Kelas Kelima; Kamar yang Tertutup

0 0 0
                                    

Denny mendekat kearah laptopnya. Menghentikan film dokumenter tersebut, “adegan selanjutnya tentang kematian mereka. Sebaiknya kuhentikan,” kata Denny.

            “Jangan,” cegah Near. “Boleh aku melihatnya? Bukan bermaksud apa-apa. Hanya saja, aku penasaran bagaimana orang seperti mereka bisa bunuh diri,” Denny memperhatikan Near kemudian Syam. Syam mengangguk.

            “Baiklah,” jawab Denny. Dia kembali memutar film dokumenter tersebut.

            Murid-murid berkerumun di depan pintu kamar Ryan dan Harry. Mereka semua ingin masuk, tapi tidak diizinkan oleh Pak Busan. Tapi, entah bagaimana kamera Denny masuk ke dalam kamar tersebut. Jika Denny tertarik dengan suatu peristiwa, dia punya 1000 cara untuk bisa mendokumentasikannya.

            Selain pak Busan, di kamar tersebut ada Tn. Nelson, Ny. Nakra, 2 orang keamanan, seorang dokter Hevn serta dua perawat pria. Sedang Ryan, kondisinya benar-benar mengenaskan. Dia tergantung tidak bernyawa beberapa centi diatas meja tengah yang sering dia gunakan untuk belajar. Posisi mayat Ryan yang tergantung, langsung dapat dilihat dari depan pintu kamar. Ada kursi yang tergeletak di samping meja. Sepertinya digunakan untuk pijakan bunuh diri.

            Dua orang perawat menurunkan mayat Ryan dibantu tim keamanan. Dan menggotongnya keatas tandu. Denny tidak melewatkan satu sesi pun tanpa mendokumentasikannya. Wajah Ryan yang tergantung benar-benar pucat. Mata dan mulutnya tertutup dan masih mengenakan seragam sekolah lengkap. Saat mayat Ryan dibaringkan diatas tandu, dokter dan perawat Hevn memeriksanya. Satu kancing atas seragamnya terlepas. Menampakkan bekas lilitan tali yang digunakan untuk bunuh diri.

            Kedua keamanan membawa keluar mayat Ryan dalam keadaan tertutup. Diikuti tim medis. Kamera Denny menangkap sosok Harry yang terpaku. Berdiri bergeming tidak jauh dari pintu kamar. Wajahnya menatap kedepan. Entah kepada siapa. Tatapannya kosong. Dia benar-benar terguncang.

            “Semuanya silahkan kembali ke kamar masing-masing! Tidak ada yang keluar kamar kecuali ke kamar mandi!” perintah Ny. Nakra. Murid-murid dengan malas dan sedikit rusuh bergerak ke kamar mereka. Hanya dua murid yang tidak beranjak dari kamar Ryan. Harry yang masih terguncang dan Denny yang sibuk dokumentasi. Diperintah atau pun dipaksa, dia tidak akan pergi.

            Tn. Nelson, Pak Busan dan Ny. Nakra melihat isi kamar Ryan. Mereka mencari-cari hal yang berhubungan dengan kematian Ryan. Beberapa menit kemudian, akhirnnya ditemukan sebuah surat wasiat Ryan. Pak Busan yang menemukan surat tersebut diatas meja lampu yang memisahkan antara tempat tidur Ryan dan Harry.

            “Kenapa Ryan tidak ikut kelas akademik? Bukankah jam sembilan pagi biasanya masih ada kelas? Dan, siapa yang menemukan mayat Ryan pertama kali? Terus, kenapa tidak ada polisi atau ahli forensik yang datang? Walaupun ini kasus bunuh diri, setidaknya ada pihak berwajib yang meliputnya. Lalu-” borondong Near.

            “Jika kamu tidak berhenti bertanya, aku akan membuatmu menjadi kepingan kaset,” ancam Denny memotong pertanyaan panjang Near. “Apa setiap hari dia seperti ini?” Denny menoleh kearah Syam. Syam yang sedang meneguk minuman kaleng, hanya mengangguk. “Sepertinya, aku mengerti kenapa kamu bisa berada disini,” tebak Denny.

            “Aku mengerti kebingunganmu. Karena kamu tidak berada pada waktu itu,” jawab Syam. Dia meletakkan minuman kalengnya. “Hari itu bukan tidak ada kelas. Tapi, semua kelas diliburkan,” lanjutnya.

            “Diliburkan?”

            “Ya. Karena hari itu adalah hari pelantikan murid transfer,” timpal Denny. “Saat pelantikan, seluruh murid diliburkan dari semua kegiatan kelas. Karena diwajibkan menghadiri acara pelantikan di aula sekolah. Tapi, aku tidak tahu kenapa Ryan tiba-tiba keluar hari itu.”

The WitnessWhere stories live. Discover now