Epilog

103K 8.7K 781
                                    

Bab 39 jangan terlewat yaa!😇

Aku berusaha untuk menekan gemuruh di dalam dadaku. Di ruang tamu, Mas Afif sedang berbicara baik-baik kepada Papa tentang keinginannya untuk menikahiku. Ini percobaan kedua di tahun ini. Pertama kalinya dia mencoba membicarakan pernikahan, Papa langsung menolak tegas dan mengatakan untuk menunggu. Papa sendiri juga sudah mengatakan kepada orang tua Mas Afif akan pertimbangan ini.

"Kalau masalah karier atau apapun keinginan Sherina, Afif nggak akan mengekang, Pa. Sherina masih bisa punya mimpi. Kami nggak akan memiliki anak sebelum Sherina benar-benar siap dengan segala konsekuensi menjadi Ibu. Kami bisa pacaran terlebih dahulu, menikmati waktu berdua. Dia juga masih bisa mengejar apapun yang dia inginkan. Apapun dan kemanapun, Pa."

Aku daritadi memeluk Kila, kami berdua merapat ke dinding untuk mencuri dengar percakapan Mas Afif dengan kedua orang tuaku. Ini kedua kalinya dia datang bersamaku di kota ini tapi entah ke berapa kali sendirian.

"Mama kamu dan keluarga kamu sudah setuju, kalau seandainya ... Sherina belum mau punya anak?"

"Sudah, Pa. Afif sudah jelaskan lebih dahulu, karena itu Afif dilepas untuk datang ke sini untuk kedua kalinya. Lagipula, Mama dan Papa kayaknya udah sayang banget sama Sherina."

Kila mengernyitkan dahi, sedangkan aku menggeleng cepat. Aku bahkan nggak tahu pandangan orang tuanya padaku seperti apa selama ini. Yang aku tahu, kadang mereka sangat perhatian dan kadang nggak peduli dengan kondisiku yang lagi capek.

"Kamu yakin ini nggak akan jadi masalah?"

"Yakin, Pa. Mama sendiri yang menyarankan agar Sherina diberi kesempatan berkarier dulu sebelum jadi Ibu."

Aku memejamkan mata dengan erat. Ponselku nggak berhenti bergetar karena Ninda juga penasaran dengan hasil pertemuan kedua ini. Dia juga tengah ada di rumah sepertiku, kemarin dia lamaran dengan Bang Rino. Aku dan Mas Afif menghadirinya.

"Ya sudah. Kalau begitu, kami terima pinangan Nak Afif."

"Terima kasih, Pa. Secepatnya, keluarga Afif akan datang ke sini untuk lamaran resmi."

"Boleh. Berapa orang yang akan datang? Kami bisa sediakan kamar di resort."

"Semua, Pa."

"Se...mua?"

"Iya. Semua, Pa. Kira-kira tujuh belas orang. Sepuluh dewasa dan tujuh anak-anak."

"Kamu baru tunangan loh, Fif?" Itu suara Mama.

"Nggak apa-apa, Ma. Sekalian pada mau liburan."

Aku menelan ludah. Rasa lega nggak terbendung lagi di dalam diriku. Senyumku terbit tanpa bisa diundang. Kakiku rasanya lemas sekali. Baru kali ini ada laki-laki yang menemui Papaku dua kali dengan maksud yang sama.

Aku masuk ke dalam kamar dengan langkah lunglai. Lututku begitu lemas dan nggak bisa menampung bobot badanku. Kila bergoyang-goyang nggak jelas di depanku. Ponselnya dihadapkan ke depan.

"Kak Ninda! Udah boleh ajak main!" Serunya memberitahu pada Ninda. Suara kekehan Ninda terdengar dari ponsel.

"Lemas kali dia? Cece udah makan, La?"

"Belum, lah. Deg-degan dilamar Ayang."

Ninda kembali terbahak. Keduanya nggak berhenti tertawa dalam beberapa menit kemudian. Membuatku malu, salah tingkah dan segala perasaan berkecamuk lainnya.

"Hebat Cecemu, La. Lamar pekerjaan eh dia dapat lamaran habis itu!"

"Kila juga mauuuu!"

"Malu-maluin kayak kakak ko makanya!" Ninda masih terbahak. "Sherin, ayok kita keluar malam ini! Ajak Bang Afif biar tahu dia kota kelahiranmu!"

Selaras | ✓Where stories live. Discover now