TUJUH: TERLAMBAT LAGI!

Mulai dari awal
                                    

"Ih... dasar hidung gede! Mirip monyet Dufan!"

"Apa lo bilang?" Kedua mata sang kenek hampir keluar dari sarangnya.

Evalina menyengir tanpa dosa.

Pantas aja angkot ini sepi. Bahkan cuma Evalina satu-satunya penumpang yang mau naik! Mungkin karena fasilitasnya yang tak nyaman dan juga palayanannya yang tak ramah.

Bintang satu!

Dan... seharusnya Evalina dengan senang hati akan kasih bintang nol sih!

Soalnya ia terlambat lagi gara-gara angkot tua sialan itu. Angkot jaman penjajahan itu harus ganti ban yang bocor di tengah perjalanan. Ya Tuhan, sial apakah ini!

"Untuk hari ini lo enggak usah bayar." kata sang kenek sambil mengelap ingus.

Evalina mendengus. "Ya iya lah. Ngapain gue bayar! Sekolah gue aja masih jauh. Lain kali punya angkot itu dirawat ya!"

"Memangnya kenapa angkot gue?"

"Bau tai kuda nil!" desis Evalina sambil menutup hidungnya.

Sang kenek menggaruk kepalanya yang berketombe. "Oh... tadi itu saya yang buang angin." Om-om itu terbahak-bahak sampai mengeluarkan dahak.

Dasar bangke! Jelamaan buto ijo! Penyembah matahari! Pengikut aliran sesat! Kampret!

Perempuan berlesung pipi itu meratapi nasibnya. "Bisa-bisanya gue terlambat lagi. Masa gue harus manjat tembok ini lagi. Ya, kali harus jadi siluman monyet lagi!"

"Mau pinjam tangga?"

Suara serak itu terdengar samar dari balik tubuhnya. Evalina berbalik, menemukan seorang kakek-kakek berkupluk sedang berbisik. "Pakai tangga ini aja buat naik tembok sekolahnya."

Evalina awalnya ragu karena langsung teringat pesan wali kelasnya. Namun kalau ia kebanyakan mikir, ia akan berjalan ditempat. Perempuan itu akhirnya meminjam tangga lalu memanjat tembok samping sekolah.

Definisi mencari ilmu itu memang butuh perjuangan!

Namun Evalina tidak seberuntung kemarin.

Bukan!

Bukan karena ketahuan!

Evalina berhasil kok melewati tembok tinggi itu dengan lompatan indahnya!

Hanya saja ada insiden yang membuat Evalina terjatuh ke tanah. Ia baru saja terpelesat gara-gara menginjak kaleng bekas minuman berenergi.

"Kaleng kampret! Siapa sih yang buang sampah disini." kutuknya lalu melempar benda penyot itu ke pohon mangga.

"Sialan! Rok gue jadi kotor nih." Evalina menepuk-nepuk pantatnya yang kotor karena tanah yang becek.

"Woi... lo pikir kepala gue tong sampah!"

Suara berat itu membuat Evalina tersentak kaget. Ia mengerutkan kening ketika di hadapannya ada seorang cowok berdiri dengan gagah dan berani. Ah, cowok itu lagi. Doyan banget deh di balik pohon mangga.

Jangan-jangan mau bersekutu dengan genderuwo ya...

"Apa?" tanya Evalina tergagap.

"Lo, kan, yang buang kaleng ini ke kepala gue!"

Evalina meneguk ludahnya sambil mengusap hidung. "Hah? Bukan gue kok."

"Dasar pembohong! Ngaku enggak!" desis cowok itu tak lupa memberikan tatapan galaknya.

"Kalau bukan lo siapa lagi? Cuma lo yang ada di sini!"

Perempuan berkepang dua itu mengeratkan pegangannya ke tali ransel. Kemudian menyeringai. "Hah? Kaleng itu ya? Oh, kena kepala lo ya? Gue enggak tahu lo ada di pohon mangga itu. Habisnya lo ngapain sih sembunyi di sana?"

RAJAWALITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang