CHAPTER - 05

175 23 6
                                    

The Hiraeth

🌻🌻🌻

Jam sudah menunjukan pukul 08.40 pagi ketika mobil BMW X7 hitam yang dikemudikan Yoongi berhenti di area lobby depan kantorku. Tadi, ketika aku sudah hendak memesan taksi untuk berangkat bekerja, tiba-tiba saja Yoongi menawarkan diri untuk mengantarku. Aku terkejut, tentu saja, mengingat pertengkaran kami semalam yang bahkan sampai detik ini belum terselesaikan. Bagaimana bisa selesai kalau diantara kami saja belum ada yang mau membuka suara terlebih dahulu.

Semalam, selepas Yoongi membentak, pun berkata kasar padaku ia langsung beranjak pergi meninggalkanku, tanpa kejelasan apapun. Aku bahkan masih terpaku ditempat, terkejut bukan main akan kemarahannya itu. Biasanya semarah apapun dia, ia tidak akan pernah meninggikan suaranya pada siapapun. Tetapi semalam ia melakukannya padaku, dan itu membuatku tersadar akan kesalahanku. Memang tidak seharusnya aku berbohong padanya tentang pertemuanku dengan Jungkook tempo hari. Terlepas dari mana Yoongi mengetahuinya, tetap akulah yang patut disalahkan.

Akan tetapi semalam, egoku masih sangat tinggi untuk tidak meminta maaf padanya. Aku hanya membiarkannya pergi begitu saja -tetapi aku tahu ia hanya pergi ke studio musiknya- dalam keadaan mabuk seperti itu. Namun, yang membuatku cukup terkejut adalah ketika pagi tadi aku justru terbangun dalam dekapannya. Ia Masih melakukan kebiasaanya itu padaku, seolah tidak pernah ada pertengkaran diantara kami sebelumnya.

"Maaf," Dan akhirnya kata maaf itu kulontarkan, "Aku bersalah. Aku minta maaf, Yoon," kutundukan kepala seraya mengigit bibir bawah kuat-kuat.

Disampingku Yoongi menghela napas, "Aku juga minta maaf," ujarnya kemudian.

Kali ini kuberanikan diri untuk menatapnya, yang juga tengah menatapku.

"Maaf karena sudah membentak dan berkata kasar padamu. Tidak seharusnya aku seperti itu. Maafkan aku,"

"Tidak, kau tidak perlu meminta maaf, karena memang aku yang salah. Tidak seharusnya aku berbohong padamu perihal pertemuanku dengan Jungkook pada malam itu," aku menenguk saliva, "Aku hanya merasa hal itu bukan sesuatu yang penting untuk aku beritahukan padamu dan kupikir kau juga tidak akan peduli,"

"Aku peduli, Sa. Apapun tentangmu aku peduli," Ia agak menekan suaranya, "Dan aku mohon apapun itu tolong beritahu aku. Jangan pernah sembunyikan apapun dariku," Ujarnya kemudian, menatapku begitu dalam.

"Aku sungguh menyesal, Yoon. Maafkan aku," suaraku serat akan penyesalan.

Yoongi tak lantas merespon, ia hanya terus menatapku sampai kurasakan tangannya membelai pipiku begitu lembut, "Iya, aku maafkan. Lain kali jangan diulangi," Setelahnya ia menghela napas dalam, menatapku semakin lekat, "Aku juga minta maaf,"

Kuberikan seulas senyum padanya, "Jika maafmu untuk perkataan kasar dan pembatalan janji makan malam kita semalam aku sudah memaafkannya. Aku mengerti,"

Pergerakan tangannya yang semula masih membelai pipiku terhenti. Ia bergeming sesaat, sebelum akhirnya memutus kontak denganku, kembali bersandar pada sandaran kursi kemudi, "Terimakasih," ujarnya dengan seulas senyum tipis.

Dan setelahnya kami terdiam cukup lama, sampai Yoongi kembali menoleh padaku, "Nanti malam," ia menjeda, terlihat ragu untuk melanjutkan.

"Ada apa, Yoon?"

Masih perlu waktu beberapa detik untuk dapat mendengarnya berujar, "Ibuku mengundang kita untuk makan malam bersama di rumah utama,"

Aku lantas terdiam. Tanpa sadar kugigit bibir bawahku kuat-kuat.

"Tetapi jika kau tidak ingin pergi, kita tidak perlu datang,"

Dan dengan begitu Ibumu akan semakin membenciku, Yoon. Aku meringis dalam hati.

The HiraethOnde histórias criam vida. Descubra agora