Kelas Ketiga Belas ; Tangisan Regen

0 0 0
                                    

Regen terus berlari keluar asrama. Saat itu, keadaan asrama sedang sepi. Semua murid berada dalam gedung akademik. Sedang murid transfer, mereka mempunyai agenda sendiri diluar asrama. Regen tetap berlari. Dari asrama menuju kantor sekolah Hevn.

Pak Busan yang melihat Regen berlari, mencoba menghentikannya. Beberapa kali berteriak memanggilnya. Tapi, Regen tidak mendengar teriakan Pak Busan. Dia tetap berlari. Dan tangan kanannya menggenggam erat laporan karya ilmiah.
“Ada apa dengan anak itu? Kenapa dia tidak memakai almamater sekolah?” tanya Pak Busan entah ditujukan kepada siapa.

Regen berlari dan masuk ke dalam bangunan Kesehatan. Dia terus berlari menyusuri lorong menuju lantai dua. Lantai untuk kamar rawat inap. Regen berhenti di depan pintu kamar rawat inap Aprie dan membukanya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

“Hasan! Ada hal yang ingin kutanyakan padamu,” katanya sambil mengatur nafasnya yang tidak beraturan.

“Maaf. Hasan tidak menjaga untuk pagi ini.”

Orang yang menjawabnya bukan Hasan. Dia adalah perawat pria di sekolah Hevn.

“Dimana dia?”

“Sepertinya di apotik. Tadi dia bilang…”

“Ok. Terima kasih.”

Belum sempat perawat pria tersebut melanjutkan perkataannya, Regen langsung memotongnya dan pergi.
Regen berlari lagi menuju apotik yang berada di lantai bawah. Seolah tak merasa lelah naik-turun tangga. Ketika sampai di depan pintu apotik, dia langsung membukanya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Seolah penyakit Denny menular padanya.

“Hasan?”

“Ya,” Hasan agak terkejut. “Regen? Ada apa dengan…seragammu?”

Regen yang berdiri di depan pintu masih berusaha mengatur nafasnya.

“Ada hal yang ingin kutanyakan?” Regen masuk ke dalam ruang apotik. Dia tidak mempedulikan pertanyaan Hasan padanya.

“Terkait Aprie?”

“Ya.”

“Jika tentang perkembangannya, sekarang perawat sedang memeriksanya. Kita tunggu saja hasilnya.”

“Bukan,” Hasan terlihat bingung. “Ini tentang karya ilmiah. Apa yang ingin diketahui oleh Aprie terkait karya ilmiah ini?” tanyanya sambil menunjukkan laporan karya ilmiah kepada Hasan.

Hasan memperhatikan laporan karya ilmiah tersebut. “Ah. Kamu menemukannya. Baguslah.”

“Hasan. Apa yang Aprie tanyakan terkait karya ilmiah ini?!” Regen sedikit membentak.

Hasan agak terkejut. “Dia sama sekali tidak menanyakan isi dari karya ilmiah itu. Yang dia tanyakan adalah para murid yang menyusun laporan itu.”

“Apa dia menyebutkan alasannya?”

“Tidak. Kami tidak sempat menanyakannya. Dia selalu menyerang kami dengan berbagai pertanyaan,” jawab Hasan. “Memangnya kenapa?”

“Apa kamu mengenal mereka? Kamu tahu apa yang mereka lakukan?” tanya Regen tanpa menjawab pertanyaan Hasan.

“Pertanyaanmu dan pertanyaan Aprie sama,” komentar Hasan. “Tentu saja aku tahu tentang mereka. Karena kami lebih dulu datang ke sekolah ini sebelum mereka. Tapi, mereka hanya sebentar. Sekitar tiga bulan. Setelah itu, mereka langsung ditransfer.”

“Ya. Mereka memang cukup pintar,” sahut Regen. Namun, suaranya yang begitu kecil, tidak didengar oleh Hasan.

“Apa?”

“Ah. Bukan apa-apa,” katanya mencoba menyembunyikan. “Em, sekarang mereka lanjut kemana? Apa kau tahu?” tanya Regen lagi.

Wajah Hasan berubah. Regen bingung melihat hal itu.

The WitnessWhere stories live. Discover now