YD XXVIII

9.8K 1.3K 166
                                    

Sepertinya benar kata Jay, keputusan yang diambilnya kala itu tidak salah. Buktinya kini Jake merasa lebih baik tanpa Vanessa, luar biasa baik malah. Tetapi, ada yang membuat Jake tak tenang. Renata, wanita itu tidak pernah lagi menghubunginya, antara terlampau marah atau tidak tau dengan keadaan, Jake selalu bertanya tentang hal itu.

"Gak terasa udah mau tamat aja uy!"celetukan Minhee langsung menggema ke penjuru kelas begitu sang wali kelas keluar setelah memberi kabar mengenai UNBK yang akan mereka laksanakan.

"Camaba nih bos!"

"Aaanjay maba~!"

Jisung dan Minhee, celetukan-celetukan keduanya mengundang tawa sekelas. Kecuali 1 orang, dia lebih memilih menghela nafas daripada ikut tertawa.

"Napa lo?"tanya Jay menepuk pundak Jake.

Si empu menggeleng. "Gapapa"ucapnya.

"Woy, ntar malam club gas gak?"tanya Jisung berjalan mendekati meja Jake dengan Minhee yang mengikut di belakangnya. Bukannya menjawab, kedua lelaki berinisial J itu hanya saling tatap.

"Lo ngapa nyengir-nyengir?"alis Jake mengerut menatap Minhee.

"Udah legal, jadi gue dibolehin nge-club sama bokap"sombong lelaki itu.

"Tobatlah wahai manusia, mending kamu ngaji bersama Yedam"tunjuk Jay pada Yedam yang sedang membaca kitab suci agamanya.

Jisung yang melihat itu langsung mengeluarkan kalung salib dari seragamnya. Tak terkecuali Minhee, ia merogoh sakunya menguarkan rosario yang selalu ia bawa kemana-mana.

"Maafkan Jay, Tuhan... Dia nyuruh temennya pindah bhakti dari-Mu..."ucap keduanya memejamkan mata dengan tangan terkepal di depan wajah.

Yang didoakan hanya bisa menggelengkan kepala, begitupun dengan Jake yang sepertinya sudah ingin menyerah menghadapi tingkah random kedua temannya.

"Gue gak yakin Bapa masih mau denger doa lo bedua"celetuk Jay membuat Jisung dan Minhee membuka mata.

"Astaghfirullah, gak boleh gitu"

"Stress"

.

.

.

Jake baru saja keluar dari Supermarket, tetapi tanpa disuruh matanya menatap sebuah bangunan bergaya klasik yang terletak bersebrangan dari tempatnya berdiri. Rasanya ia ingin sekali melangkahkan kaki ke sana, tetapi batinnya tak tega, ia takut seseorang yang sangat ingin ia lihat, malah kembali sakit jika melihat dirinya.

Berniat untuk berbalik, namun atensinya tak sengaja menangkap seorang gadis yang selama ini ia cari. Gadis itu sedang berlari keluar Cafe dengan seorang lelaki-tunggu! Lelaki?

Jake menyipitkan mata, dalam dirinya ia bertanya-tanya siapa lelaki itu.

Dari yang ia lihat, keduanya tampak saling meluapkan emosi, ntah apa yang sedang terjadi diantara mereka, Jake tidak bisa memastikan karena jarak yang terlalu jauh.

Pertengkaran itu berakhir setelah sang gadis menyentak tangan si lawan bicara yang mencoba meraihnya. Hal itu membuat Jake nekat, tanpa memikirkan resiko, ia berlari menyebrangi jalanan yang sedang padat. Lelaki itu sama sekali tidak perduli dengan suara klakson beberapa kendaraan yang seakan sedang mengumpatinya. Pikirannya sekarang hanya tertuju pada satu orang, dan orang itu harus ia temui apapun resikonya.

"CLARA!"

Dari jarak beberapa meter, yang diteriaki menghentikan langkahnya tanpa ingin berbalik. Jake tidak langsung mendekat, ia masih menetralkan deru nafasnya yang berhembus acak.

"Clara!"panggilnya penuh penekanan ketika tungkai gadis itu kembali ingin melangkah.

Setelah meyakinkan dirinya, Jake mulai berjalan mendekati Clara yang masih mematung di depan sana.

"Ra-"

"Jangan"gadis itu menggeleng dengan langkah mundur.

"Clara.."

"Pergi"ucap Clara meremat ujung kemeja coklatnya, ia menunduk, tak berani menatap wajah di hadapannya.

Jake bungkam, matanya menyiratkan keputus asaan. Sudah tak bisakah jika dirinya ingin dekat dengan gadis ini lagi?

Berbeda dengan mata sendu milik Jake, netra Clara justru meluncurkan bulir bening yang ntah apa penyebabnya.

"Joana..."lirih gadis itu hampir tak terdengar, namun masih bisa menyapa indra pendengaran milik Jake.

"Joana..."panggil Clara, lagi. Tetesan air matanya kini berubah menjadi isakan.

Bohong. Bohong jika ia mengatakan ingin melupakan semuanya. Semua yang justru masih membekas jelas di pikirannya sampai sekarang. Kejadian itu, Joana, dan-

"Jake"panggilan serak itu membuat darah Jake berdesir.

"Gue kangen Joana"gadis itu membuka suara masih dengan tangisnya. "T-tapi-"perkataannya terhenti dengan nafas tercekat.

"Ra"panggil Jake ingin mendekat namun lagi-lagi Clara menjauh.

"Nyokap lo nyuruh gue pergi, jadi gue harus pergi, Jake"


























Tbc...

YOUNG DADDY || JAKE SIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang