengerutkan alisnya.

"Gue tau omongan malam udah kelewatan, tapi kenapa lo semarah itu? Maksud gue, selama ini harga diri lo dipijak-pijak sama dia lo diem aja, nurut, ngangguk, tapi kenapa pas Joana..."ujar Jay tidak melanjutkan kalimatnya karena perubahan wajah Jake yang tiba-tiba.

"Gue gak mau nantinya anak gue denger itu langsung, rasanya gak enak, Jay"ucap Jake dengan suara parau.

"Anak haram, anak sialan, anak kurang ajar, anak gak tau diuntung, semua udah pernah gue dapet dan itu gak enak"sambungan kalimat itu membuat netra Jay membulat sempurna.

"Kalau boleh milih, gue juga mau lahir dari rahim pelacur. Gitu juga Joana, kalau bisa milih dia pasti gak mau lahir karena kelakuan ayahnya yang bajingan"mendengar itu Jay terperangah, rahangnya sudah jatuh sanking terkejutnya.

"Mingkem"celetuk Jake sempat-sempatnya menaikkan dagu Jay agar mulutnya kembali menutup.

"L-lo serius?"

"Pernah gue bercanda?"tanya Jake dibalas gelengan oleh Jay.

"T-tapi kenapa lo selalu patuh ke tante Renata?"Jay kembali bertanya dengan wajah bodohnya.

"Balas budi karena dia udah mau besarin gue, juga nebus kesalahan nyokap gue"jelas Jake.

Jay lemas mendengar itu. Sungguh, alasan itu terlalu tidak masuk akan untuk ia terima. Balas budi? Nebus kesalahan? Ia rasa itu bukan tugas seorang korban.

"Jake, lo..."

"Hidup gue gak sesempurna yang orang liat, dari dulu gue selalu ngerasa gue tinggal sendirian di dunia ini, lo tau sendiri nyokap gue gimana?"Jake menyunggingkan senyum tipis. "Waktu kelas 6 SD, dia pernah nyuruh gue bunuh diri, karena gue ketakutan gak mau, berakhir dia yang mau bunuh diri"ucapnya membuat Jay lagi-lagi mendelik.

"Terus kenapa gak jadi mati?"tanya lelaki itu frontal.

"Gue gak tega. Walaupun ketakutan gue nyoba buat nolongin"

"Ah bego anjir"celetuk Jay tiba-tiba dengan wajah kesal, namun Jake hanya menggeleng menanggapi lelaki itu.

"Gue rasa keputusan lo udah tepat Jake, jangan balik lagi, ini akhirnya"Jay membuka suara. "Tapi... Abis ini lo sama Joana gimana?"tanyanya hati-hati, dan tentu Jake paham apa maksud temannya itu.

"Gue punya tabungan, cukup sampe gue lulus nanti terus nyari kerjaan"jawab Jake.

"Jadi lo gak lanjut?"Jake menggeleng.

"Gue gak mungkin bisa ninggalin Joana"ujar Jake. Memang benar, kalau pun ia melanjutkan pendidikannya--katakan sajalah mendapat beasiswa--tapi bagaimana pun dia tidak bisa meninggalkan Joana, dan dia sama sekali tidak memiliki kenalan yang bisa dipercaya untuk merawat anaknya itu.

"Tapi Jake, tekat lo yang dulu gimana?"Jay mengangkat kedua alisnya, seakan 2 garis tajam itu ikut bertanya.

"Gue pasrah, dari awal takdir gue emang gini. Gak adil kalau gue ngehancuri masa depan orang, tapi masa depan gue cerah-kan?"

.

.

.

Seakan mengerti keadaan, semenejak Jake pulang sekolah hingga malam hari, Joana tidak rewel ataupun menangis. Bayi perempuan itu tampak tenang dengan sesekali memamerkan senyum manisnya membuat mood Jake naik berkali lipat melihat itu.

Seperti sekarang, Jake sedang mengerjakan tugasnya dengan posisi telungkup di karpet, dan Joana ia letakkan di sebelahnya sebagai penyemangat.

Sesekali lelaki itu menyanyikan lagu edukasi yang sering ia dengarkan dulu untuk menambah Vocabulary-nya. Niatnya sekalian mengenalkan kata-kata dasar pada Joana.

"Apa sayang?"Jake beralih atensi begitu tangan mungil Joana memukul-mukul pelan lengannya.

"Joana ngantuk? Mau bobo?"tanya Jake mengubah posisi menjadi duduk, ia menggambil Joana ke dalam gendonganya.

Jake bertambah yakin jika Joana tengah mengantuk, karena baru sebentar ia menggendong seraya mengelus pelan alis tipis anaknya, kini bocah perempuan itu sudah terlelap.

"Bahagia terus kesayangan papa"lirih Jake mencium kedua pipi Joana.

Kalimat itu, kalimat yang selalu ia sisipkan di malam hari ketika menidurkan Joana. Harapannya hanya satu, yaitu suatu saat nanti, kalimat yang kini hanya bisa ia ucapkan, berubah menjadi kenyataan.










































Pengen jadi ibu-nya Joana



Tbc...

YOUNG DADDY || JAKE SIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang