BAB 8 - Mencurigakan

70 42 33
                                    

Langkah mereka bertiga semakin nyata menyusuri koridor kelas 11. Menuju ke ruang seni yang akan membawa mereka berimajinasi. Dengan seragam pulang sekolah yang nampak kusut. Dibalut wajah yang sudah lelah setelah belajar seharian di kelas.

Romeo, Mily dan Reva telah bersiap dengan hari Kamis ini. Hari dimana mereka harus mengikuti ekstrakurikuler seni. Dan hari ini kelas seni akan dilaksanakan dengan kegiatan melukis. Romeo seakan senang dalam hatinya. Akhirnya hari ini datang juga. Setelah sekian lama ia menunggu. Hampir 1 bulan sekali kegiatan ini dilakukan.

"Jangan salah ambil yang sebelah ya Rom?" Ejek Mily sambil membuka pintu lacinya.

Romeo yang awalnya hanya biasa saja. Langsung melirik nama pemilik laci di sebelahnya tepat. Ternyata disana tertulis nama Anastasya. Gadis yang masih ia idam-idamkan sampai saat ini. Meskipun sekarang ia telah resmi menjadi pasangan kekasih kakak tirinya.

Romeo yang langsung memasang wajah tak peduli. Melanjutkan tatapnya pada alat-alat lukis yang tersimpan rapi di dalam lacinya itu. Tak semua orang seperti Romeo. Menyimpan semua barang-barangnya tetap pada posisinya yang rapi.

"Kita duduk dimana Mily?" Tanya Romeo pada Mily yang sedari tadi masih berdiri bersama Reva.

Mereka bertiga seakan ragu memilih kursi duduk. Pasalnya kursi untuk bersebelahan telah kosong. Tinggal kursi yang berpencaran di samping teman-teman lainnya yang random.

"Udah kita duduk aja. Orang ini cuma sebentarkan."

Kedua makhluk tak berdaya langsung mengangguk mengikuti arahan Mily. Namun hati Romeo berharap bahwa kelas lukis kali ini akan cukup lama. Sampai ia benar-benar menyelesaikan lukisan barunya ini. Dengan tepat waktu dan hasil yang memuaskan.

Tak lama kemudian, datang guru pengajar ekstrakulikuler seni dari arah luar ruangan. Ia membuka pintu pelan dan menutupnya kembali. Melihat jejeran murid didikannya yang sudah siap untuk memulai kelas lukis. Di depan mereka telah tertata rapi kanvas ukuran sedang dan penyangganya. Dengan alat lukis bekas yang telah mereka siapkan sejak memulai kelas seni dari awal.

"Selamat siang semuanya, semoga semua tetap sehat ya."

"Nino nggak sehat pak." Seseorang dari kursi belakang mengangkat tangannya.

"Loh kok bisa?"

"Iya kan dia sudah gila sama mbak crush." Gelak tawanya seolah mengundang listrik.

Menyetrum ruangan seni yang awalnya sepi menjadi tidak terkondisikan sesaat. Seolah teman Nino mengejeknya bahwa ia telah berbunga-bunga terhadap crush di sekolahnya ini.

"Sudah, sudah tertawanya. Nino cuma bercanda ya, maafkan teman-teman linglungmu ini. Sekarang kalian bisa mulai. Dan nanti akan saya lihat satu persatu. Semangat!"

"SEMANGAT!!!" Teriak semua anak di kelas seni itu dengan meriah.

Semua akhirnya memulai perang sengit antar sekutu. Ada yang terburu-buru, ada yang santai bahkan ada juga yang masih mencari inspirasi untuk lukisannya. Kelas yang sangat menarik. Apalagi guru pengajar yang selalu asik setiap saat. Guru pengajar ini laki-laki gemuk berkumis dan berjenggot tebal putih. Selalu memakai topi khas pelukis. Ditambah balutan busana agak formal. Yakni kemeja warna kuning yang dimasukkan dalam celana panjang warna hitam. Tak lupa sabuk sebagai pererat celananya.

Kelas seni hanya diisi oleh sekitar 15 orang saja. Karena ekstrakulikuler ini tak begitu banyak menerima orang baru. Bahkan pendaftarannya saja harus dilakukan seleksi terlebih dahulu. Untuk menentukan siapa yang minat dan juga berniat mengasah kemampuannya di ekstrakulikuler seni ini. Kegiatan selama 1 bulan begitu berbeda tiap minggunya. Minggu pertama dilakukan seni menggambar. Minggu kedua adalah seni musik. Minggu ketiga adalah seni lukis. Dan minggu terakhir adalah seni sastra.

Romeo and His CrushWhere stories live. Discover now