BAB 17 - Harapan Punah

28 11 26
                                    

"Kak Laskar?"

Tasya menghampiri bangku taman biasanya. Dengan taman yang cukup sepi di perumahan itu. Tasya masih mengenakan seragam sekolah yang mungkin sudah nampak kusut. Dia terburu-buru karena takut dia telat. Karena perjanjian mereka memang sepulang sekolahnya si Tasya sih.

Seseorang memutar wajahnya. Melihati sosok yang mendekatinya saat itu. Paras cantik nan manis yang terbalut dari senyumannya. Menambah aura yang begitu memancar ketika melihat wajah Tasya ini.

"Hai Tasya?!"

Tasya tercengang dan melihati sekitar. Ada rasa penuh tanya dalam benaknya saat ini. Antara ingin pergi menjauh atau terus mendekat. Ingin mengungkap apa maksud dari semua ini.

"Kenapa kamu ada disini Romeo?"

"Ha, eh, oh itu bukannya kamu yang nyuruh aku kesini ya?"

Tasya langsung mengerutkan kedua alis matanya. Dia masih bingung atas ucapan Romeo yang masih belum jelas ini. Padahal maksud Tasya adalah ia ingin ditemani dari jauh. Dan mungkin hanya sebagai pengantaran saja. Bukan benar-benar menemani seperti apa yang dilakukan Romeo sekarang. Ini cukup aneh bagi Tasya. Yang baru saja datang dan hampir telat dikejar deadline.

"Romeo kamu yang benar saja?" Ucap Tasya sambil meraih posisi duduk di bangku yang kosong di sebelah Romeo.

Masih dengan nada yang amat sangat penasaran. Tasya masih belum bisa mengobrak-abrik semuanya. Bahkan inti dari apa yang ia lihat sekarang. Masih belum terpampang jelas. Dia merasa bahwa dirinya salah bahkan tak seharusnya melakukan hal ini.

Tasya menunduk, seperti sedang meratapi sesuatu. Ia tak memandang Romeo dan mengulik jari-jarinya yang kosong. Entah dia akan meneteskan air mata atau hanya sekedar gegana. Alias gelisah galau merana. Seperti para remaja masa kini yang hidupnya penuh rasa galau begitu deh.

"Kamu kenapa, Sya?"

Masih belum terjawab oleh Tasya. Ia mulai menengadahkan wajahnya. Menatap apa yang ada di depannya sekarang. Dan masih memalingkan wajahnya pada Romeo di sampingnya tepat. Ia mulai meneteskan butiran air mata yang tak tau darimana asalnya. Ya memang dari mata, tapi apa alasan dibalik semua itu terjatuh.

"Benar nggak sih aku melakukan hal ini?"

"Maksud kamu?"

"Boleh nggak sih aku pergi saja dari dunia ini. Aku udah capek Romeo!"

Sesak tangis Tasya semakin terasa. Membuatnya tak bisa menahan gejolak yang terjadi saat itu. ia membalikkan dirinya. Tepat dihadapan Romeo. Meraih kedua tangan Romeo seakan ingin mengatakan sesuatu.

"Aku mohon sama kamu, jangan pernah ada kata pisah dari kita berdua." Ucap Tasya ditambah pelukan spontan pada Romeo darinya.

Romeo bingung akan hal ini. Mengapa Tasya tidak mencari tau alasan dari semua ini. Dia malah galau dan bersedih karena merasa bersalah. Tindakannya seakan penuh tanya juga dari Romeo. Ini tak seperti yang ia bayangkan sebelumnya.

Pelukan ini sebenarnya yang dinanti-nantikan oleh Romeo. Pelukan dari orang yang selama ini ia dambakan. Akhirnya hal itu bisa cepat tersampaikan dengan nada yang juga ia harapkan. Ketika Tasya memang benar-benar membutuhkannya untuk kali ini.

Pelukan itu dibalas hangat oleh Romeo. Tak lupa menambah ketenangan dengan mengelus punggung Tasya. Sepertinya ia juga banyak masalah dalam hidupnya. Jadi ia pasrah akan keadaan yang menimpanya kali ini. Pelukan itu diselesaikan oleh Tasya segera. Melanjutkan ucapan yang sempat tertunda dalam hatinya.

"Maaf kalau aku begini. Tapi jujur, aku merasa kesepian semenjak kak Laskar sulit dihubungi dari awal dia kecelakaan sampai sekarang. Baru saja kemarin aku senang dia kembali. Ternyata itu hanya haluku saja."

Romeo and His CrushWhere stories live. Discover now