Kelas Keenam Belas; Atap Sekolah

0 0 0
                                    

Beberapa menit sebelum kematian Regen.

Keempat murid yang sedang piket di kebun sekolah, melihat Zain yang mendorong Regen jatuh dari atap sekolah. Mereka terguncang melihat hal itu. Semua benda yang ada di tangan mereka, jatuh. Buah strawberry yang awalnya berada dalam keranjang, jatuh menyebar. Keempat murid tersebut bergeming.

“Kenapa…kenapa Zain melakukan itu?” tanya salah seorang murid. Yang lainnya hanya diam. Tersungkur di atas kebun sekolah.

“Tidak! Kita tidak boleh membiarkan ini!” kata salah seorang murid. Dia bangkit. “Kita harus menolong Regen. Mungkin saja dia masih bisa ditolong.”

“Apa maksudmu, Rowe?”

“Kita harus melakukan sesuatu untuk Regen,” kata murid yang dipanggil Rowe. “Jude dan Ian. Kalian melihat keadaan Regen. Mungkin saja dia masih bisa ditolong. Jangan melakukan sesuatu yang kalian tidak tahu. Itu bisa berakibat fatal,” perintahnya. Murid yang namanya dipanggil mengangguk. “Moran! Kamu hubungi Pak Busan. Biar aku yang mencari Kepala sekolah dan Tn. Nelson. Baiklah, kita pergi!” kata Rowe setelah semua mengerti tugas mereka masing-masing. Murid yang lain langsung berlari. Mengambil arah yang berbeda. Salah satu dari keempat murid tersebut menginjak buah strawberry yang tergeletak di tanah. Buah strawberry itu hancur. Cairan merah menyembur keluar seperti darah segar.

Ditempat kejadian perkara.

Odei masih bergeming. Jude dan Ian menghampirinya. Dia berdiri tepat dibelakang Odei.

“Apa yang harus kita lakukan?” kata Jude yang melihat tubuh Regen terkapar kaku dengan darah segar yang mengucur dari kepalanya.

“Aku tidak tahu,” Ian menggeleng. “Kita tunggu saja sampai Tn. Nelson datang.”

“Ya.”

Mereka hanya berdiri sambil memperhatikan tubuh Regen. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ini pertama kali bagi mereka melihat kematian secara langsung. Dan korbannya, adalah teman mereka sendiri.

Ditempat lain, Near, Syam, Denny dan Ron sedang berjalan di koridor setelah menyelesaikan makan siang mereka. Tiba-tiba, mereka dikagetkan dengan gerombolan murid yang berlari terburu-buru.

“Ada apa, sih?” kata Syam memperhatikan gerombolan murid yang berlari seperti mengejar sesuatu.

“Sepertinya hal besar. Rekam, ah,” gubris Denny dan langsung mengaktifkan kameranya.

“Hey!” Ron memanggil salah seorang murid yang berlari tidak jauh dari mereka. “Ada apa?!”

Murid tersebut berhenti.

“Regen. Regen jatuh dari atap sekolah,” jawab murid tersebut setengah berteriak.

“Apa?!”

“Kok bisa?!”

“Kau tidak bercanda, kan?”

“Aku tidak tahu. Aku hanya mendengarnya dari murid yang piket di kebun. Aku duluan, ya?” sahut murid tersebut kemudian pergi.

Keempat murid tersebut saling berpandangan. Kemudian ikut berlari seperti yang lain.

Di tempat kejadian, sudah ada Kepala sekolah, Tn. Nelson dan Pak Busan. Serta murid-murid sekolah Hevn yang mengerumuni tempat kejadian. Dengan gesit, Denny langsung berlari mendekati tempat kejadian. Dia menerobos masuk dalam kerumunan.

Near, Syam dan Ron pun mendekat kearah murid yang berkerumun. Tak jauh dari tempat mereka, Near melihat Odei yang masih bergeming dengan wajah yang pucat.

“Bagaimana kondisinya, Tn. Nelson?” tanya Kepala sekolah kepada Tn. Nelson yang memeriksa tubuh Regen. Tn. Nelson berbalik kearah Kepala sekolah.

“Kondisinya jauh lebih buruk dari Aprie,” jawabnya. Tn. Nelson kembali memeriksa tubuh Regen. Dari wajahnya, dia seperti memikirkan sesuatu.

The WitnessWhere stories live. Discover now