CHAPTER - 07

98 22 18
                                    

The Hiraeth

🌻🌻🌻

Jeju Island.

Tepat pukul empat sore ketika aku baru saja selesai mengecek ketersediaan material kebutuhan pembangunan. Memastikan semuanya dalam keadaan baik tanpa kerusakan apapun.

"Bagaimana, apa semuanya dalam keadaan baik?"

Jungkook menghampiriku, setelah sebelumnya nampak sibuk berbincang dengan Pak Jang -sang Mandor Proyek-.

Seperti yang sudah kuberitahu sebelumnya, selama di Jeju aku memang hanya bersama Jungkook tanpa anggota tim yang lain. Dan aku bersyukur, Yoongi yang awalnya nampak begitu keberatan pada akhirnya memberikan izin. Walau dengan pesan-pesan larangan yang selalu ia ingatkan padaku. Tetapi, tidak apa-apa, setidaknya aku tidak menjadi seorang istri pembangkang yang nekat pergi tanpa izin dari sang suami. Sebenarnya, aku tidak tahu pasti mengapa tiba-tiba saja Yoongi memberikan izin. Mungkin karena rasa bersalahnya padaku, selepas kejadian malam itu.

"Semuanya dalam keadaan baik. Walau sempat terkena hujan, untungnya tidak ada kerusakkan apapun," Jelasku, "Dan kurasa persediaannya masih cukup untuk proses pengerjaan sampai dua minggu ke depan,"

Jungkook mengangguk paham, "Pak Jang juga bilang semua kendala sudah bisa diatasi. Kurasa sudah tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semuanya sudah berjalan dengan baik,"

"Ya, kurasa juga begitu. Kulihat para tukang pun bekerja dengan sangat cekatan dan terorganisir," kuedarkan pandangan, mengamati puluhan tukang yang tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, "Jung, mau..... hey, pakai helm-mu! Kita masih di lokasi proyek," protesku saat melihat Jungkook melepas helm proyeknya. Walau posisi kami saat ini memang cukup jauh dari bangunan utama, tetapi tetap saja bahaya.

Yang mendapat teguran justru terkekeh tak berdosa, "Kepalaku berkeringat," keluhnya.

Aku berdecak lidah. Lantas, mengambil alih helm putih yang berada digenggamannya. Hendak kembali memasangkannya pada kepala Jungkook. Perlu sedikit usaha untuk itu, mengingat tinggi badannya yang lumayan jauh melampauiku. Aku bahkan sampai harus berjinjit.

Setelah memastikan pengaitnya sudah terkunci dengan baik, aku memperingati, "Jangan dilepas sampai kita keluar dari lokasi proyek. Kau mengerti?!"

Tidak mendapat respon apapun darinya, aku mendongakkan kepala. Terkesiap, saat menyadari posisi kami begitu dekat, dengan puncak hidung yang hampir bersentuhan. Terlebih tatapan mata Jungkook begitu dalam menatapku. Membuatku refleks memundurkan tubuh. Berdeham canggung, "Maaf,"

Sama sepertiku yang tiba-tiba saja merasa canggung, Jungkook pun begitu. Ia ikut berdeham, sebelum berujar, "Terimakasih. Aku tidak akan melepasnya lagi," lalu memberikanku seulas senyuman.

Aku balas tersenyum, mengangguk kecil. Setelahnya, kami terdiam untuk beberapa saat. Sampai aku kembali melanjutkan kalimat yang sempat terpotong tadi, "Mau berkeliling proyek sekali lagi sebelum kambali ke hotel, Jung?"

☘☘☘

"Iya, aku mengerti. Tidak boleh minum kopi dan juga alkohol dalam jenis apapun. Kau sudah mengatakan itu berulang kali, Yoon," aku mendengus pelan, "Selama di sini pun aku tidak pernah pergi kemana-mana. Hanya proyek dan hotel, sesuai perintahmu,"

"....,"

"Semua kendala di proyek sudah bisa diatasi. Dan besok aku sudah bisa kembali ke Seoul,"

"....,"

"Yasudah, kalau begitu aku tutup dulu, ya. Aku masih mau melanjutkan makan malam,"

"....,"

"Iya. Aku mencintaimu,"

The HiraethWhere stories live. Discover now