BAB 5 - Hati yang Dekat

105 56 76
                                    

Duduk di depan orang bergelar bukanlah suatu yang patut ditertawakan. Memahami setiap perkataannya yang cukup rumit. Sambil menyiapkan respon yang cukup formal. Tidak terlalu ribet namun bisa dipahami jelas.

Memakai sweater berwarna merah muda. Berambut kuncir dan celana panjang agak longgar. Menikmati suasana agak ramai di rumah sakit. Menunggu nomor antrian mengambil obat di depan meja apoteker.

"Anastasya Anindia!" Teriak seseorang dari arah meja apoteker.

Mama Tasya yang awalnya duduk langsung berdiri dan melangkah ke arah meja tersebut. Menukarkan nomor antrian sesuai urutan yang telah ditetapkan. Tasya langsung diajaknya keluar setelah semuanya kelar. Sungguh mengenaskan jika harus bolak-balik rumah sakit untuk kesembuhan memang. Tapi hal itu dilakukan untuk kesembuhan Tasya. Karena penyakit asmanya yang terlalu mengkhawatirkan kata dokter.

"Kamu harus banyak istirahat dulu ya."

Ucap lembut mama Tasya menasehati. Tasya dengan wajah agak pucat dan tangan yang masih agak gemetaran. Ia mencoba tersenyum ditengah keraguan. Memasukkan kedua tangannya pada kantung sweater. Membuat ia semakin kacau dalam keadaan tenang ini.

"Pak! langsung pulang aja ya. Kita nggak jadi ke supermarket."

Bapak supir yang sudah stand by di parkiran. Mengakhiri perbincangan dengan satpam rumah sakit. Dan merespon ibu boss nya dengan amat sopan.

"Iya bu, sesuai aplikasi."

"Bisa aja Pak Slamet."

Lelucon Pak Slamet sekaligus supir Tasya membuat mama Tasya tersenyum lepas. Setiap hari adalah lelucon bagi Pak Slamet. Karena ia merasa bahwa keluarga Tasyalah sumber rezeki dalam kehidupan keluarganya di Sumatera.

Sesaat di perjalanan, Tasya masih memikirkan sesuatu hal yang menjanggal dibenaknya. Seperti ada yang harus diselesaikan secepatnya. Mamanya yang sedang asyik bermain handphone. Tak sengaja melirik wajah Tasya sesekali. Terlihat murung dan perlu dipertanyakan.

"Kenapa dek, mikirin apa sih?"

"Mikirin pacarnya kali bu." Respon pak supir lelucon.

Tasya langsung terkejut dari lamunannya dan membalas respon tersebut dengan santai.

"Nggak pak, jangan sotoy dulu deh." Ucapnya kesal.

Mama Tasya hanya menggelengkan kepala pelan sambil tersenyum tipis. Mendengarkan dua orang ini berbincang singkat. Kembali memainkan handphone yang amat sultannya itu. Ya mau bagaimana lagi emang keluarga sultan sih.

_ _ _

Di kelas tepatnya bel istirahat yang telah berbunyi 10 menit yang lalu. Romeo masih melihat kondisi belakang bangkunya sesekali. Memastikan tidak ada yang duduk ataupun menggantikan posisi Tasya di dekatnya.

"Hei! Jangan bilang lu lagi PMS?"

Tiba-tiba Mily datang dari arah luar kelas menuju Romeo yang sedari tadi melamun. Menepuk pundaknya yang tak berdaya untuk disinggahi hantaman keras.

"Lu jangan ganggu gue sehari bisa nggak sih?"

"Nggak bisa wleeee."

Tertawaan singkat Mily membuat Romeo semakin malas. Menanggapi hal yang tidak penting ditengah kekhawatiran nya yang tak kunjung berhenti sampai saat ini. Mily asyik memakan cemilan dari kantinnya tanpa ada tawaran apapun kepada Romeo. Yah sekali-kali melihat komuk Romeo yang membuat ia tertawa lepas saat itu.

"Aduh Rom, lu sesekali bahagia sedikit kek. Contohnya kayak si Edo tuh. Bahagia tuh tiap hari gue lihat-lihat."

"Ya gimana nggak bahagia, gabutnya beli supermarket sih." Responnya dengan menopang kepalanya di atas bangku.

Romeo and His CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang