BAB 27 - Solusi Renungan

12 7 1
                                    

Diperjalanan pulang, kini Romeo merubah sedikit apa yang ia ratapi. Bukan hanya sekedar overthinking akan keadaan Tasya saja. Tapi dia juga sedang berfikir tentang perkataan Reva yang membuatnya terdiam. Dia memang tak bisa mengubah keadaan. Tapi seenggaknya dia bisa merubah apa yang ada di dalam diri dia sekarang. Mungkin ucapan Reva ada benarnya juga. Kalau semua ini diberhentikan sejenak. Tak akan ada hasil yang didapat. Sekaligus malah membuat kesembuhan Tasya terganggu. Jika dia mengikuti kembali misi ini.

Menurut Romeo hal yang terbaik saat ini adalah intropeksi diri. Dimana ia harus benar-benar yakin akan keputusannya. Tidak plin-plan bahkan bisa membuat solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Tidak ada yang saling menyakiti. Dan menemukan jalan yang dapat menyelesaikan kedua masalah sekaligus. Di tengah cuaca yang cukup mendung. Ia menanti kehadiran jemputan taksi seperti biasa. Sambil melihati alunan petir yang sedari tadi melewati pendengarannya. Dia tidak bisa berbicara apa-apa selain melihat jalan ke arah kanan kirinya sekarang.

Sambil memainkan jari-jarinya. Menunggu taksi dengan cukup bosan. Tak melihat handphonenya tetapi ia sedang fokus pada kukunya yang begitu menggiurkan. Tanda-tanda akan memunculkan nafsu vampir sejenak. Yakni menggigit setiap kuku dengan gemasnya. Karena akan terkelupas dengan kekuatan manual yang dipunyainya. Hanya dengan sekali gigitan. Dua tiga kuku terlampaui. Ya seperti peribahasa tapi sedikit dimanipulasi.

"Romrom..."

"Iya saya!" Ucapnya spontan membangkitkan semangat sopir taksi.

Pak sopir itu melihatnya dengan wajah yang tak biasa. Ia merasa ada yang beda dengan sikap Romeo hari ini. Karena ia adalah langganan Romeo biasanya. Jadi sudah biasa jika kelakuan Romeo agak berubah, pasti terlihat dari gerak-geriknya. Romeo langsung memasuki mobil itu dengan nyaman. Menutup pintu dengan biasa tanpa basa-basi. Sopirpun langsung menancap gas taksi itu melaju dari diamnya. Meski kali ini tatapan pak sopir belum beralih pada Romeo yang amat fokus dengan kuku di jari tangannya.

"Ada apa nih, kok agak hening."

Pernyataan itu tak ada jawaban dari Romeo. Mungkin fikiran Romeo saat ini agak menumpuk. Dan terbeban di bagian pusatnya. Sehingga ia tak fokus pada perihal yang seharusnya ia perhatikan. Masih saja fokus pada pengelupasan kuku-kuku di jarinya. Pak sopir yang ingin sekali diperhatikan langsung mengambil tancapan rem yang kuat. Sehingga taksi berhenti mendadak.

"Eh, AW!"

"Ups maaf, bapak lupa kalau ini rem. Lanjut lagi ya?"

"Hm...Bapak kalau mau caper. Liat sikon lain kali. Kan saya jadi kena imbasnya."

Ternyata Romeo tak sebodoh itu. Ia tau bahwa sedari tadi pak sopir itu sedang mencari perhatian padanya. Tentang apa yang membuat sikapnya berubah kali ini. Tapi Romeo dengan nada santainya menjawab tanpa adanya emosi. Ia tau harus menempatkan dirinya untuk berbicara kepada seseorang. Meskipun sekarang ia dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

Perjalanan terus dilakukan. Hingga sampai pada tujuan sebenarnya. Romeo yang langsung turun sampai lupa memberikan pembayaran pada taksi yang ia tumpangi. Sampai-sampai pak sopir harus turun tangan dan menegasinya kembali.

"Oh gini ya, kalau nggak mood langsung kabur aja udah. Yang lain mah nggak usah dipeduliin."

Romeo yang mendengar hal itu sontak merasa tersindir. Hingga langkahnya ingin turun dari taksi terhenti dan kembali lagi. Karena sepertinya ada sesuatu yang janggal dimana ia tak tau itu apa. Sampai-sampai kata-kata pak sopir itu sempat membuatnya emosi sejenak. Tapi hal itu ditahan oleh Romeo. Karena ia tak mau ada pertengkaran akan masalah sepele seperti ini. Ia mungkin berfikiran ini hanya capernya si pak sopir. Tapi lain hal jika nadanya sedikit diubah seperti ini.

Romeo and His CrushOnde histórias criam vida. Descubra agora