CHAPTER - 22

106 18 39
                                    

The Hiraeth

🌻🌻🌻
.
.
.
.

"Kau yakin sudah baik-baik saja?"

Anggukan kecil kuberikan.

"Apa masih mual? kita ke rumah sakit saja, ya,"

"Tidak perlu, Yoon. Mualnya sudah hilang,"

Tadi, sesampainya kami di apartemen, setelah Yoongi mengantarkan si kembar pada orangtuanya, tiba-tiba saja perutku kembali bergejolak, bahkan sampai harus memuntahkan isi perut. Tidak tahu kenapa tiba-tiba saja perutku di serang mual yang luar biasa. Apa karena efek dari ketakutanku saat Yoongi harus masuk ke dalam cafe sialan itu? Takut sekali jika dia bertemu dengan Jimin, lalu si berengsek itu memberitahukan semuanya pada Yoongi.

Namun, aku bisa bernapas lega setelah Yoongi kembali masuk ke dalam mobil ia tidak membahas apapun tentang Jimin, yang berarti ia memang tidak bertemu dengan si berengsek pemilik cafe. Dan aku sangat bersyukur untuk itu.

"Tapi wajahmu pucat sekali. Apa benar tidak apa-apa?" Yoongi menatapku khawatir, usapan lembut tangannya kurasakan pada permukaan pipiku.

Seulas senyum meyakinkan kuberikan, "Iya, aku baik-baik saja. Sepertinya terlalu banyak memakan ice cream tadi,"

Yoongi menghela napas, "Benar, kau terlalu banyak makan ice cream tadi. Dan seingatku kau baru mengisi perutmu dengan empat potong kimbab, bukan?"

Kucoba mengingat, "Sepertinya iya,"

Rasanya-rasanya memang hanya empat potong kimbab yang ku makan saat di piknik tadi. Setelah itu tidak ada lagi yang kumasukan dalam perut selain tiga mangkuk ice cream strawberry. Pantas saja perutku jadi mual seperti ini.

"Yasudah, kubuatkan makan malam, ya. Kau harus mengisi perutmu," Yoongi sudah beranjak menuju dapur.

Aku lantas mengikutinya, "Yoon," panggilku dan ia menoleh. "Membeli makan diluar saja, bagaimana?"

"Kenapa?" kerutan di dahinya muncul.

"Kau juga pasti lelah kalau harus memasak untuk makan malam,"

Yoongi nampak berpikir sejenak, "Baiklah," ia menyetujui. "Mau makan apa? biar aku yang pesankan," ia sudah mengeluarkan ponsel dari saku jaket hitamnya.

"Emm, Yangnyeom Tongdak, boleh tidak?"

Yoongi kembali menatapku, "Ayam pedas manis?"

"Iya, aku ingin yang pedas sekali," cengiran bodoh kuberikan.

"Pedas sekali?" kerutan di dahinya muncul lagi. "Tidak boleh. Perutmu akan sakit lagi nanti. Lupa ya perutmu itu tidak cocok dengan makanan pedas,"

Aku memberengut, "Iya, aku ingat, kok. Tapi seriusan aku sedang ingin makan ayam pedas, Yoon,"

Bahkan sudah sejak semalam aku membayangkan memakan Yangnyeom Tongdak dengan bumbu pedas. Rasanya pasti enak sekali.

"Sebenarnya sudah sejak semalam aku ingin memakannya. Boleh, ya? janji hanya makan sedikit, deh," raut wajahku penuh permohonan.

Perlu beberapa detik untuk mendengar Yoongi menjawab, "Yasudah," ia menghela napas, "Hanya dua potong, tidak lebih. Perutmu pasti akan sakit jika memakan lebih dari itu,"

"Oke, deal!" seulas senyum lebar kuberikan.

☘☘☘

Pesanan kami datang tepat setelah kami selesai membersihkan diri. Kini, kami sudah duduk di kursi meja makan dengan semangkuk jeonbokjuk -bubur abalon- untukku, Yoongi yang menyarankannya padaku tadi, dia bilang perutku perlu makanan hangat. Sementara ia menjadikan semangkuk jjajangmyeon sebagai menu makan malamnya. Tidak lupa juga sudah ada seporsi yangnyeom tongdak dengan bumbu super pedas di atas meja makan.

The HiraethTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon