Bab XIII - Sebuah Informasi

50.5K 7.4K 301
                                    

Bab XIII - Sebuah Informasi

"Niat amat itu rambut di-blow?" Ninda datang ke kamarku. Bukannya membawa sarapan untuk kami berdua, dia malah mengomentari aktivitasku yang sedang kesusahan mengatur rambut agar terlihat lebih rapi dan bervolume. Aku hanya menanggapi dengan tatapan super-datar dan tak terlihat terganggu sama sekali. Karena nggak ada balasan berarti, dia sampai masuk ke dalam kamar dan berjalan mondar-mandir di belakangku yang sedang duduk di meja belajar yang merangkap meja rias.

"Ko lagi kasmaran?"

Aku berdecak. "Kasmaran apa sih? Nge-blow rambut aja dibilang kasmaran?! Apa kabar kalau aku full make up?"

"Tuh kan, lagi kasmaran! Pertanyaan singkat jawabannya kayak KRL lewat!" Ninda tetap berkomentar, dia duduk di atas kasurku dan mengamati dengan tatapan penuh selidik . Aku balas menatap dari cermin, kemudian melanjutkan aktivitasku.

Seolah nggak kehabisan ide, dia tiba-tiba sudah berdiri di sampingku. "Afif Akelio Ramaza," ucapnya, tatapannya melirik ponselku. Aku terperanjat, buru-buru merampas dan meletakkan benda kotak itu di atas paha, biar Ninda nggak bisa mengakses informasi apapun. "Udah ketemu tiap hari ... masih stalking LinkedIn? Ko obses banget loh!"

"Apaan sih? Dia baru update status tentang jembatan!" Aku mengelak. Mau bagaimana lagi? Aku udah terbiasa melihat profil LinkedIn-nya! Semakin gila karena bercanda-bercanda kami yang bukannya mematikan perasaanku malah berkembang semakin mekar. Saat sendirian, aku nggak kuasa menahan diri untuk stalking.

Sepertinya aku memang terobsesi.

Ninda benar-benar nggak percaya dengan ucapanku dan melipat tangan di depan dada. "Ko jadian sama dia?"

"Ya kali!" Aku memutar bola mata. Saat aku bercermin, semburat merah menghiasi pipiku. Aku menelan ludah, pipiku benar-benar nggak bisa berbohong ternyata! Kenapa aku baru menyadari kalau aku sangat mudah berubah kemerahan saat malu begini?

Reaksi anehku membuat pandangan Ninda semakin menyelidik.

"Nin! Nin! Jangan tatap aku kayak gitu! Bikin grogi aja! Orang yang nggak maling pun akan mengaku maling ko tatap dengan pandangan begitu!"

"Tingkahmu mencurigakan! Mulai rahasia ya?!"

"Ih! pantesan Bang Rino sekali bohong langsung ketahuan!" Aku tetap mengelak. Bukannya apa-apa ... kalau Ninda sampai tahu kedekatan kami yang semakin menjadi-jadi akibat bercanda, aku pasti sudah habis diceramahi. Ninda memang begitu, blak-blakan dan nggak mau membuang-buang waktu. Dia punya prinsip bahwa menyia-nyiakan waktu sama dengan membuang-buang uang.

Ninda berdecak. "Sherin!"

"Apa Sayang?"

Ninda menjambak rambutku pelan.

"Sialan!" Umpatku, aku ganti menarik kemeja putih yang dia pakai dan meremukkannya brutal.

"Sherin! Ini baru disetrika!" Teriaknya nggak terima.

"Ya sama! Aku baru nge-blow!" Aku merapikan lagi rambutku. Ninda berjalan menuju tempat setrikaan yang berada di sudut kamar dekat balkon. Sambil menggerutu nggak jelas, ia menyalakan setrika. Dia membuka kemejanya dengan kesal dan menyisakan tank top putih, aku terkekeh melihat dia yang masih menggerutu. Aku cuma meremukkan bajunya saja sudah seperti aku bikin dia dipotong gaji. Tapi aku puas, jarang sekali aku mengerjainya pagi-pagi begini.

"Pak Afif ulang tahun kemarin," aku mulai cerita.

Secepat kilat dan terlalu ketahuan bahwa dia kepo, ia menatapku.

"Trus?"

"Aku kasih counterpain."

Ninda langsung meringis mendengarnya. "Nggak ada ide lain? Jangan malu-maluin aku ya, Sherina!"

Selaras | ✓Where stories live. Discover now