36

650 66 7
                                    

"Udah apa, kok kalian jadi cengeng begitu sih. Lo juga Jen otot aja gede tapi mewek mulu dari tadi." Seperti biasa Gio kembali ke mode biasanya meledek orang.

"Gimana gue gak sedih liat temen gue sakit parah sampe rambut nya ilang"

"Ya elah rambut doang nanti juga tumbuh lagi. Iyakan Le?" Tanya Gio meminta persetujuan walau pada awalnya Gio pun sangat sedih kehilangan aset terpenting dalam penampilannya,  Vale tersenyum kecil dan mengangguk. "Secepatnya!!" Jawab Vale sambil menatap langit malam yang penuh bintang.

"Lagian gue punya firasat kalo gue akan sembuh!" Ujar Gio mengikuti Vale menatap langit dengan lamat

"Pasti!!" Jawab Devan, Jeno dan Vale berbarengan.

"Le, lo gak video in kita nih?" Tanya Devan yang padahal sebelumnya selalu mencibir Gio karena selalu ingin diabadikan momen mereka.

"Kamera nya ada di depan kalian!" Jawab Vale masih dengan pandangannya ke atas.

Devan dadah dadah di depan kamera lalu mengusap usap kepala Gio yang licin tanpa rambut. Dan sang empu hanya diam sambil mengambil kupluk yang ada di samping nya.

"Gemes ya sama pala gue, makanya botak aja biar sama kayak gue ntar sisain dikit di tengah biar kayak upin ipin kita hahaha..." mereka tertawa dengan candaan Gio

"Oh iya, Uprak sampe kapan beresnya?"

"Hari selasa soal nya sabtu minggu kan libur jadi di pindahin ke hari senin sama selasa." Jawab Jeno dengan sisa air matanya,  Gio mengangguk. Ia sangat ingin mengikuti kegiatan sekolah yang akan berakhir beberapa bulan lagi, ia ingin lulus sebelum sesuatu yang selalu jadi bayang-bayang mimpi buruk dalam tidur nya, ia ingin menerima ucapan selamat atas pencapaian nya selama menempuh pendidikan dua belas tahun. Ia ingin melihat orang tuanya tersenyum bangga dengan kejutan yang akan ia berikan nanti, ia ingin membuat Anta membuka mulut tak percaya dengan kejutan yang ia berikan.

"Lo kenapa Gi?" Tanya Devan melihat sahabatnya itu senyum senyum sendiri.

"Gak, gue cuman lagi seneng aja. Gue bangga sama diri gue sendiri yang bisa bertahan sampai detik ini. Dan gue berterima kasih sama kalian gue bisa sampai di titik ini juga berkat kalian. Kalian yang selalu menemani gue di saat gue terpuruk, disaat gue sedih, di saat gue gak ada motivasi dalam jalani hidup ini."

"Tapi sebagian besar hidup kita berubah berkat lo, Gi." Ujar Jeno menatap Gio yang memakai jaket tebal sebab mereka sedang berada di taman rumah sakit dengan karpet yang mereka bawa dari rumah. Terlihat seperti sedang piknik di malam hari memang membuat orang sekitar selalu mengalihkan pandangannya ke arah mereka.

"Kita sama-sama membawa pengaruh baik untuk masing-masing dari kita." Vale yang sedari tadi menatap langit malam itu kini menatap ketiga temannya satu persatu.

"Thanks kalian selalu ada disaat gue butuh rumah, di saat gue frustasi dengan keributan yang di buat ortu gue, di saat gue di tekan untuk selalu jadi yang terbaik, cuma kalian yang selalu menyemangati gue disaat gue lelah dengan semua ini!" Vale tersenyum lebar seolah ia baru saja membuang semua beban hidup nya.

Devan kembali berkaca kaca mengingat temannya yang satu ini ia ingin menangis, memang sulit jika anak satu-satu nya dalam keluarga dan di tuntut untuk selalu jadi nomor satu dan terbaik di keluarga nya. Bahkan Devan sering melihat Vale bergadang hanya untuk belajar dan mengorbankan jatah mainnya hanya untuk belajar dan belajar.

Jeno ingin bercerita dan berterima kasih juga tapi semua nya hanya sampai di tenggorokannya. Melihat Vale dan Devan yang lebih sulit hidup nya membuat ia mengurungkan diri mengutarakan isi hatinya.

"Jangan di tahan keluarin aja..Lo juga berhak utarakan isi hati lo Jen!" Gio dengan kepekaan yang tinggi membuat Jeno menengadah untuk menahan air matanya agar tak tumpah.

Sergio | HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang