BAB 9 - Patah Satu Waktu

64 37 32
                                    

"Ehm...mbak boleh tanya sesuatu mengenai penanganan pasien Laskar Alvaro saat baru datang di rumah sakit ini?"

Tangan Romeo yang keringat dingin sekaligus gugup. Ia sepertinya tak harus menanyakan hal ini. Tapi ia penasaran terhadap rekan yang dimaksud informan di telepon tadi. Kini ia sedang berdiri di depan meja informasi Rumah Sakit Semalaya. Sambil menunggu jawaban dari salah satu penjaga meja informasi itu.

Sembari dia menunggu mamanya siap masuk ke UGD. Ia mengulas kejadian yang sebenarnya terjadi. Siapa sosok rekan yang dimaksud informan yang menelepon di rumah tadi.

"Boleh dek, emangnya mau tanya apa?'

"Saya mau tanya, rekan kecelakaan yang bersamaan dengan kakak saya itu kira-kira laki-laki apa perempuan ya?"

Wajah perempuan ini langsung bingung. Seolah tanda tanya masih tersimpan dalam benaknya. Apa yang dikatakan oleh Romeo saat ini langsung masuk ke poin pembahasan. Tak ada basa-basi sama sekali. Perempuan berprofesi informan rumah sakit dengan baju formal ini masih diam seakan ada sesuatu yang disembunyikan.

Romeo langsung melambai-lambaikan tangannya ke depan wajah perempuan itu. Awalnya perempuan itu bengong tanpa sadar. Dan setelah lambaian itu tertuju pada penglihatannya. Wajahnya langsung berubah panik.

"Ehm..."

"Siapa mbak?"

"Okey, jadi..."

Percakapan mereka berdua terpotong oleh teriakan dari arah UGD. Romeo langsung mengarahkan pandangan ke panggilan itu. Ternyata ayahnya yang tengah berdiri melambaikan lengan tangan kanannya. Romeo langsung membenarkan kacamatanya dan menghiraukan ucapan informan itu.

"Mbak tunggu sebentar ya, saya mau lihat kakak saya dulu di UGD."

Romeo yang meminta izin kepada informan. Segera berlari menuju arah UGD. Merespon panggilan ayahnya yang baru saja usai melambaikan tangannya. Yang berdiri menatap Romeo menunggu kehadirannya.

Di sebuah ruangan yang sedikit redup cahaya. Atau mungkin lampu ruangan UDG ini belum diganti bola lampunya. Langkah pasti menghampiri sosok terbaring lemah. Dibalut luka-luka yang cukup tragis. Romeo beserta ayah dan mamanya memasuki ruangan ini pelan. Sambil melihati sekitar, Romeo menundukkan kepalanya dan mencari sesuatu hal yang mencurigakan.

Dokter yang tak terlihat batang hidungnya. Mungkin saja ia sedang masuk toilet setelah pekerjaan panjang.

"Laskar anakku!" Teriakan mama cukup mengagetkan Laskar.

Pelukan itu seakan langsung melayang di tubuh yang tak berdaya. Mereka menangis tersedu-sedu. Sembari perbincangan singkat mereka dimulai.

"Maafkan Laskar Ma!"

Semua seolah drama sinetron yang biasa ditonton. Tapi kali ini adalah tangisan nyata yang tidak bisa dikendalikan. Antar dua sejoli yang saling menguatkan satu sama lain.

Romeo yang melihat tubuh bagian bawah Laskar tertutupi selimut. Masih terlalu prihatin terhadap kondisinya saat ini. Bagaimana kalau ia tau bahwa sekarang ia tidak bisa menikmati perjalanan panjangnya. Wajah Romeo seakan masih ragu dan curiga. Ranjang sebelah Laskar terlihat kosong. Bahkan rekan yang dimaksud seperti tidak ada di ruangan UGD ini.

Seseorang membuka pintu toilet. Semua pasti tau bagaimana bunyi pintu toilet yang mengganggu pendengaran itu. Romeo langsung mengarahkan pandangannya pada seseorang yang baru keluar. Ia adalah dokter UGD. Sudah diduga dari awal bahwa ia sedang ke toilet.

Dokter itu mulai mendekati ranjang Laskar. Dan mengajak ayah serta mama Romeo untuk berbincang mengenai kondisi Laskar saat ini.

"Bapak, ibu, boleh berbicara sebentar?"

Romeo and His CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang