Kelas Pertama; Sekolah Transisi Hevn

7 3 0
                                    

Mobil berwarna biru gelap melaju cepat. Melintasi daerah pegunungan. Tidak banyak kendaraan yang melintas. Sebab jauh dari pemukiman penduduk. Hanya ada beberapa rumah dan sebuah swalayan 24 jam. Sekitar 10 kilometer menuruni gunung baru memasuki daerah pemukiman.

"Daerah apa ini?" kata Near mengamati sekeliling melalui jendela mobil yang dibiarkan setengah terbuka.
"Soulbegan," jawab Ibu Near. Ia duduk disamping pengemudi.

"Soulbegan?" ulang Near. Keningnya berkerut mendengar nama daerah yang cukup aneh. "Apa tidak ada nama yang lebih aneh dari itu?"

Ayah Near yang sedang menyetir menoleh kearah istrinya. Dari mimik wajahnya seolah menyatakan ' biarkan saja', mendengar respon dari Near.

"Sayangnya tempat dengan nama aneh itu akan menjadi rumahmu untuk beberapa bulan ini." balas Ibu Near.

"Kenapa kalian tega membawaku ke tempat seperti ini? Aku kan bukan pengguna narkoba, kenapa harus direhabilitasi?"

Kedua orangtua Near tidak menggubris keluhannya. Mobil tetap melaju. Dan makin menanjak. Kini, pemandangan dikanan dan kiri hanya penuh dengan pohon-pohon tua dan besar.

"Kastil?" celetuk Near di tengah perjalanan. Tepat diatas pegunungan terdapat bagunan tinggi dan besar.

"Itu bukan kastil. Itu sekolah transisimu sebelum masuk perguruan tinggi," jawab Ayah Near.

"Dan disana, kamu akan di daur ulang menjadi seorang pangeran," tambah Ibu Near dengan senyum khasnya. Senyum itu seolah mengatakan semua akan baik-baik saja.

"Daur ulang?" ulang Near. "Apa Ibu terkena sihir pegunungan Sulban sampai lupa dengan anaknya sendiri seorang manusia, bukan barang."

"Soulbegan." kata Ayah membenarkan.

"Soulgan, Soulban, soul-lul, terserah apa namanya. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin pulang....." rengeknya.

Mobil yang membawa Near membelok kekiri keluar dari jalan raya, lalu menyusuri jalan tanah. Memasuki jalan masuk utama ke dalam bangunan yang kata Near seperti kastil. 200 meter ke dalam baru nampak gerbang utama. Di pintu masuk gerbang, tertulis dengan besar dan menggunakan huruf kapital sebuah kalimat, 'SEKOLAH TRANSISI HEVN'. Di bawah nama sekolah, terdapat motto sekolah tersebut, 'Rebuild The Demaged Soul'.

Sekolah Transisi Hevn di pagari dengan tembok tinggi dan kokoh. Tingginya mencapai 10 meter. Yang seolah mengatakan 'kamu aman didalam sini'. Atau dengan kalimat lain, 'kamu tidak akan bisa keluar dari sini'.

Gerbang besar sekolah transisi Hevn terbuka. Di kedua sisi gerbang terdapat kamera pengawas. Mobil yang membawa Near masuk ke dalam sekolah. Bangunan-bangunan sekolah transisi tersebut di bangun tinggi, besar, dan suram. Tidak ada warna selain warna gelap.

Ayah Near memarkir mobil mereka di area parkir yang lumayan besar. Area parkir terbagi tiga bagian. Pertama untuk pimpinan, kedua untuk guru dan karyawan. Dan yang terakhir untuk tamu. Dari sini, dapat dipastikan para murid tidak boleh membawa kendaraan berbentuk apapun.

Near keluar dari dalam mobil. Memperhatikan bangunan yang akan menjadi rumah barunya-untuk sementara.

"Apanya yang membangun kembali jiwa yang rusak. Berada dalam sini malah membuat jiwa tambah rusak," katanya. Kemudian mengikuti kedua orangtuanya yang telah berjalan lebih dulu. Mereka berjalan menjauh dari tempat parkir. Di depan mereka nampak lapangan yang sepertinya digunakan untuk apel. Mereka berbelok kearah kiri. Menuju kearah bangunan yang tertulis didepannya: KANTOR SEKOLAH TRANSISI HEVN. Bangunan berlantai dua. Saat masuk ke dalam, mereka disambut seorang resepsionis wanita. Dan diberitahu letak ruangan yang akan dituju keluarga Near. Mereka berjalan menaiki tangga yang agak memutar. Terlihat dari tangga, ruang guru berada dilantai bawah. Karena sebagian dindingnya adalah kaca, Near bisa memperhatikan aktivitas dalam ruang guru tersebut. Ruangannya sangat luas dan rapi. Tak terlihat seperti ruang guru pada umumnya. Sekeliling ruangan penuh dengan meja kursi para pengajar lengkap dengan papan nama mereka yang diukir dari kayu. Hanya ada beberapa pengajar yang duduk di mejanya. Ada yang asyik mengetik, memeriksa tumpukan kertas diatas meja mereka dan ada juga yang mengobrol. Sepertinya, pengajar lain sedang mengajar dikelas mereka.
Saat tiba dilantai atas, Near dan orangtuanya disambut seorang pria berpakaian rapi dengan setelan jas hitam, kemeja dalam putih dan dasi yang berwarna biru tua. Dari kerutan dan rambutnya yang mulai memutih, usianya lebih tua dari Ayah Near.

The WitnessWhere stories live. Discover now