YD XXII

8.4K 1.2K 427
                                    

Atas permintaan Renata kemarin malam, disinilah Jake berada, berdiri di depan rumah bercat putih tulang yang dulu pernah menjadi tempat tinggalnya. Melihat pintu yang terbuka lebar seakan mempersilahkannya, Jake langsung masuk, namun sontak tubuhnya mematung tatkala atensinya 2 orang perempuan berbeda usia yang kini juga sedang menatapnya. Rasanya seperti Deja vu.

"Ngapain kamu berdiri di situ? Duduk"intrupsi salah satu dari keduanya tidak langsung Jake lakukan, beberapa detik setelahnya barulah dirinya menurut.

Renata, wanita itu terus menatap tajam anaknya, bahkan tatapannya sudah seperti pisau yang siap menghunus targetnya.

"Siapa yang ngajarin kamu jadi pembangkang?"todongan pertanyaan yang tiba-tiba itu berhasil membuat Jake tersentak.

"M-maksud mamah apa?"tanyanya, sungguh ia tidak mengerti sama sekali kemana arah pembicaraan ibunya.

"Ada mamah nyuruh kamu mutusin Vanessa? Kenapa berani-beraninya kamu putus sama dia?"

Seperti ditampar sesuatu yang keras, Jake tidak percaya dengan kalimat yang baru saja didengarnya itu.

"Aku gak pernah mutusin Vanessa mah, dia yang-"

"Segitu bencinya kamu sama aku?"belum sempat Jake menyelesaikan kalimatnya, tetapi dengan kurang ajar seseorang memotongnya, sontak atensinya beralih ke sumber suara.

"Sa, kamu kenapa?"tanya Jake, dia tidak marah, wajahnya terlihat sangat putus asa sekarang.

"Aku yang harusnya tanya ke kamu--kamu kenapa Jake?"Vanessa mulai meneteskan air matanya membuat kedua bahu Jake merosot, rasanya ia juga ingin menangis setelah tau apa yang sebenarnya gadis itu ingin lalukan padanya.

"Vanessa... Tolong, gak gini cara kamu marah samaku"mohon Jake. Dia tau, Vanessa itu tipe pendendam dan pemarah, kejadian beberapa hari lalu, ketika gadis itu mengetahui tentang Joana tetapi tidak menunjukkan emosi sedikitpun, justru Jake curiga, karena tidak mungkin Vanessa setenang itu.

Dan sekarang, lihat? Gadis itu sedang menghukumnya dengan cara memojokkannya di depan Renata.

"Mau ngelak lagi kamu? Liat, udah berapa kamu buat Vanessa nangis Jake Sim!"tiba-tiba suara Renata meninggi.
"Susah banget nurut? Gunanya kamu hidup apasih?"

Damn

Katakanlah dirinya lemah, karena dengan mendengar penuturan singkat itu kini mata Jake sudah berkaca-kaca.

"Sa, bilang ke mamah kalau sebenernya dia salah paham, aku mohon sama kamu"Jake menatap penuh harap pada Vanessa, benar-benar ia tidak lagi memiliki harga diri jika berhadapan dengan gadis itu.

"K-kamu nyalahin aku?"tanya Vanessa terbata disela isakannya.

"Vanessa-"

"Cukup!"Renata berdiri dari duduknya, wajahnya merah padam menatap sang anak.

"Dasar anak gak tau diuntung! Masih mending aku mau besarin kamu-sialan!"tak hanya Jake, Vanessa juga terkejut mendengar hal itu, kini kedua menatap tak percaya ke arah Renata.

"Mah.."lirih Jake, dia tak menyangka Renata tega mengungkit hal itu lagi.

"Minta maaf sama Vanessa, jangan pernah kamu berani ngulangin hal kyk gini lagi, ingat itu"tekan Renata lalu pergi dari sana.

Jake menatap kepergian ibunya, ia mengusak wajahnya yang memerah dengan air mata yang mulai lolos. Ia juga manusia, memiliki emosi yang harus terlepaskan, namun seperti tidak ada yang bisa memanusiakan dirinya.

"Jake-"

"Udah kan? Puas kamu? Atau kurang?"tanyanya menatap wajah Vanessa, namun gadis itu justru tersenyum ke aranya.

"Cukup"jawab Vanessa.

"Mau kamu apa?"

"Kamu"sahut si empu cepat.

"Aku capek Vanessa... Aku bukan binatang atau boneka kalian berdua"ucap Jake dengan suara parau. Karena pada kenyataannya, ia lelah, tidak ada kata bahagia selama belasan tahun dirinya hidup.

"Tapi kamu peliharaan, jadi kamu harus nurut ya?"Vanessa berdiri, mengambil duduk di samping Jake, ngusap air mata yang jatuh ke pipi lelaki itu.

"Aku cinta sama kamu, dan aku gak akan pernah ngelepas kamu gitu aja"

.

.

.

"Makasi ya mba Oca.."Jake tersenyum ramah begitu Oca memberikan Joana padanya.

"Santai aja mas Jake, setiap hari bilangnya makasi terus ih"canda Oca dibalas senyuman kikuk oleh Jake.

"Kamu sakit Jake? Mukamu pucet"celetuk Javrio yang berdiri di samping istrinya.

"Eh iya, baru sadar"ucap Oca memperhatikan wajah Jake.
"Mas Jake sakit?"tanyanya.

"A-ah enggak, kecapean aja, soalnya tadi di sekolah ada latihan basket"jawab lelaki itu, tentu berdusta.

"Ohh gitu toh"Oca dan Javrio mengangguk paham.

"Kalau gitu saya balik ya mba, mas"pamit Jake membungkukkan sedikit tubuhnya.

"Iya mas Jake"
"Yoi Jake"

Setelah mendapatkan jawaban Jake membalikkan tubuhnya, berjalan beberapa meter menuju unit apartemennya. Matanya terus memperhatikan wajah Joana yang tertidur nyaman di gendongannya, tanpa sadar ia tersenyum.

Setidaknya, dia masih memiliki Joana yang membuatnya merasa dimanusiakan.

































[Lapak menyampaikan pesan dan isi hati untuk Vanessa]

[Lapak menyampaikan pesan dan isi hati untuk Jake]




Tbc...

YOUNG DADDY || JAKE SIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang