Kelas Ketiga; Rahasia dalam Ruang Rahasia

2 1 1
                                    

Sekolah Transisi Hevn terlihat tenang. Semua siswa disibukkan dengan tugas mereka masing-masing. Luas sekolah Transisi Hevn sekitar 10 hektar. Pusat bangunan sekolah Hevn adalah bangunan akademik. Sebelah barat bangunan akademik adalah area parkir yang dilengkapi pos keamanan. Bagian timurnya, asrama siswa dan rumah sederhana Pak Busan. Di bagian selatan, kantor sekolah. Sebagian dari lantai dasar kantor sekolah adalah rumah Ny. Nakra. Dibagian utaranya ada lapangan bola untuk para murid serta ‘bangunan yang dilarang untuk dikunjungi’. Serta klinik kesehatan dua lantai. Lantai pertama ruang gawat darurat dan apotik. Lantai duanya ialah ruang perawatan. Jadi, siswa Hevn tidak perlu keluar sekolah untuk mendapatkan pertolongan medis.

            Pukul 17.30. Kegiatan belajar mengajar telah selesai di sekolah Transisi Hevn. Para siswa kembali ke asrama mereka. Termasuk Near. Dia tergeletak di tempat tidur dengan seragam yang masih lengkap. Bahkan, ransel dan sepatunya masih terpasang.

            “Kau benar, Syam. Lebih baik mendekam di penjara dari pada disini. Di penjara kita tidak akan disibukkan dengan hal-hal yang memeras otak sampai tidak bisa berpikir lagi. Dan PR yang menjulang tinggi ke langit,” keluhnya. Syam tak menjawab. Dia fokus merapikan tas dan buku-buku sekolahnya. “Satu hari disini saja, tubuhku sudah mati rasa. Apalagi satu tahun, tidak bisa kubayangkan,” rintihnya tak berhenti.

            “Kamu mudah sekali menyerah. Bagaimana mau cepat di transfer dengan semangat seperti itu,” Syam memberi semangat. Namun yang terdengar hanya suara dengkuran. “Setidaknya dengarkan lawan bicaramu sampai selesai. Jika ingin tidur, setidaknya lepas sepatu dan ranselmu dulu. Seperti bocah saja.”
            ***

Pukul 19.00. Waktu bagi para murid sekolah Transisi Hevn untuk makan malam. Setiap murid diwajibkan makan malam di bangunan akademik lantai bawah. Kecuali jika mereka sakit. Setelah waktu makan malam usai, para murid diberi kebebasan melakukan aktivitas yang mereka inginkan diruangan yang mereka suka. Tentunya hanya di ruangan yang boleh untuk dikunjungi. Namun, hanya sampai pukul 21.00. Setelahnya, wajib kembali ke asrama. Tidak boleh berkeliaran di jam malam. Jika melanggar, akan mendapat pengurangan poin untuk masuk dalam kelas transfer.

            Pukul 21.15. Tiga orang murid masih berkeliaran di bangunan akademik. Dilihat dari buku yang mereka bawa, baru keluar dari perpustakaan. Bangunan akademik benar-benar gelap. Semua lampu penerang dimatikan. Hanya cahaya bulan yang masuk melalui jendela kaca sebagai penerang. Mereka bertiga berjalan terburu-buru. Mungkin karena terlambat kembali ke asrama dan suasana mencekam yang menyelimuti mereka. Gelap, sepi dan sunyi. Salah seorang dari mereka tertinggal dibelakang. Sepertinya karena buku yang dibawanya terlalu banyak membuat langkahnya agak lambat. Murid tersebut mulai merasa aneh. Tiba-tiba, tengkuk lehernya agak dingin. Dia merasa ada yang mengikuti. Langkahnya dipercepat. Orang yang mengikutinya pun mempercepat langkahnya. Namun, murid tersebut tiba-tiba menghentikan langkahnya. Sebenarnya dia agak takut. Wajahnya pucat. Tapi, dia memberanikan diri menoleh kebelakang. Dan-tidak ada apa-apa. Kosong. Dia langsung berlari mengejar kedua temannya yang jauh di depan. Namun, tali sepatu sebelah kirinya terlepas. Tanpa sengaja, kakinya menginjak tali sepatu yang terlepas itu. Dan, jatuh. Semua buku yang dibawanya jatuh ke lantai.

            “Duh, sial,” keluhnya. Dia mengikat kembali tali sepatunya dan memberesi buku-buku yang tergeletak jatuh. Kemudian berdiri. Dia menoleh ke arah jendela. Karena dia berada di lantai dua bangunan akademik, jadi dia dapat melihat bangunan aneh di belakang lapangan bola. Murid itu melihat samar-samar cahaya dari arah ‘bangunan yang dilarang untuk dikunjungi’. Karena hanya mengandalkan cahaya bulan, jadi tidak terlihat jelas sumber dari cahaya tersebut. Dia melangkah pelan kearah jendela. Mendekatkan wajahnya agar dapat melihat jelas cahaya kecil yang ada disekitar bangunan itu. Perlahan, cahayanya mendekat kearah pintu bangunan aneh tersebut. Pertanyaannya, siapa yang membawa cahaya tersebut dan apa yang dilakukannya di ‘bangunan yang dilarang untuk dikunjungi’? Murid itu makin penasaran. Namun, dari arah belakang seseorang memukul pundaknya.

The WitnessWhere stories live. Discover now